Memiliki Suami tampan,baik, penyanyang, pengertian, bahkan mertua yang baik adalah sebuah keberuntungan. Tapi bagaimana jika semua itu adalah hanya kamuflase?
Riska Sri Rahayu istri dari Danang Hermansyah. Mereka sudah menikah selama 4 tahun lebih namun mereka belum memiliki buah hati. Riska sempat hamil namun keguguran. Saking baiknya suami dan mertua nya tidak pernah mengungkit soal anak. Dan terlihat sangat menyanyangi Riska, Riska tidak pernah menaruh curiga pada suaminya itu.
Namun suatu hari Riska terkejut ketika mendengar langsung dari sang mertua jika suami nya sudah menikah lagi. Bahkan saat ini adik madu nya itu tengah berbadan dua.
Riska harus menerima kenyataan pahit manakala yang menjadi adik madu nya adalah sepupu nya sendiri.
Sanggupkah Riska bertahan dan bagaimana Riska membalaskan sakit hati nya kepada para pengkhianat yang tega menusuk nya dari belakang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Misi
"Semoga saja cepat menular yah, Ris. Tapi kok bibi ragu sih. Bibi tidak begitu yakin kamu akan dapat keturunan. Soalnya sudah lebih dari 4 tahun kan? Dan belum ada tanda-tanda mau hamil ya? jangan-jangan kamu susah memiliki momongan. Itu perlu waspada lo Ris. Jangan-jangan kamu mandul, Ris?."
Refleks Riska melepas kan genggaman tangan mereka.
Jleb!.
Ucapan Narti bagai sembilah pisau tajam yang mampu menusuk hati Riska hingga ke palungnya. Sakit sekali rasanya. Luka parah tidak berdarah, darahnya menggelegak seketika sampai ke ubun-ubun. Emosi yang sejak tadi Riska tahan kini meletup-letup kembali. Tanpa sadar Riska mengepalkan kedua tangan kuat-kuat. Dadanya naik turun sebab kata-kata tajam tersebut.
Riska berusaha untuk tenang karena ia tahu para pengkhianat itu tidak bisa di kasari, bisa-bisa dia hilang harga diri karena marah-marah di depan banyak orang.
Dalam hati ia merapalkan istigfar berulang kali hingga emosi nya sedikit meredam. Nafas yang memburu sedikit lebih tenang saat ini.
"Aku tidak mandul, Bi. Pernah hamil dan melahirkan juga. Hanya saja Allah lebih sayang anak itu dari pada aku. Kalau sampai saat ini aku belum hamil aku justru bersyukur, Bi. Sebab aku yakin akan ada hikmah di baliknya. Allah maha tahu yang terbaik untuk hambanya. Ya siapa tahu pernikahan kami tidak berlangsung lama begitu. Misalnya, aku jadi janda juga tidak repot dengan urusan anak." Riska menoleh kan muka nya ke arah Danang yang tiba-tiba terdiam di tempatnya.
Mungkin laki-laki itu kaget dengan kata cerai yang tiba-tiba meluncur dari bibir Riska, memang dia juga menginginkan perpisahan tapi setelah anaknya lahir dengan tujuan memiliki waktu untuk menguras harta Riska. Riska sudah bisa menebak jalan pikiran laki-laki yang sudah membersamainya selama 4 tahun ini. Sayang nya sebelum itu terjadi, Riska akan mengajukan secepatnya tidak harus menunggu anak itu lahir.
"Memangnya kalian mau bercerai?." ucap Narti dengan hati-hati.
"Tidak menutup kemungkinan, Bu. Aku tahu perceraian itu di benci Tuhan. Tapi, kalau memang suatu saat aku menemukan sesuatu yang tidak beres, perselingkuhan misalnya. Tentu, aku tidak akan segan-segan untuk menggugat cerai Mas Danang. Ya nggak, Mas? " sindir Riska sembari menyenggol lengan Danang.
Danang justru mendelik ke arah Riska setelah susah payah dia menelan ludah. Riska mengedipkan bahu.
"Tapi, aku percaya kok, Mas Danang bukan tipe-tipe laki-laki punya selingkuhan. Ya nggak, Siska?." Riska menatap wajah sepupu nya yang terlihat salah tingkah. Narti membuang muka ke arah lain. Ruang tamu mendadak panas. Tidak ada seorang pun yang berucap. Berbeda dengan situasi di belakang atau di bagian dapur, di sana suara riuh terdengar dari orang-orang yang rewang hingga ke ruang tamu ini.
Tak lama kemudian Narti pergi ke belakang lagi.
"Ngomong-ngomong ke mana suamimu, Siska? kok nggak kelihatan?." Siska yang sedang menunduk menatap layar handphone itu mendongak. Lalu, dia menatap Danang. Seolah sedang meminta jawaban dari suaminya tersebut.
