Follow IG=> Fafacho88
Gibran Montana Sinaga harus mengalami penyesalan yang teramat sangat menyiksa dirinya. Penyesalan yang membuat hidupnya tak berarti lagi setelah kepergian perempuan yang telah ia jadikan budak dalam hidupnya, perempuan itu pergi membawa anaknya membuat dirinya cukup menderita..
Lima tahun kemudian ia melihat seorang perempuan yang begitu mirip dengan istrinya membuatnya begitu penasaran apakah itu istrinya atau bukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafacho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 11
Naina langsung melepas ciumannya saat Gibran sudah menelan bubur yang ia berikan melalui mulutnya.
Naina terkejut dengan dirinya sendiri yang telah cukup berani mencium Gibran barusan meskipun itu hanya caranya agar Gibran mau makan tapi hal tersebut terlalu berani ia lakukan. Tatapan Gibran menatap datar Naina, dia menelan bubur tersebut sambil melihat kearah perempuan yang telah lancang mencium dirinya lebih dulu.
“ma..maaf pak, sa.saya terpaksa melakukannya, ha..habisnya bapak tidak mau makan” ucap Naina terbata.
“Mana, aku bisa makan sendiri” tidak menanggapi ucapan Naina itu Gibran langsung mengambil paksa mangkuk bubur dari tangan Naina. Sedangkan Naina langsung berdiri dari duduknya, dia tampak kikuk dan salah tingkah atas apa yang dia lakukan.
“Ka..kalau begitu saya kebawah dulu pak, pak Khalif mau datang untuk mengambil pesanannya” ucap Naina dan akan pergi.
“Khalif? Kenapa dia kesini bukannya kau sudah menelponnya tadi dan pesanan, pesanan apa yang kau maksud?” tukas Gibran dan menatap Naina yang akan pergi.
Naina langsung menghentikan langkahnya menatap Gibran.
“Tadi, Tadi pak Khalif pesan untuk dibuatkan sambal udang pak. Ja..jadi saya membuatkannya untuk beliau”
“Kenapa harus kau yang membuatkan dan untuk apa dia menyuruhmu”
“Dia menyuruhku karena waktu itu aku membawa bekal sambal udang dan pak Khalif mencicipinya, jadi dia memintaku untuk membuatkannya itu” jelas Naina.
“Tidak usah temui dia, kau disini saja. kau tidak lihat aku sedang sakit”
“Tapi pak,”
“Tidak usah tapi-tapian, suruh saja dia mengambil di bawah dan bilang kau tidak dirumah”
“Suapi aku” lanjut Gibran dan menyodorkan mangkuk bubur pada Naina.
Naina menelan ludahnya bahkan dia cegukan karena ia pikir Gibran meminta dirinya untuk menyuapi seperti tadi.
“Pakai sendok” tukas Gibran seakan tahu apa yang dipikirkan Naina.
Naina hanya bisa mengiyakannya, dia langsung duduk kembali di tepi ranjang sebelah Gibran dan siap untuk menyuapi pria itu.
“Seberapa dekat kau dengan Khalif, jangan pernah kau mengambil keuntungan darinya” tukas Gibran mengancam Naina.
“Keuntungan apa maksudnya pak saya tidak mengerti”
“Tidak usah pura-pura bodoh, kau sengaja menggodanya kan agar nanti kau bisa bersama dengannya”
“Pak Gibran bicara apa sih, saya tidak ada niatan begitu pak”
“Nggak usah pura-pura, aku tahu kau perempuan mata duitan. Apa saja kalau lakukan demi mendapatkan uang, mau kurang uang dariku” sinis Gibran sambil memberikan tatapan merendahkan.
“Cukup pak Gibran, bapak selama ini selalu kasar padaku, selalu menghinaku. Aku masih diam saja tidak kali ini pak, saya sudah tidak tahan dengan ucap-ucapan bapak yang menyakitkan. Bapak makan sendiri saja, jangan pernah memerintah ku lagi kalau bapak masih berbicara kasar padaku” Naina langsung menaruh mangkuk buburnya di nakas meja. ia langsung berjalan pergi meninggalkan Gibran yang terdiam karena ucapan Naina yang cukup berani padanya.
“Ada apa dengan perempuan itu, kenapa hari ini dia berani sekali denganku” gumam Gibran sambil melihat kepergian Naina. Mata Gibran melebar saat Naina menutup pintu cukup keras, dia sangat terkejut dengan sikap Naina saat ini yang lebih berani dari biasanya.
