Karna menolong seseorang membuat Rafdelia menjalani kehidupan yang tidak di inginkan nya tetapi seiring berjalannya waktu Rafdelia menjadi menerima takdir kehidupannya.
ketahui kelanjutan kisah hidup Rafdelia dengan membaca cerita ini dari awal ya teman.
SELAMAT MEMBACA..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febri inike putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Glekk! otak Zein seketika bertraveling ria... Tiba-tiba Zein langsung mendekati Rafdelia dari belakang. Ia menarik ikat rambut Rafdelia sehingga rambut panjang gadis itu tergerai bebas mengenai wajah Zein. Tercium jelas aroma jeruk dari shampo Rafdelia.
"Astaghfirullah... Kenapa ini?" Rafdelia benar-benar terkejut bukan main dengan apa yang terjadi. Setelah membalik badan kebelakang ia melihat Zein dengan jarak sangat dekat dengannya. Rafdelia mendorong dada bidang Zein agar sedikit menjauh darinya.
"Mas kenapa sih? Kok diambil ikat rambutku?" tanya Rafdelia kesal.
"Kamu sengaja ya mau godain saya terus?" Zein mendekatkan wajahnya kearah Rafdelia, spontan membuat gadis itu mundur.
" Maksudnya?" Rafdelia semakin bingung.
Zein terdiam...
"Biarkan tergerai!" Zein kembali ke meja makan.
"Issshh.. Stres ni orang! Pagi-pagi udah ngajak ribut. Bener kan, semalam dia cuma kesambet sebentar makanya tiba-tiba baik. Sekarang udah balik lagi arogannya." umpat Rafdelia dalam hati dengan bibir manyun.
Rafdelia meletakkan secangkir kopi dihadapan Zein. Hatinya masih kesal namun ia tetap melakukan tugasnya memasukkan kedalam piring beberapa sendok nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi untuk suaminya itu, tak lupa segelas air putih. Lalu ia pun duduk di kursi yang berseberangan dengan Zein, untuk sarapan juga.
Zein terus melihat wajah kesal Rafdelia dengan bibir manyunnya yang terlihat sangat lucu. Diam-diam Zein tertawa sendiri.
"Nanti kamu masuk apa?" Zein membuka pembicaraan seolah-olah tidak terjadi apa-apa tadi.
"Malam." jawab Rafdelia singkat tanpa menoleh ke arah Zein.
"Kamu kenapa kok ketus gitu?" tanya Zein.
"Gak kenapa-kenapa!" jawab Rafdelia singkat.
"Marah ya sama saya?" Zein bertanya santai.
"Pikir sendiri!" jawabnya lagi dengan wajah kesal.
"Mana saya tau, kamu dong kasi tau.." ucap Zein datar.
"Mas ini kenapa sis selalu nuduh aku yang buruk-buruk?! Aku menjebak lah. Ngincar harta kamu lah.. Godain kamu... Kesal aku tu!!" Rafdelia bicara sedikit keras.
Zein terdiam mendengar ucapan Rafdelia.
"Lagian darimana nya aku godain kamu terus? Liat aja aku kayak gini gak ada **** **** nya!" tambah Rafdelia lagi belum puas.
"Kamu lupa, beberapa malam lalu kamu sengaja keluar kamar pake baju tipis. Apalagi kalau bukan mau godain saya?" jawab Zein datar.
"Ya ampun... Jadi kamu pikir aku sengaja? CK!! Malam itu kamu gak pulang-pulang, udah dini hari kamu juga masih gak ada disini. Jadi aku pikir kamu menginap di suatu tempat. Makanya aku berani keluar kamar pake pakaian tidur aku. Kalau tau ada orang, aku gak bakal berani keluar kayak gitu!" jawab Rafdelia tak habis pikir dengan pikiran Zein.
"Alasan!" sanggah Zein membuat Rafdelia semakin kesal.
"Terserah mas lah! Lagian mau aku goda atau gak pun, kamu gak bakal tergoda kan? Aku mau pake baju tipis atau bugil sekalian kamu juga gak bakal tertarik kan! Ya udah... Ngapain kamu sibuk!"
Zein terkejut dengan ucapan Rafdelia.
