Zoya Putri Sasmita tau dia seperti cari mati karena berani melamar kerja di perusahaan orang tua mantan temannya yang selalu membencinya waktu SMA.
Tapi prospek kerja di sana sangat menjanjikan. Apalagi dengan hobi travellingnya ya jing sering menyusahkan dompet kedua kakak laki lakinya.
Jika dirinya berhasi diterima, kedua kakaknya pasti akan sangat bersuka cita dan semakin mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Nathan
Eleanor mengamati Zoya penuh selidik. Dia baru tersadar kalo gadis ini yang selalu bersama Cleora dan teman temannya. Dan kemarin ikut tes dengannya.
Ya. Yang mendapatkan nilai sempurna dan langsung menempari posisi Nathan.
Nathan, Fazza, Eriel dan Jeff sepertinya cukup mengenalnya. Bahkan Eriel sempat tersenyum ramah padanya.
"Apa hubungan kamu dengan Cleora? Kelihatannya kalian cukup akrab," tanyanya penuh selidik.
"Anda sedang menyelidiki saya?" senyum Zoya mengejak.
Eleanor kembali mendelikkan matanya, ngga nyangka akan mendapat jawaban penuh kesombongan.
"Apa hubunganmu dengan Nathan?" ketus Eleanor mendadak merasa kalo gadis di depannya ini agak menantangnya.
"Tidak ada,' sahut Zoya sambil merapikan empat berkas.yang sudah selesai dia cetak.
Sebentar lagi dia akan menemui bosnya sekaligus menyerahkan berkas berkas ini pada laki laki yang sedang menunggu dengan tidak sabar di ruangannya.
Zoya akan menemui Nathan setelah gadis meresahkan ini pergi.
Eleanor menghembuskan nafas lega. Setidaknya gadis ini hanya mengalahkannya untuk posisi personal asisten Nathan saja. Bukan di hati Nathan.
Nathan ngga mungkin tertarik padanya. Dia lebih seksi darinya.
"Nona, sebaiknya anda segera pergi," usir Zoya tanpa basa basi.
"Kamu mengusirku?" Eleanor mendelik.
"Bukannya tuan Nathan tidak mau menemui anda? Kenapa anda masih bertahan di sini?"
Sialan, dia berani sekali. Hanya karena lebih unggul sedikit darinya, gadis ini mulai sombong, decak Eleanor kesal dalam hati.
Tapi dia juga masih penasaran, siapa gadis yang sudah mengalahkannya dengan telak ini sebenarnya. Apa hubungannya dengan Cleora karena mereka terlihat akrab sekali. Sayangnya gadis kecil menyebalkan itu kemarin juga ngga mau mengatakan padanya.
Dia harus bertanya pada siapa?
Jeff sudah seperti patung batu. Fazza.... Hmmm... Eleanor semakin penasaran pada laki laki tampan sepupu Nathan yang sudah menolaknya mentah mentah. Mungkin Eriel. Laki laki itu paling gampang dirayu. Dia akan memberikan sedikit bonus padanya agar mau bercerita padanya.
"Baiklah, aku pergi. Titip paper bag ini buat Nathan. Katakan padanya, isinya harus dihabiskan, oke," perintah Eleanor layaknya dia istri Nathan, atau pemilik separuh saham di perusahaan keluarga Nathan ini sinis.
"Baik, nona," Zoya menjawab sopan demi etika sebagai bawahan Nathan. Padahal dalam hati Zoya ingin melemparkan paper bag ini ke wajah kemayu Eleanor.
Heran dia melihat ada perempuan yang ngga tau malu separah ini. Jelas jelas kemarin Nathan sudah menolaknya sampai dia harus bertangisan air mata.
Kemudian dengan angkuh Eleanor meletakkan paper bagnya di atas meja Nathan dan melenggang pergi.
Setelah memastikan Eleanor memasuki lift dan pintunya tertutup, Zoya bergegas ke ruangan Nathan dengan terpaksa membawa paper bag yang diberikan Eleanor untuk laki laki itu.
Seperti tau kalo dia yang datang, Nathan memerintahkanya masuk.
Dengan tenang Zoya melangkah menghampiri Nathan yang masih sibuk dengan tangannya yang selalu menggoreskan tinta tanda tangan yang bernilai milyaran itu.
"Ini sarapan anda dari teman spesial katanya," sindir Zoya sambil meletakkan paper bag itu di atas meja.
"Buang saja," sahut Nathan tanpa melihat ke arahnya.
Dia serius? Mata Zoya menatap ngga percaya. Seakan ada klue yang membuatnya yakin kalo keduanya masih marahan, tepatnya Nathan yang masih marah. Dan gadis meresahkan itu sedang memohon maaf padanya. Tapi masih belum dimaafkan.
"Kamu cepat periksa empat berkas itu dulu. Kalo ada bagian yang janggal, langsung di centang saja," ujarnya lagi sambil terus menandatangani kertas kertas yang tampak menumpuk di depannya.
