NovelToon NovelToon
Secret Admirer

Secret Admirer

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Macet

Ketika Laura mendapatkan surat cinta, dia dengan tekad bulat akan menyusuri jejak sang pengagum!

....

Laura ingin rasanya memiliki seorang pacar, seperti remaja di sekitarnya. Sayangnya, orang-orang selalu menghindar, ketika bersitatap dengannya. Jadi, surat cinta itu membawanya pada ambisi yang kuat! Mampukah Laura menemukan si pengagum dan mendapatkan akhir bahagia yang ia impikan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Macet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Fakta

Fakta

Aku menyesap kopiku dengan anggun, tentu saja harus menjaga sikap karena saat ini sedang di kafe bersama dengan Wafi. Pagi tadi, sekitar jam sepuluh, aku yang sedang rebahan karena tidak tahu harus melakukan apa saat weekend, diajak Wafi untuk jalan-jalan. Hanya kami berdua. Aku senang, dan aku setuju.

"Tampaknya hubunganmu dengan Zen sangat akrab," celetuk Wafi. "Kemarin, kata Yuna kau bersama dengan Zen ketika menghampiri Yuna."

Yuna pasti berniat balas dendam karena aku menuntitnya. Aku menggeleng sebagai respon untuk Wafi, hubunganku dengan Zen memang tidak begitu akrab.

Wafi menatapku selidik, seolah tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Aku mendengus kesal dan menghabiskan kopiku sekali teguk, sebenarnya kopinya sisa sedikit. "Kenapa sih?" tanyaku penasaran, bertopang dagu menantikan jawaban dari Wafi.

"Aku tidak suka saja," kata Wafi enteng. Untuk kali ini aku tidak akan tersipu karena memang jawaban Wafi tidak memuaskan. Aku membuang muka dan berdecak kesal, jika diminta datang ke sini hanya untuk membicarakan hal yang tidak penting, aku tidak akan datang ke sini.

"Kau berubah," kata Wafi, perkataannya kentara dengan kecewa. "Laura tidak akan mengabaikanku, dia gadis yang pengertian dan memiliki segudang rasa sabar."

Untuk sesaat aku terdiam kemudian tersenyum lebar, aku ini memang sangat sabar, sabar menunggu kau mengajakku jadian hingga saat ini yang membuatku ragu. Aku ragu apakah kau benar ada si pemgagum rahasia atau bukan. Kupandang sendu Wafi dan berdehem meminimalisir rasa gugup.

"Aku ingin berbicara hal serius padamu," kata Wafi. "Sudah sejak lama ingin kukatakan, hanya saja selalu terhalang oleh sesuatu hal yang tak kuinginkan."

Aku memusatkan atensi pada Wafi yang menatap serius. Dia kembali melanjutkan perkataannya dengan kata-kata pujian yang terdengar familiar di telinga, tentu saja karena ini bukan yang pertama.

"Hari itu aku sudah berkata suka padamu, sudah mengajakmu jadian di depan umum. Jadi bagaimana jawabanmu Laura?" kata Wafi antusias dan aku menjadi linglung, bagaimana aku harus menjawab pertanyaan dari laki-laki ini.

"Aku tidak bisa," tolakku halus. Naluriku berkata untuk menunda masa jadian karena Wafi tidak menjanjikan. Jika dia memang si pengagum yang kucari, kenapa tidak sejak awal mengajakku jadian ketika mengungkapkan siapa dirinya. Kutatap Wafi dengan dalam, ekspresi lekaki itu terkejut dan tak percaya.

"Apa yang kurang dariku? Bukankah selama ini kaubertekad untuk mencari si pengagum dan mengajaknya jadian? Kenapa ketika kaumenemukannya, tidak dipedulikan," kata Wafi.

Aku memijat pelipis lantaran pusing, kemudian melipat tangan di meja. "Bukan begitu maksudku Wafi, aku memang tidak ingin berpacaran. Aku sudah mengambil banyak referensi dan menyimpulkan bahwasanya pacaran itu tak selamanya baik." ujarku.