"Kamu benar saya memang gak akan tergoda. Saya memang gak tertarik sama kamu..." Zein mengalihkan pandanganya ke arah lain.
"Baguslah. Karena dalam perjanjiannya tidak boleh saling jatuh cinta kan.. Dan gak boleh ada kontak fisik antara kita!" Rafdelia mengingatkan.
Suasana hening seketika...
"Nanti kamu berangkat kerja diantar supir ya." ucap Zein lembut.
Kening Rafdelia berkerut melihat perubahan Zein yang tiba-tiba.
"Tadi dia nyebelin, sekarang malah baik-baik. Bipolar ya ni orang?! Batin Rafdelia.
"Kamu kok diam? Saya bilang nanti perginya diantar sopir." ulang Zein lagi.
"Gak usah mas. Makasih, aku naik taxi online aja." tolak Rafdelia.
"Gak ada penolakan. Mulai sekarang kalau mau kemana-mana harus diantar sopir." tegas Zein.
"Gak mau mas... Aku gak mau pake fasilitas kamu. Nanti orang-orang liat bisa jadi omongan. Sebisa mungkin aku gak mau orang curiga." tolak Rafdelia lagi. Zein mencoba mencerna ucapan Rafdelia barusan. Sepertinya benar apa yang Tony katakan semalam bahwa gadis itu tidak menginginkan apa-apa darinya, mungkin memang murni demi maminya semata.
"Untuk yang satu ini kamu gak bole nolak. Kamu itu perempuan, gak baik kemana-mana sendiri. Apalagi kalau pergi dan pulang kemalaman. Bagaimanapun kamu masih tanggung jawab saya. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, mami bisa marah besar sama saya." jelas Rafdelia lagi.
"Terserah kamu aja, mas." Rafdelia pasrah kalau sudah menyangkut mertuanya.
"Bagus. Saya suka kalau kamu nurut." Zein tersenyum hangat pada Rafdelia.
Deg. Jantung Rafdelia berdebar lagi. Ia tak suka perasaan ini. Ia takut hatinya berharap lebih pada pria itu jika selalu bersikap hangat seperti ini.
****
Pukul 20.00 wib...
Rafdelia turun dari mobil. Ia pamit kepada pak Arhan, supir pribadi Zein yang baru saja mengantarnya. Ia sengaja meminta diturunkan tidak terlalu dekat dengan rumah sakit, agar tidak ada yang melihat.
Ketika sudah memasuki area rumah sakit, ia berjalan sambil sesekali menyebar senyum dan sapa kepada siapa yang berpapasan dengannya. Ia memang dikenal sebagai pribadi yang kalem dan mudah tersenyum.
Tak banyak yang tau, Rafdelia adalah pribadi yang tertutup sebenarnya, cenderung sedikit introvert. Ia sulit untuk dekat dengan orang lain jika membuatnya merasa kurang nyaman. Namun jika untuk sekedar bertegur sapa dan berteman biasa tanpa harus akrab, Rafdelia masih bisa. Oleh sebab itu ia memang tidak memiliki teman akrab dalam hidupnya, kecuali mami Zora yang sudah ia anggap sebagai ibu kandung sendiri. Mungkin juga dikarenakan latar belakang hidupnya yang berbeda. Sebagai gadis yang besar disebuah pantai asuhan, tak jarang membuatnya cenderung menarik diri. dari kecil ia sudah sering di bully di sekolah. Ucapan-ucapan merendahkan kerap ia terima. Julukan sebagai *Anak haram* itulah yang paling membuatnya kena mental. Mau marah tapi tak bisa karena mungkin saja ia memang anak yang lahir dari hasil perbuatan haram. Ia bahkan tidak tau siapa orangtuanya karena ia ditemukan ketika masih bayi merah hanya berbungkus kain panjang di depan gerbang panti asuhan yang membesarkannya. Ia sering menangis jika perasaan itu sudah semakin terluka, namun hanya dalam kesendirian. Tidak ada tempat mengadu ataupun yang membela dirinya. Dari kecil ia terbiasa sendiri. hingga ia bertekad ingin menjadi orang yang berhasil agar tidak ada lagi yang bisa menghina dan menginjak-injak harga dirinya.