"Baik."
"Mau kemana?" tanya Nathan sambil mendongak saat melihat gadis ini memutar tubuhnya untuk pergi.
"Ke meja ku. Aku akan mengerjakannya di sana," jelas Zoya cepat
Ini harus segera clear, bukan?
"Kamu kerjakan di sini. Di depanku. Harus cepat, karena aku ngga mau telat ketemu klien," tegas Nathan memberi perintah seraya memberi isyarat dimana Zoya harus duduk.
Jantung Zoya langsung tantrum
Dia akan sulit konsentrasi kalo begini, keluhnya membatin.
"Kenapa bengong? Kamu belum sarapan? Makan aja dari paper bag ini," seru Nathan bertubi tubi, salah paham.
Zoya menggelengkan kepalanya dan secepatnya duduk di kursi di depan meja Nathan.
Ngga sudi dia makan yang bukan untuknya. Bisa mulas bahkan cacingan ntar.
Untung meja Nathan cukup besar, hingga jarak mereka ngga terlalu dekat.
Zoya melirik banyaknya map map dan kertas kertas yang sudah terbuka dan sedang dicoret coret laki laki itu. Coretan yang sangat menentukan nasib relasi bisnisnya. Coretan yang menghasilkan banyak uang.
Seingat Zoya, dari dulu coretan tangan Nathan selalu bernilai tinggi.
Dulu coretan tanda tangannya sebagai ketua osis selalu ditunggu tunggu demi diterimanya proposal yang mendukung acara sekolah dan sudah lolos dari segala kesalahan dan revisi.
Juga coretannya di kanvas. Nathan sangat pintar melukis. Dia pernah juara setingkat provinsi waktu kelas satu SMA. Sayangnya Nathan ngga menekuninya lagi.
Kalo di pikir pikir, dibalik kesibukannya yang seabreg, Nathan lebih pantas menang darinya.
Beda dengan dirinya yang ngga pernah ikut lomba apa pun bahkan osis sekalipun. Zoya adalah kaum rebahan yang beruntung.
Satu satunya noda yag di dapat Nathan adalah dari dirimya. Selain itu Nathan terbaik dalam banyak hal.
"Sudah selesai berapa banyak?" tanya Nathan mengagetkannya
Gawat, dia melamun.
Zoya agak gelagapan karena kini netra teduhnya sedang menyorot padanya.
Wajah Zoya memanas, jantungnya kembali tantrum lagi.
Dia ngga menjawab, tapi mulai membuka map yang paling atas.
Cuma saking gugupnya, kertas kertas yang akan di koreksinya berhamburan ke lantai.
Zoya pun berjongkok buru buru mengambilnya apa lagi dia mendengar suara kursi di geser.
Kursi Nathan.
Zoya pun lupa dengan apa yang menimpanya tadi, dan kembali mengulang perbuatan bodohnya.
Tapi satu tangan kokoh menahan pinggiran keras itu mencium keningnya lagi.
Matanya menatap wajah yang berdiri menjulang di depannya.
"Sampai kapan mau jongkok begitu?" tanya Nathan sambil menyerigai.
Buru buru Zoya bangkit dan kini berdiri berhadap hadapan dengan Nathan.
"Apa tadi kamu juga terbentur?"
"Auw... sakit," ringis Zoya ketika Nathan menekan cukup keras keningnya dengan ujung jari telunjuknya.
Zoya pun menjauhkan jari kejam itu dengan tepisan kasar. Matanya menatap sebal.
Nathan hanya menaikkan satu alisnya, kemudian berlaku dari situ ke arah ruangan khususnya.
Entahlah, Zoya baru melihatnya.
Dengan kesal Zoya segera duduk kembali di kursinya.
Dia memegang kepalanya yang sudah diselamatkan Nathan.
Hatinya sedikit berbunga karena ngga nyangka Nathan akan melakukannya. Senyumnya terkembamg begitu saja.
Dulu juga Nathan pernah begitu. Menyelamatkannya yang hampir terjatuh dari tangga sekolahnya waktu SMA.
Tapi senyumnya surut kala mendengar langkah Nathan menghampirinya. Dia sepertinya sudah keluar dari ruang pribadinya.
Dengan menyandarkan dirinya di belakang meja di samping Zoya, Nathan mengoleskan sesuatu di keningnya dengan cepat.
Merasa ada yang dingin di kulit keningnya ditambah sedikit nyeri, Zoya mendongak.
"Nih, kamu lebih membutuhkan. Laen kali jangan ceroboh. Sayangi satu satunya aset berhargamu," tukas Nathan sambil meletakkan salep yang baru saja digunakankan tadi ke telapak tangan Zoya.
Tanpa.mempedulikan tatapan Zoya yang masih terpaku padanya, Nathan berjalan kembali ke kursinya dengan gaya tak acuhnya.
apalag aq yg ingatannya sependek ikan dori 🤣