"Kau menyia-nyiakan kesempatan Laura, di luar sana banyak orang yang ingin menjadi pacarku, dan aku memberikan hak esklusif padamu. Mengapa kau sangat bodoh dengan menolaknya?" kata Wafi. Aku tidak salah dengar, bukan? "Kau akan menyesal karena menolakku saat ini."

Aku sedikit tersinggung dan dengan cepat berdiri, masa bodo dengan perasaan yang pernag timbul atau pertemanan yang terjalin dengan cepat. Aku sangat kesal dengan sikap sombong Wafi, seolah mengatakan hanya dialah yang mau berpacaran denganku.

"Lepaskan! Aku sungguh tak akan menyesal," kataku tajam. Wafi masih kekeh menarik ujung bajuku yang membuatku harus menepis tangannya. "Tidak cukup kau membuat hatiku sakit dengan kata-katamu?!"

"Bukan begitu Laura," katanya lirih. Masih sempat untuk mengelak sedangkan aku mendengarnya dengan jelas?!

"Cukup sampai di sini hubungan pertemanan kita, aku tidak ingin memiliki teman lelaki bermuka dua yang memiliki banyak mantan." kataku kemudian menyeringai melihat Wafi yang kalang kabut. Aku merasa menang dan hendak pergi dari sana, tetapi perkataan Wafi selanjutnya membuatku termangu dengan malu.

"Maaf, aku sebenarnya tidak bermaksud untuk berkata seperti itu. Semua ini hanya bagian dari drama yang akan kumainkan di pentas drama minggi depan, kau tidak lupa kan Laura?" tukas Wafi. "Tetapi berkat ini, aku akhirnya mendapatkan jawaban darimu. Tidak apa, setidaknya kau tidak akan meninggalkan pertemanan kita.

Wafi tersenyum dan menunjukkan beberapa lembar kertas berisi naskah drama yang akan dia mainkan bersama krunya. Aku lupa memberitahu, Wafi itu sangat pandai berakting dan nyaris tidak memiliki kekurangan. Hanya orang teliti yang bisa melihat kejanggalan dalam intonasi suaranya, sayang sekali aku bukan salah satunya.

"Oh iya, aku baru ingat!" kataku tertawa kecil dan menggaruk kepala yang tak gatal. Aku kembali duduk dan berbincang sesaat dengan Wafi.

***

Aku keluar dari kafe ketika matahari tepat berada di tengah. Wafi sudah pulang terlebih dahulu karena katanya memiliki urusan mendadak, dia sempat menawarkan pulang bersama dan dengan percaya diri kutolak.Sekarang aku merasa menyesal tidak ikut dan terpaksa berteduh di warung pinggir jalan jiak tidak ingin kulitku terbakar.

Merasa sedikit haus aku membeli sebotol soda. Pandanganku tertuju ke depan, memperhatikan seorang gadis yang berdiri tegak di sana.

"Yuna?" kataku merasa heran kenapa Yuna ada di sana. Aku yang penasaran menghampri dan menepuk pundak gadis tersebut.

......................

Aku duduk dengan tidak santai di kursi yang semula kutempati. Wafi yang berada di depanku sudah pasti terkejut dan bingung, aku tidak peduli karena masih kesal pada Yuna.

"Kau kenapa sih?" kata Wafi. "Tadi pergi setelah mendengarkan perkataanku, sekarang kembali lagi dengan ekspresi kesal. Apa yang kautemui di luar hingga seperti ini?"

Aku diam. "Bicaralah Laura, jika kau diam saja, aku tidak tahu harus menanggapi bagaimana." ujar Wafi kemudian menarik rambutnya, sudah frustasi pasti. Aku kemudian menghela nafas dan menatap dalam pada Wafi, semoga dia sedikit merasakan rasa kesalku.

