Mencari cinta sejati tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pria bermata biru terus mencari cinta sejatinya yang telah lama menghilang. pengorbanan yang tulus tidak selalu membuahkan hasil yang memuaskan. Namun, Perjuangan untuk menemukan wanitanya akan terus ia lakukan walaupun rintangan datang menghadang.
"Aku kembali untuk mu, Tidak akan kubiarkan kau pergi dari kehidupan ku!"
Wanita cantik dan berkelas lahir dari anak konglomerat ternama di Jakarta. Sang Daddy memiliki banyak bisnis di berbagai Negara, Ia memilih berkarir dan meneruskan bisnis kelurga.
Akan kah Petualangan cinta si kembar akan berakhir di pelabuhan terakhir? bagaimana nasib Safira setelah memilih menikah dengan pria yang tidak pernah ia cinta?"
Yuk ikuti kelanjutannya hanya di karya Bunda enny76.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon enny76, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petualangan Vano dan Sean
Sean terus berteriak memanggil nama sahabatnya. Walaupun tidak ada reaksi sama sekali dari Vano, ia tetap berjuang untuk bisa sampai ketepian. Sean tetap fokus berenang sambil menarik tubuh Vano yang sudah tidak berdaya. Hingga harapannya terwujud, ia melihat pulau di depannya. Sean berusaha mendorong tubuh Vano ketepian lalu membaringkan di atas pasir.
"Akhirnya kita sampai juga ketepian." gumamnya dengan nafas tersengal
"Van, bangunlah! Kita sudah sampai ketepian." Sean menggoyang kan tubuh Vano yang dingin, Lalu melihat kaki Vano yang terluka.
"Aku akan mengeluarkan peluru di kaki mu, tetapi di sini sangat gelap. Bertahan lah Van, besok aku akan mengeluarkan setelah ada matahari."
"Pulau apa ini? kenapa begitu sunyi?" Sean menajamkan matanya melihat sekeliling area pantai. Banyak pepohonan besar nan rindang, angin laut bertiup sangat kencang menerpa pepohonan.
Sean mengumpulkan dedaunan yang berjatuhan, lalu di tumpukan untuk menjadi alas tidur. Setelah selesai merapikan dedaunan tersebut, Sean mengangkat tubuh Vano ke atas tumpukan daun.
Pagi pun menjelang, entah sudah berapa lama mereka tertidur pulas. Terik matahari mulai menampakkan sinarnya, Sean mulai terbangun saat sinar matahari menerpa wajahnya. pakaian keduanya nampak mengering setelah basah semalam. Sean menoleh ke arah Vano dan memastikan kalau kawannya baik-baik saja.
Ia menempelkan telinga ke dada Vano. "Syukurlah kawan, kau masih bernafas." Sean beranjak dari tidurnya dan mencari batang bambu yang tergeletak. ia meriah pisau lipat dari saku celana yang selalu ia bawa. Lalu memotong bambu hingga menjadi potongan kecil, setelah di belah dibuat runcing ujung bambu.
"Bambu ini sudah cukup tajam."
Sean kembali ke tempat Vano terbaring, lalu ia membuka luka di kakinya. "Lukanya sudah infeksi dan membengkak. Aku harus mengeluarkan peluru ini sebelum Vano kehabisan nafas."
"Vano bertahanlah, pasti ini sangat sakit."
Sean menancapkan runcing bambu di daging yang terluka dan mulai mencongkel peluru di bawah betis. Suara jeritan Vano begitu menyayat hingga menggema. Burung-burung berterbangan yang hinggap di dahan karena terkejut.
"Akhirnya aku berhasil keluarkan peluru sialan ini!"
"Huekkk...
Vano mengeluarkan muntahan cairan air asin, dengan cekatan Sean membantu Vano untuk duduk. Nafas Vano tersengal-sengal seakan sedang memburu saat ia kembali siuman.
"Akhirnya kau sadar juga. Aku sudah mati ketakutan melihat mu tidak bergerak."
"Kita berada di mana sekarang?" tanya Vano sambil merasakan sakit pada betis nya.
"Aku juga tidak tahu kita terdampar di mana, yang penting kita bisa melewati lautan dan kau selamat."
"Terima kasih Sean, sekali lagi aku berhutang nyawa padamu." ucap Vano terbata.
"Sudahlah, jangan kau pikirkan itu. Dulu kau pun sering menolong aku." Sean terbayang kenangan bersama Vano tujuh tahun silam. Saat dirinya sering di bully dan di ganggu teman-teman satu kampus, Sean seringkali mendapat julukan si kutu buku dan pria cu'lun, karena rambut nya yang lurus belah tengah dan kacamata tebal yang bertengger. Vano lah yang selalu menjadi pelindung Sean, hingga mereka berdua menjadi akrab bersama Dave. Kini Sean berubah menjadi pria cool dan tampan, karena kecerdasannya Sean membangun bisnis di bidang elektronik dan pembangkit tenaga listrik.
Tubuh Vano masih lemas meskipun ia sudah sadarkan diri. Sean menyobek kaos miliknya dan membungkus kaki Vano yang terluka.
"Kau tetaplah disini, aku akan mencari ikan di sekitar pantai. Pasti kau lapar bukan?"
Vano mengangguk lemah, meskipun perasaan nya sedih karena telah merepotkan Sean. Dia bersumpah akan membalas kebaikan Sean di masa depan.
Hampir satu jam menunggu, akhirnya Sean mendapatkan beberapa ikan yang ia tusuk pakai bambu runcing saat ikan lewat. Sean mencari ranting kering dan menggesek kan dua batu untuk menjadi bara api. Api pun menyala, Sean membakar ikan diatas ranting.
"Van, ikan nya sudah matang. Ayo kita makan!"
Pria tampan berkulit putih itu menaruh ikan bakar di atas dedaunan. Mereka berdua makan dengan lahap. Seketika Vano menghentikan santapan nya, Ia mendengar suara dari semak-semak.
"Kenapa kau diam Van? ayo habiskan lah, sudah seminggu lebih kau tidak makan bukan? sekarang kau terlihat kurus." tukas Sean sambil menikmati ikan bakar di tangan nya.
"Sean, kita harus waspada. Sepertinya ada yang mengawasi kita."
"Hah?! Sean menghentikan makan nya saat Vano berbicara, mata tajamnya melihat sekeliling pepohonan liar.
"Tidak ada siapa-siapa disini. kau tenang saja, tempat ini jauh dari orang-orang jahat." balas Sean Kembali menikmati ikan bakar.
Vano menghela nafas, semoga saja apa yang ia pikirkan tidak pernah terjadi. Hari semakin senja, mereka berdua merebahkan dirinya di atas dedaunan.
"Sean, apa kau punya ide untuk kita keluar dari sini?"
"Aku akan membetulkan jam genius ku ini, hanya ini satu-satunya cara untuk menghubungi kelurga ku dan meminta bantuan."
"Aku juga tidak bisa menghubungi daddy, aku berharap daddy peka keadaan ku."
"Van sepertinya mau turun hujan. kita menepi di bawah pohon saja. Aku juga khawatir dengan luka mu, pasti sangat sakit bukan?"
Vano tersenyum "Bagi ku tidak seberapa sakit, di banding melihat adikku terluka. Aku masih belum tahu nasib Safira."
Sean menepuk bahu Vano "Berdoa saja, semoga adik mu dalam perlindungan Tuhan."
"Ayo aku bantu berdiri."
Sean memapah tubuh Vano untuk berjalan dan berteduh di bawah pohon rindang.
"Ssseeeeeettt!!!
Tiba-tiba sebuah panah terbang melewati mereka berdua, panah tertancap di pohon. Mereka berdua terkejut, lalu saling berpandangan.
Ada Suara keras di belakang panggung mereka berdua. Vano dan Sean menoleh. Ternyata beberapa orang pedalaman yaitu orang-orang primitif tanpa memakai pakaian, hanya menutup dedaunan di bagian terlarang. Wajah mereka di penuhi lukisan, hidung dan telinga memakai tindik tengkorak, bahkan hampir seluruh tubuhnya di penuhi tato. Tangan mereka membawa tombak dan busur panah.
