Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Hari Pernikahan
Halaman belakang Hotel XXX malam ini tampak mewah dengan jajaran lampion dan lampu-lampu yang tergantung di atas deretan bangku tamu. Ribuan kuntum bunga berwarna putih dan merah menghiasi setiap sudut taman. Alunan piano turut membuat suasana menjadi semakin syahdu.
Di tempat ini akan dilangsungkan pesta pernikahan Tristan dan Karina. Para tamu sudah mulai hadir dan menempati kursi yang bertuliskan nama mereka.
Para pelayan sibuk mendatangi setiap meja tamu menawarkan makanan dan minuman yang mereka bawa dengan nampan. Salah satu pelayan di sana adalah Ares. Dia ikut menjadi salah satu pelayan yang mendukung pesta itu.
"Selamat malam, ada yang berkenan untuk mencicipi minuman mocktail kami?" Ares menawarkan minuman yang dibawanya.
"Apa ada alkoholnya?"
"Oh, tidak, Tuan. Mocktail kami terbuat dari campuran soda, jeruk nipis, dan madu."
"Kalau begitu, berikan saya satu."
Ares menawarkan minumannya dari satu meja ke meja lainnya hingga nampannya kosong. Ia lantas kembali lagi ke tempatnya menjaga bagian makanan.
"Hei!"
Ralina datang menyapa. Ares terpesona melihat penampilan Ralina malam ini. Mengenakan mini dress merah muda dengan hiasan mahkota bunga di kepalanya, gadis itu tampak cantik. Tangannya menenteng sebuah keranjang berisi kelopak bunga mawar merah. Malam ini ia akan menjadi pendamping pengantin kakaknya.
"Berikan satu mocktail untukku!" pinta Ralina dengan senyuman manisnya.
"Dengan senang hati, Tuan Putri," jawab Ares dengan sedikit bercanda. Mereka berdua tertawa.
Ares lantas membuatkan mocktail dan memberikannya kepada Ralina.
"Terima kasih," ucap Ralina seraya meneguk minuman kesukaannya. Percampuran rasa masam dan manis serta soda memberikan sensasi yang menyegarkan di tenggorokkannya.
Ia meletakkan gelasnya setelah menghabiskan isinya. Ralina mengerutkan dahi menyadari Ares sejak tadi terus menatapnya.
"Kenapa kamu melihat aku terus? Apa penampilanku aneh?" tanyanya heran.
"Tidak ... Kamu cantik," jawab Ares jujur.
Ralina merasa sedikit tersipu. "Aku disuruh jadi bridesmaid bersama teman-teman Kak Karina."
"Kamu cocok kok mengenakan pakaian itu."
"Aku sebenarnya kurang nyaman. Soalnya semua bridesmaid teman-teman Kak Karina yang tidak aku kenal."
"Kenapa kamu malah di sini? Nanti kamu ketinggalan yang lain," tegur Ares.
"Tidak apa-apa. Mereka masih sibuk foto-foto. Kakakku juga masih belum selesai make up."
"Ares, kerjanya cepat sedikit! Meja 5 minta ditambah mocktail!" ucap salah seorang rekan kerja Ares.
"Ah, iya! Akan aku antar ke sana!"
Ares langsung bergegas menata gelas-gelas di atas nampan dan menuangkan mocktail buatannya satu per satu.
"Sini, aku bantu!"
Ralina meletakkan keranjang bunga di meja. Ia membantu Ares melakukan tugasnya dengan gerakan yang secepat mungkin. Sesekali tawa terdengar di antara mereka saat menuangkan mocktail itu bersama-sama.
"Aku antar ke sana dulu, ya!"
Ralina mengangguk. Ia menunggu di sana membiarkan Ares melakukan pekerjaannya.
Sementara, di tempat para tamu, tampak Tristan tengah menyapa mereka. Ia sudah mengenakan setelan jas pengantinnya berwarna hitam dengan sematan bunga di dada kanan. Pandangan matanya sesekali melirik ke arah Ralina sembari meneguk wine di gelasnya.
"Aku dengar kamu sedang merencanakan pembangunan resort di Pulau J."
Tristan mengulaskan senyum kepada orang yang mengajaknya bicara. "Kami baru mengusahakan untuk mengurus perizinan. Proses pembebasan lahan juga belum sepenuhnya beres."
"Jika Anda tertarik, mari bergabung dengan proyek perusahaan kami, Tuan Richard."
"Hahaha ... Sepertinya layak dicoba untuk menjalin kerja sama dengan pengusaha muda yang berani dan hebat sepertimu."