"Ris, suaminya Siska itu kan orang sibuk. Jadi tidak setiap waktu bisa ikut bepergian bareng istrinya." seperti dugaan Riska, Danang yang menjadi juru bicara Siska.
"Kenapa Mas yang menjawab? seolah paham betul bagaimana suaminya Siska? Memang sedekat apa hubungan kalian?." lagi-lagi Danang dan Siska salah tingkah.
"Biasanya sesibuk apapun suami, kalau untuk acara anak pasti akan menemani istrinya. Masak sih tidak bisa izin barang sehari pun. Ah, jangan-jangan slentingan yang kudengar itu benar. Tapi semoga memang benar-benar sibuk ya, bukan karena sibuk dengan istri tuanya."
Riska melirik suaminya lagi terlihat Danang kesusahan menelan ludahnya sendiri.
Kemudian pandangannya di alihkan ke arah Siska yang tertunduk menatap layar handphone nya.
"Kamu menunggu telepon dari siapa, Siska? apa dari suamimu?." tanya Riska kembali memancing emosi keduanya.
"Ah aku yakin suamimu itu sedang sibuk. Kamu yang sabar Siska, biasanya laki-laki seperti itu adalah tipe laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Masak untuk acara anaknya saja dia tidak mau libur, apa itu tidak keterlaluan?." ucap Riska membuat keduanya menatap tak suka dengan apa yang di ucapkan Riska.
Kemudian tanpa rasa bersalah, Riska menyuapkan makanan ke mulut suaminya. Seperti keinginan Riska, Siska mendelik ke arah suaminya. Sementara Danang tidak bisa berbuat apa-apa selain mengunyah makanan yang sudah terlanjur masuk ke dalam mulutnya. Riska yakin hati Danang pun tersiksa karena merasa serba salah. Bingung di satu sisi istri sah dan satu lagi istri siri nya.
"Mas, nggak niat gitu nyuapin aku? Sudah lama Mas tidak melakukan itu. Suapin aku dong!." Sebenarnya Riska jijik melakukan itu, namun Riska ingin sekali membuat Siska cemburu melihat kemesraan mereka.
Danang terdiam sesaat sebelum akhirnya mengambil lambang sari dan menyuapkan ke mulut Riska.
"Dih, kaya pasangan pengantin baru aja, Mbak. Lebay!." Siska sewot seketika, hati nya panas melihat suaminya bersama istri tuanya.
'Siska, Siska, baru segitu saja di goda kamu udah sakit hati, bagaimana jadinya kalau kamu yang ada di posisi aku?. Mungkin, bukan hanya cemburu yang kamu rasakan, lebih dari itu. Bisa jadi kamu gantung diri karena tidak sanggup di khianati hahahaa.' Batin Riska tertawa miris, bagaimana tidak, karena dia ada di posisi orang yang di khianati. Tapi tenang saja, Riska tidak bodoh dan masih punya iman sehingga dia tidak akan melakukan tindakan bodoh dan di benci Tuhan.
***
Malam ini, rumah Narti rame dengan sanak saudara, tetangga kiri-kanan yang ikut mendoakan untuk calon bayi Siska. Riska dan Danang pun ada di antara mereka. Jangan di tanya bagaimana perasaan Riska saat ini? hancur tak terperih. Tapi Riska tidak menunjukkan kelemahan di hadapan mereka. Dia berusaha mati-matian untuk tegar di saat suaminya khusyuk mengikuti acara tersebut. Bersabar dan menahan emosi itu yang Riska lakukan saat ini.
Tepat di saat orang-orang yang rewang mengeluarkan makanan untuk menjamu tamu undangan setelah acara pengajian, Riska menyelinap masu ke kamar mandi Narti yang ada di samping kamar Siska. Di sana Riska menjalankan aksinya. Ingin bermain-main sedikit saja. Agar mereka bertiga merasakan sanksi sosial dari masyarakat.
[Kamu masih mencintai dia, Mas? katanya kalau anak ini lahir kamu mau menceraikannya? Gimana sih!."] Rekaman suara Siska yang berdurasi pendek yang sengaja Riska potong segera di kirimkan ke Mbak Ningsih-perempuan yang terkenal biang gosip di kampung ini. Kebetulan dia juga hadir di sini.
Setelahnya, Riska ke luar dari kamar mandi dengan pura-pura memegangi perut. Wajahnya pun di buat selemah mungkin agar menyakinkan kalau wanita itu memang tidak baik-baik saja.
"Mbak, kenapa? sakit perut?." Tanya Siska yang pertama melihat Riska keluar dari toilet.
"Iya, nih. Nggak tahu makan apa?. Ah ingat. Mungkin karena tadi di jalan makan rujak yang terlalu pedes kali yah. Makannya perut ku sakit."