Salah satu dari mereka berbicara dengan kalimat yang tidak Sean dan Vano mengerti. Pria bertubuh bongsor itu kemungkinan salah satu Ketuanya, pria itu berbicara dengan nada tinggi, matanya melotot sambil terus meracau. Sean dan Vano saling bertatapan, kerutan dari kening Vano semakin kentara karena bingung ingin membalas apa? sedangkan mereka berdua tidak mengerti bahasa yang mereka ucapkan.
Tiba-tiba pria itu berteriak dan menunjuk ke arah Vano dan Sean. Anak buahnya berlari dan menarik tubuh Sean dan Vano.
"Mau apa kalian! teriak Sean.
pria bertubuh bongsor memegang tongkat kepala tengkorak di tangan nya, membalas ucapan Sean yang tentu saja tidak saling paham
"Sean, jangan melawan. Biarkan saja mereka membawa kita pergi! seru Vano
"Tidak bisa Van, kita harus bernegosiasi dengan mereka. Apa kita bakal jadi santapan mereka? aku sudah pelajari orang-orang pedalaman, yang suka memakan daging manusia. Mereka itu kanibal!"
BUGH!
Ketua dari mereka memukul tubuh Sean hingga terjungkal. Orang-orang itu kembali menarik Sean dan ingin memukul kembali, melihat itu Vano tak tega, ia berlutut sambil memohon pada ketua dari orang-orang pedalaman/ primitif, Hal yang baru Vano lakukan seumur hidupnya sebab ia harus menolong Sean yang sudah bertaruh nyawa demi dirinya.
Ketua itu berbicara lalu menyuruh orang-orang nya membawa Vano dan Sean
"Jangan kau seret dia! teman ku sedang terluka! teriak Sean saat orang-orang tersebut menarik tubuh Vano yang tidak bisa berjalan.
"Sean, jangan berteriak lagi bila kita ingin selamat!" Titah Vano.
Dengan menempuh perjalanan jauh dan masuk kedalam pelosok hutan rimba, Vano dan Sean sudah kepayahan untuk berjalan. Apalagi luka Vano semakin nyeri, darah berceceran dari bawah betis nya namun Ia masih bisa bertahan. Mereka sampai di sebuah pedesaan yang penduduknya sama seperti mereka, tanpa busana, tetapi para wanita nya memakai penutup dada dan bawah perut dengan memakai dedaunan juga.
Orang-orang tersebut berdatangan dan berkumpul saat melihat Vano dan Sean. ketua itu berbicara di depan para penduduk, mereka bersorak-sorai seakan sedang merayakan pesta.
Sean dan Vano di giring untuk masuk kedalam sebuah rumah kayu berukuran 4x4 meter. Tempat yang tidak layak untuk tempat tinggal manusia.
"Van! kau tidak apa-apa? lihat, betis mu keluar darah!" seru Sean khawatir
"Kau tidak usah terlalu panik. Lebih baik pikirkan bagaimana kita bisa terbebas dari tempat ini."
"Apa yang pria jelek itu katakan, kenapa orang-orang itu sangat senang?"
Vano membuang nafas kasar "Mungkin saja kau benar, kita akan jadi santapan nya malam ini."
"Hah? Ap-apa?! kau jangan bercanda Van!" ucap Sean ketakutan.
💜💜💜💜
Ayok terus dukung karya bunda. jangan lupa untuk like setelah membaca, kasih bintang 5 untuk karya ini, Beri gift atau vote agar Author semangat menulis. 🥰🥰🥰
cewek rambut panjang.... Safira kah...?
beruntung mereka, masih ada Markus yang bisa ngasih makan dan ramuan...
kok kayak nggak asing ya.... nama Markus ini....
ku beri kopi buat bunda biar gak ngantuk...
serta sekuntum mawar 🌹 merah tanda kasih sayang ku buat bunda Enny 😘....
love Nathan Alea dan zeevano 😍😘