"Anda terlalu berlebihan memuji saya, Tuan Richard."
"Padahal aku berniat menjodohkan putriku denganmu. Sayang sekali hari ini kamu akan menikah."
"Oh, putri Anda pantas mendapatkan jodoh yang lebih baik dari saya."
"Sejauh ini masih belum ada pengusaha muda yang cocok untuk putriku. Sayang sekali ...."
Tatapan Tristan kembali mengarah pada Ralina. Gadis itu masih di sana, setia berdiri di dekat stand minuman.
Meskipun ada banyak tamu yang harus ia sapa dan ajak bicara, perhatiannya pada Ralina tidak lepas. Seolah ia ingin menjaga gadis itu tetap dalam pengawasannya.
"Tristan!"
Regis datang menghampiri.
"Rombongan keluargamu sudah datang. Mereka masih menunggu di ruangan. Kamu mau menemui mereka dulu?" tanyanya.
"Ya, sebentar lagi aku akan ke sana."
Tristan menjawab dengan tenang, seolah segala sesuatu tidak ada yang mengganggunya.
"Kamu sungguh yakin dengan hal ini?" tanya Regis memastikan.
Tristan melirik ke arah Regis. Ia kembali meneguk minumannya. "Apa yang kamu maksud?"
"Jangan pura-pura bodoh. Kamu tahu maksudku."
Tristan mengabaikan pertanyaan Regis.
"Karina bukan tipemu, tidak masuk akal kalau kamu ingin meneruskan pernikahan ini," ujar Regis.
Tristan menyeringai. "Aku lebih tahu apa yang aku lakukan. Jangan khawatir," jawabnya tenang.
Sekali lagi ia mengarahkan pandangan pada Ralina. Gadis itu masih di sana sendirian.
Regis masih tidak percaya dengan keputusan Tristan. Temannya itu sejak dulu menyukai wanita pintar, mandiri, dan berpenampilan menarik. Karina jauh dari tiga kriteria itu, bahkan termasuk tipe wanita yang sangat Tristan hindari. Anehnya, Tristan masih saja menjalin hubungan dengan wanita itu bahkan hari ini mereka akan menikah.
"Kalau di kemudian hari ada masalah, jangan ikut merepotkan aku!" tegas Regis.
Tristan tertawa. "Lebih baik kamu fokus untuk menemukan calon istri, Regis. Aku jamin tidak akan melibatkan masalah rumah tanggaku dengan pekerjaan."
"Ah, ya ampun! Kalau jalan lihat-lihat!"
Terdengar suara keributan di meja salah satu tamu yang mengalihkan perhatian Tristan dan Regis. Para tamu sebagian tampak berkerumun menutupi apa yang terjadi di sana. Mereka berdua lantas mendekat. Ralina juga tampak berlari menghampiri kerumunan.
"Bajuku jadi kotor begini!"
"Maafkan saya, Nyonya, saya tidak sengaja. Ada orang yang mendorong saya dari belakang."
Ares baru saja menumpahkan minuman yang dibawanya ke baju salah seorang tamu undangan. Ia berusaha meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukannya.
Bukannya memaafkan, ibu-ibu itu justru melayangkan sebuah tamparan keras ke pipi Ares di hadapan semua orang.
"Maaf, maaf! Kamu pikir semuanya akan selesai hanya dengan minta maaf?" ibu tersebut memaki-maki Ares dengan nada bicara meninggi.
Ares yang merasa salah hanya diam dan menunduk, mendengarkan cacian dan sumpah serapah yang ditujukan padanya. Beberapa orang juga tampak berusaha menenangkan ibu tersebut.
"Sudah hanya pelayan, ceroboh pula! Dasar manusia tidak berguna!"
Ralina merasa tidak bisa membiarkan wanita itu menghina Ares lebih jauh. Ia hendak maju membela Ares, namun Tristan lebih dulu berdiri di sana.
"Selamat malam, Nyonya Mirah," sapanya.
Ibu Mirah yang awalnya tampak emosi langsung terdiam saat melihat Tristan berdiri di sana.
"Nyonya, mohon maaf atas ketidaknyamanan di acara saya. Mari ikut saya ke dalam, nanti akan saya perintahkan orang untuk mencarikan pakaian pengganti yang cocok untuk Anda."
Perkataan Tristan yang lembut mampu meluluhkan kemarahan wanita tersebut. Ibu Mirah mengalah, memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah tersebut.
Tristan menyuruh salah seorang pelayan untuk mengajak Ibu Mirah ke dalam. Regis membantu membubarkan kerumunan yang ada di sana.
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu