Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan siang bareng
Sepulang kampus, Dambi tidak langsung pulang ke rumah Angkasa. Ia memilih ikut ke kosannya Yuka. Lagipula nanti sore mereka akan pergi ke restoran. Jadi sekalian saja menurut Dambi.
"Kamu yakin mau pakai baju aku? Kenapa nggak mampir ke rumah kamu aja tadi ambilin baju?" tanya Yuka dengan pandangan fokus ke lemari mencari-cari dress yang cocok untuk dikenakan Dambi.
"Yah mana aku tahu restoran yang bakal kita datangi sebentar harus pakai pakaian formal. Kamu nggak bilang tadi." balas Dambi santai. Dia hanya berencana pakai kaos dan jins yang dia pakai sekarang, namun ternyata kakaknya Yuka memilih restoran mewah yang setiap pengunjungnya wajib berpakaian formal. Dambi sendiri sudah terlanjur setuju untuk pergi, jadi tidak mungkin dirinya batal ikut. Jadi yang paling tidak ribet ya pinjam dressnya Yuka.
Hampir dua jam keduanya di kosan Yuka. Kurang lebih pukul lima sore, mereka sudah berada di depan sebuah restoran mewah yang terletak di pusat kota. Tentu saja dengan penampilan formal seperti mau ke pesta menurut Dambi. Seorang pelayan yang berdiri didepan pintu masuk menyapa mereka.
"Halo nona, kalian sudah reservasi tempat?" tanya pelayan perempuan itu ramah. Ia menatap Yuka dan Dambi bergantian.
"Sudah mbak, atas nama Kevin Nuraga." jawab Yuka menyebut nama lengkap kakaknya. Pelayan tersebut lalu mengecek nama list yang sudah melakukan reservasi di restoran ini.
"Atas nama Kevin Nuraga, di lantai dua table enam." katanya tersenyum ramah.
"Terimakasih."
Yuka lalu menarik Dambi masuk. Sampai di lantai dua matanya mencari-cari keberadaan sang kakak.
"Di sana." ia menunjuk ke bagian tengah saat menemukan keberadaan kakaknya. Kevin sudah melihatnya juga karena sang kakak melambai-lambai ke mereka. Tapi, ternyata Kevin tidak sendiri. Ada seorang pria yang duduk berhadapan dengannya. Yuka dan Dambi tentu saja kenal.
Mata Dambi melotot sempurna melihat keberadaan Angkasa di sana. Ya ampun, kenapa pria itu ada di mana-mana sih.
"Kau pintar juga memilih wanita." bisik Kevin setelah melihat Yuka muncul dengan seorang gadis. Tentu saja itu pasti tunangannya Angkasa.
Angkasa tersenyum simpul. Jelas dong. Walau Dambi tidak terlihat elegan dan berkelas seperti perempuan-perempuan lain yang dia kenal, namun dimatanya Dambi berbeda. Gadis itu punya daya tarik tersendiri yang mampu menarik pria cuek dan dingin sepertinya mendekat.
Angkasa merasa lucu dengan ekspresi muram Dambi ketika pandangan mereka bertemu. Lucu sekali. Ia bahkan mengedipkan sebelah matanya menggoda Dambi.
"Kakak. Pak Angkasa." ujar Yuka menatap kakaknya lalu menyapa Angkasa dengan senyum kaku. Walau Angkasa adalah sahabat kakaknya, tapi pria itu juga dosennya di kampus. Tidak mungkin kan dia bersikap sembarangan pada dosennya. Bisa-bisa nilainya mines lagi.
"Ayo duduk." Kevin berdiri dan menggeser kursi disebelahnya untuk Yuka. Pandangannya berpindah ke Dambi.
"Dambi kan?" Dambi mengangguk.
"Kau tidak keberatan duduk disebelah Angkasa bukan?"
keberatan sekali dodol. Umpat Dambi dalam hati. Malah ditanya lagi. Memangnya tidak sadar apa ekspresinya kusut begini? Ia malah mau siap-siap mau tolak tapi tangan Angkasa jauh lebih cepat menariknya duduk disebelah lelaki itu.
"Aku tahu apa yang ada dipikiranmu sekarang, sayang sekali kau tidak diijinkan untuk menolak." bisik pria itu ditelinga Dambi. Kevin dan Yuka saling berpandangan penuh arti. Mereka berdua sama-sama menilai bahwa Angkasa dan Dambi sebenarnya adalah pasangan yang cocok. Namun masih butuh proses agar keduanya sama-sama bucin.
Mau tak mau Dambi duduk bersebelahan dengan laki-laki itu. Ia juga tidak enak karena di sini ada kakaknya Yuka.
"Kalian mau makan apa?" tanya Kevin kemudian.
"Apa saja. Kami bisa makan semuanya." kata Yuka mewakili Dambi. Dua gadis itu memang suka makan. Dalam hal makanan, mereka tidak terlalu banyak memilih.
"Baiklah." lalu Kevin memanggil salah satu pelayan yang berdiri dekat situ.
"Dambi," Dambi melirik Kevin yang memanggilnya. Pria itu telah selesai memesan makanan buat mereka.
"Aku minta maaf untuk malam itu." Dambi mengernyitkan mata belum mengerti.
"Aku lupa janji untuk berfoto denganmu malam itu. Tapi untungnya kamu malah bertemu Angkasa. Siapa yang menyangka kalian ternyata dijodohkan." Dambi tertawa sumbang. Ia tidak suka membahas kejadian malam itu karena ujung-ujungnya tetap saja dirinya yang sial.
"Nggak usah bahas yang sudah lewat , aku sudah lupa." balas Dambi setengah hati.
"Benar sudah lupa?" Angkasa mendekatkan wajahnya ke sisi telinga Dambi. Namun suaranya tetap bisa didengar oleh Yuka dan Kevin. Kevin sampai merasa geli dengan tingkah Angkasa yang tidak biasa. Ini benar-benar yang pertama Angkasa bersikap begitu didepan matanya.
Dambi sendiri menyesal mengatakan pernyataan yang mengundang opini pria disebelahnya, karena sekarang ia jadi merasa canggung karena ingatan akan tindakannya dalam kamar hotel Angkasa waktu itu.
Untungnya kecanggungan itu tidak berlangsung lama, ia terselamatkan karena pesanan mereka akhirnya datang.
Dambi makan dengan cepat. Ia merasa makan seperti babi karena belum habis makanan di mulut, ia sudah menyuapkan lagi ke mulutnya.
"Pelan-pelan Dambi, makanannya tidak akan lari." ucap Angkasa. Khawatir gadis itu akan tersedak.
Uhuk-uhuk...
Tuhkan. Baru dibilangin sudah tersedak. Dambi terus terbatuk-batuk. Angkasa lalu menggeser air mineral miliknya agar Dambi bisa minum kemudian menepuk-nepuk belakang gadis itu untuk mengurangi batuk-batuknya. Pria itu baru berhenti setelah batuk Dambi hilang.
"Bagaimana, sudah enakan?" Angkasa menatap Dambi lekat. Seolah di tempat itu hanya ada mereka berdua. Dambi mengangguk. Ternyata selain menyebalkan, pria itu cukup bisa diandalkan juga. Dambi merasa cukup senang dalam hatinya.
"Kakak, mama minta kita pulang malam ini."
Angkasa dan Dambi sama-sama melirik ke depan. Yang bicara tadi adalah Yuka. Tentu saja ditujukan ke Kevin. Kevin mengangguk lalu menghadap depan lagi.
"Aku dan adikku tidak bisa berlama-lama. Kalian berdua tidak apa-apa kan?" katanya menatap Angkasa dan Dambi bergantian. Angkasa mengangguk. Begitupun Dambi. Apalagi dia sudah dengar kata Yuka tadi.
"Jangan khawatir. Aku akan mengantarnya dengan selamat." kata Angkasa. Kevin dan Yuka pun berdiri, bersiap-siap untuk pergi.
"Jangan lupa kita ada kuliah pagi besok." kata Yuka mengingatkan Dambi. Sahabatnya itu mengangguk dan melambai setelah Yuka dan kakaknya berbalik pergi.
"Tunggu di sini sebentar, jangan kemana-mana." ucap Angkasa pada Dambi. Mau tak mau gadis itu menurut saja. Ternyata Angkasa pergi ke kasir pembayaran di ujung sana. Dambi pikir yang traktir adalah kakaknya Yuka, ternyata Angkasa. Ia mengangkat bahunya acuh tak acuh. Tidak penting juga siapa yang bayar.