"Di luar aku bertemu dengan Yuna dan gadis itu menertawakan aku karena tidak punya pacar. Semenjak dia punya pacar, aku merasa dia sangat berbeda, seperti memiliki kepribadian lebih kasar dan asal berbicara. Alexander pasti menghasutnya untuk menjadi pribadi yang lebih buruk," kataku. "Menjengkelkan, aku berharap kaumenceramahi Yuna, supaya dia sadar bahwa aku ini temannya yang paling berharga."

"Hah? Alexander, siapa dia?" kata Wafi dengan bingung dan segera aku menutup mulut. Mampus, setelah ini Yuna pasti akan membunuhku karena sudah membocorkan hal ini, Yuna kan sudah pernah berkata jangan memberitahu bahwasanya dia tidak berpacaran pada Wafi.

"Lupakan, aku hanya bercanda!" seruku. Tetapi sepertinya Wafi sudah penasaran, dia menatap dengan minat.

"Siapa itu Alexander? Pacarnya? Kenapa aku baru tahu." kata Wafi. Aku jadi merasa bersalah pada Wafi yang seperti dikucilkan, Yuna memang gadis yang jahat karena sudah berpacaran. Bisa-bisanya kabar gembira itu dia sembunyikan dari Wafi.

"Katakan yang sebenarnya-" kata Wafi terhenti ketika gawainya berdering. Laki-laki itu tersenyum dan pamit kepadaku untuk mengangkat telepon, aku mengiyakan dan duduk menunggu dia kembali. Sembari duduk menunggu aku sangat bosan dan berakhir menatap ke arah jendela, dari ujung sana Yuna terlihat masih terlihat menunggu dan akhirnya pergi. Aku mendengus kesal, hatiku cemas tak karuan, seolah akan terjadi sesuatu hal yang menggemparkan.

Setelah beberapa saat aku menunggu, Wafi akhirnya kembali tetapi senyumannya berubah tidak enak dan berdiri tidak bergeming di hadapanku. "Kau di sini sebentar ya? Aku ingin menemui seseorang, tidak jauh dari kafe, atau mungkin masih are kafe. Setelah kembali akan kubayari makanammu."

Aku mengangguk dan memperhatikan Wafi yang melangkah pergi, semakin dia pergi jauh aku jadi cemas. Akhirnya, aku beranjak dari tempat duduk dan mengikuti Wafi dari belakang. Rasa penasaran itu tidak dapat dibiarkan begitu saja, aku harus menuntaskan rasa penasaran ini. Apa yang membuat Wafi begitu terburu-buru dan meninggalkan aku di sana seorang diri?

Selama aku mengikuti Wafi, aku tidak menemukan hal yang mencurigakan. Hingga kemudian, Wafi berhenti tepat di depan seorang gadis yang membuatku harus menutup mulut, ya karena itu Mutia! Gadis itu menampar wajah Wafi dan melontarkan kata-kata yang tidak dapat kudengar dengan jelas, lokasi kami cukup jauh. Tetapi samar aku mendengar Mutia berkata, "Kau laki-laki paling berengsek yang pernah kutahu. Berapa banyak lagi perempuan yang ingin kau jadikan sebagai mantan? Cukup hanya aku saja yang terluka."

Mutia mantannya Wafi? Aku ragu dengan itu, namun air mata Mutia kembali membuatku bungkam. Perempuan itu tampak sangat rapuh dan pergi dengan isak tangis. Aku hendak mendekat tetapi Wafi sudah terlebih dahulu melanjutkan perjalanannya.

Kakiku rasanya lemas untuk mengikuti, mungkin saja jika aku mengikuti Wafi, aku akan merasakan kecewa.

"Tidak boleh! Aku harus menuntaskan rasa penasaranku, apa pun yang menanti aku harus menghadapinya. Jangan kecewakan aku Wafi." kataku lirih.

1
tishabhista
lanjutttt...
Pena Macet: ceritanya udah tamat kak/Smile/
total 1 replies
Mona
lanjut kakkkk
Mona
Asekk dapat surat cinta 🔥
Khana Imoet
absen dl kk
Shinn Asuka
Tidak bisa menunggu untuk membaca karya baru dari author yang brilian ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!