.................................
“Terimakasih ya Nai, kamu sudah buatin saya sambal udang” ucap Khalif pada Naina yang berada didepannya saat ini. Mereka sekarang berdiri didepan rumah Gibran, Naina mengantar Khalif kedepan karena pria itu harus segera pamit bekerja.
“Iya sama-sama pak,”
“Kok pak sih, bukannya aku sudah suruh kamu panggil aku mas dan kamu setuju. Jangan pak ah, ulangi”
“Maaf mas, tadi saya salah bicara”
“Nah gitu dong, masa kamu manggil aku pak sih. Kita kan teman” ucap Khalif gemas sambil mengacak rambut Naina. Ia terlihat bahagia hari ini bisa melihat Naina.
“Ya sudah kalau begitu aku berangkat ya,” ucap Khalif lagi.
“Iya mas hati-hati”
“Eh sebentar deng, aku mau tanya deh sama kamu Nai. Kamu nggak capek apa kerja di kantor terus kerja ngurus rumahnya Gibran juga. mendingan kamu nggak usah kerja dirumah Gibran Nai, satu pekerjaan saja”
“Nggak bisa mas, kebutuhan keluargaku banyak jadi kurang cukup kalau cuman ngandelin satu pekerjaan” bohong Naina.
“Gimana kalau kita nikah, jadi kamu nggak berat buat bantu orang tua kamu”
“Ma..maksudnya mas?”
Khalif langsung terdiam, dia terlalu kelabasan saat bicara. Kenapa dia sejujur ini didepan naina, rutuk Khalif dalam hati.
“Nggak, aku bercanda Nai...ya sudah aku pergi dulu sampai jumpa besok di kantor. Oh iya kalau bawa bekal nanti aku minta ya” pungkas Khalif.
“Siap mas” jawab Naina sambil tersenyum kecil dan melambaikan tangan pada Khalif yang juga tersenyum masuk kedalam mobil.
“oke besok aku temui kamu di dapur ob ya” ucap Khalif dari dalam mobil.
Setelah itu Khalif langsung menjalankan mobilnya pergi meninggalkan rumah Gibran, tanpa di duga sedari tadi ada yang melihat mereka dari balkon kamar. siapa lagi yang melihat kalau bukan Gibran tangannya mencengkram kuat besi pembatas di balkonnya tersebut.
“Beraninya kalian bermesraan di rumahku” gumam Gibran menatap tajam.
Naina merasa seperti ada yang mengawasinya sedari tadi membuat dia mendongak keatas untuk melihat siapa yang memperhatikannya tapi tak ada seorangpun yang memperhatikan dirinya saat ini.
..............................................
Naina akan berjalan masuk kedalam kamarnya tapi saat dia membuka pintu pelan tak terduga dia mendengar pembicaraan Gibran dan juga kekasihnya melalui sambungan telpon.
“Aku minta maaf sayang hari ini aku nggak bisa, aku sakit” ucap Gibran merasa bersalah pada kekasihnya.
“Cuman demam kok, kamu nggak usah khawatir. Kalau kamu mau pergi sama temanmu silahkan, aku nggak marah”
“Hemmm,”
“Jadilah, aku sudah beberapa kali melakukannya dengan perempuan itu aku yakin dia sebentar lagi akan hamil. dan saat dia sudah melahirkan nanti anaknya akan kita rawat berdua sayang, kamu tenang saja tidak usah khawatir aku hanya cinta padamu tidak mungkin juga aku jatuh cinta pada perempuan rendahan seperti itu”
“Kamu percaya saja padaku sayang, aku mencintaimu. Sudah deh nggak usah cemas anakku nanti juga anakmu dia langsung aku pisahkan dari ibunya saat dia lahir agar dia tidak tahu kalau kau bukan ibunya”
Pegangan Naina pada gagang pintu mulai mengendur, badannya seakan lemas mendengar ucapan Gibran barusan. Itukah rencana pria itu nanti, dia akan memisahkan dirinya dengan anaknya kalau ia memang benar-benar akan hamil anak dari Gibran.
“Nggak, aku nggak akan biarkan itu pak Gibran. Kalau misalkan aku hamil nanti, tidak akan ada yang bisa memisahkan diriku dan anakku nantinya termasuk kau pak Gibran. Dia anakku bukan anak kekasihmu” lirih Naina sambil melihat Gibran yang berada didalam kamar masih berbicara dengan kekasihnya.
°°°
T.B.C