'Duh mengapa aku jadi pandai berbohong begini? kalian bertiga sih yang membuat aku jadi pandai berdusta seperti ini.' Riska merutuki di dalam hati.
"Aku ambilkan obat dulu, ya. Tunggu di sini." Riska mengangguk saat Siska masuk ke kamar nya.
Detik berikutnya mulai terdengar kasak kusuk dari mulut Ibu-Ibu rewang yang ada di dapur. Riska melongok ke arah dapur. Mbak Ningsih sedang menunjukkan vidio kiriman Riska tadi ke orang-orang yang ada di sekitar nya.
"Ya Allah... Jadi ini alasan suaminya nggak bisa datang? ternyata istri kedua. Pantas saja, Oalah jubule hanya jadi istri simpanan, toh. Tapi gaya nya Ibu nya itu selangit. Masih lebih baik aku!." Suara Mbak Inah menggelegar memenuhi ruangan dapur.
Riska masih pura-pura tidak peduli tapi hatinya bersorak senang. Setidaknya dia berhasil menyebarkan rahasia busuk Siska. Biarlah ibu-ibu yang mencaci dan alam menghukum Siska dan ibunya.
"Memang ada apa? Ada berita apa?." Mak Butet yang baru masuk dari depan pun penasaran dengan apa yang sedang di bicarakan ibu-ibu di belakang.
"Lihat ini. Ternyata Siska itu istri kedua. Tapi dia malah tega menyuruh suaminya menceraikan istri tua nya. Jahat yah." Mbak Ningsih mulai angkat bicara lagi.
"Memang... dimana-mana istri kedua itu ingin berkuasa. Cuman aku tidak menyangka Siska bisa menjadi pelakor. Mengerikan, tapi Ibu nya gaya nya selangit akhir-akhir ini. Apa dia tidak tahu kalau anaknya itu perusak rumah tangga orang? sungguh menjijikan." Riska tersenyum tipis saat mendengar suara Bi Jum.
Dalam diri Riska tersenyum puas mendengar suara-suara sumbang di dapur. Saatnya pura-pura tidak tahu. Riska pun memegang perut hingga pura-pura jongkok di depan kamar Siska. Agar akting itu menyakinkan sepupu plus madu nya tersebut .
"Siska, ada apa sih di dapur? kok orang-orang pada heboh." Siska yang baru membuka pintu kamar pun memicingkan mata ke arahnya. Riska yang pura-pura lemas pun hanya bisa menatap heran ke arah dapur. Sungguh akting yang sangat luar biasa.
"Memang ada apa? Nggak tahu malah." Siska menyodorkan obat pereda mules. Lalu Riska yang sedang berjongkok pun di bantu berdiri.
"Ya udah Mbak tunggu di sini. Aku ambilkan air minum." Siska menyuruhnya duduk di atas sofa ruang tengah yang berada tepat di depan kamar Siska. Riska pun mengangguk dan mengikuti perintahnya.
.
.
.
"Siska kemana suami kamu kok nggak ikut datang?." Siska yang hendak mengambil gelas membalikkan badan. Menatap Mbak Ningsih lalu tersenyum tipis ke arah wanita yang memiliki predikat sebagai biang gosip tersebut. Pasti, setelah ini dia akan menjadi bahan bulan-bulanan Mbak Ningsih.
"Mbak suamiku itu orang sibuk. Sehingga tidak ada waktu untuk ikut ke sini." ucap enteng Siska. Orang-orang mulai mencebikkan bibirnya. Melihat reaksi mereka, Siska pun memicingkan mata.
"Oh ya? bukan karena dia sedang sibuk dengan istri tuanya?." Mbak Ningsih terus saja mengejar Siska. Wajah sepupu Riska pun berubah drastis. Merah seketika. Dalam benak nya dia bertanya-tanya, kenapa tiba-tiba Mbak Ningsih menanyakan ha itu? apa yang sebenarnya terjadi?.
"Mbak Ningsih ada-ada aja. Suamiku itu benar-benar sibuk. Mana mungkin sama istri tuanya." Dari suara nya Siska mulai terlihat tak tenang. Senyum terpaksa pun berusaha ia suguhkan.
"Siska, sudahlah tidak usah di tutupi. Kami semua yang ada di sini sudah tahu kok. Kamu itu istri kedua. Ini kalau nggak percaya dengarkan ini!." Mbak Ningsih memutarkan rekaman tersebut.
Siska mematung di tempatnya berdiri. Tubuhnya membeku sesaat. Bibirnya ingin membantah, tapi suara nya tertahan di tenggorokan. Otaknya berusaha keras menyerap apa yang di dengar oleh telinganya.
.
.
.
Bersambung...
tinggalkan aja suamimu riska......