Menjadi tulang punggu ketika orang tuanya telah tiada, untuk adik-adiknya yang masih sekolah. Mampukah Rere menghidupi ketiga adiknya sedangkan pekerjaannya hanya staff biasa disalah satu perusaan kecil?
Dibalik perjuangannya terhadap adik-adiknya sang pacar juga sering membuatnya frustasi dengan sikap sang pacar yang begitu jahat padanya.
Tapi sedikit demi sedikit hidup Rere berubah ketika ia bekerja sebagai asisten disalah satu restoran dengan memiliki boss yang baik kepadanya.
Bagaimana kisah perjalanan hidup Rere selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linasolin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Marvin meminum kopi buatan Rere, tapi matanya tidak pernah lepas memandangi segala isi dari dalam rumah tersebut. Sesekali ia menatap Rere yang merawat adiknya dnegan begitu tulus.
"Re, saya mau bicara denganmu ikut saya sebentar" ujar Marvin.
Rere bangkit dari duduknya mengikuti Marvin yang keluar dari rumah, kini kedua manusia itu berdiri diteras rumah. Rere berdiri sambil meyilangkan tangannya didada "Mau bicara apa pak? Apa bapak mau meemcat saya??"
"Ah... Bukan itu, mau jika kata-kata saya tadi menyakitimu. Saya mau menawarkan kerjaan untuk adikmu jika dia berkenan untuk bekerja"
"Ha..? Kerjaan apa pak? Dia masih kuliah dana hnaya bisa kerja dicafe mengisi waktu luangnya mencari uang tambahan"
"Kalau dia mau katakan padanya saya akan menerima dia kerja diperusaan saya sebagai staff dikantor dan gajinya tentu lebih besar dari tempat ia bekrja sekarang"
"Maaf pak bukannya saya menolak keinginan bapak tapi saat ini posisi adik saya belum bisa kerja disalah satu kantoran karena ia kuliah dan ia masukk pagi sampai siang dan itu tidak memungkin ia untuk kerja kantoran"
"Baikalh kalau begitu tidak apa-apa kalau sekarang belum bisa, kalau mislanya suatu sata nanti ia butuh kerjaan kamu jangan sungkan katakan pada saya"
"Iya pak terimakasih"
"Kalau boleh tau mengapa adikmu bisa sakit? Apa karena dapat SP dari sekolah?"
"Bukan pak. Ini salah saya, saya memberinya hukuman dan hukuman itu awal membuat dia demam. Saya merasa bersalah padanya saya tidak bisa jadi kaka yang baik untuknya"
"Saya pikir kamu orang yang cerdas tapi ternyata kecerdasanmu masih kalah dengan emosimu. Ingat! Sebelum bertindak pikirkan apa konsekuensi yang akan kamu terima yang pada akhirnya meyakitumu sendiri. Dan lihat apa hasil dari emosi yang tidak bisa kamu redam? Kamukan yang rugi?"
"Iya pak saya memang salah"
"Ini bukan area saya untuk memberimu nasihat tapi sebagai orang yang cukup mengenalmu membuat saya tidak bisa diam, untuk memberimu saran. Aku pamit ya, salam sama adek-adekmu semoga cepat sembuh"
"Terimakasih pak"
~~
Dua hari istirahat dirumah meembuat Kevin sudah mulai membaik selama dua hari Rere tidak masuk kejra dan itu sudah dapat ijin dari atasannya.
Sedang berdua dirumah, Rere menyiapkan semua perlengkapan Kevin untuk sekolah besok sednagkan Kevin duduk didepan TV sedang menonton serial kartun.
"Kak.."
"Iya dek? Kamu butuh sesuatu?"
"Nggak kak, benerankan besok kevin sekolah?"
"Benar dong sayang. Besok kamu akan kaka antar kesekolah ya, kakak juga mau bicara sama wali kelasmu yang baru"
Pergantian kelas dari kelas 8 naik jadi 9 dan otomatis walim kelas Kevin sudah berganti dengan yang baru.
"Iya kak"
~
Rere yang sudah siap dengan pakaian kantor, pagi ini ia akan pergi mengantar sang adik sekolah telebih dahulu baru ia akan pergi bekerja. Rere sengaja tidak menaiki bus pagi ini karena ada Kevin yang belum sembuh total, ia menggunakan mobil ojek online.
Kevin sudah mulai ceria berjalan sambil berpengan tangan dengan sang kakak, Rere tidak mengantar Kevin sampai kelas karena Rere akan langsung menemui wali kelas Kevin yang baru.
Tok.. Tok..
Dapat jawaban dari dalam Rere segara masuk, orang yang ingin ia temui belum masuk kekantor tapi wali kelas Kevin yang lama sudah ada disana.
"Pagi buk, bu Flora belum datang ya buk?"
"Belum, mumpung kamu disini ibu mau bicara denganmu. Ayok duduk dulu ibu mau ngobrol bersama kamu"
Rere duduk bersebelahan dengan mantan wali kelas Kevin. "Ibu minta maaf karena tidak menyelidiki terlebih kasus kemarin, dan ternyata setelah ditelusuri foto yang ibu terima dari orang tua murid itu ternyata palsu. Pemilik sekolah akan segera mengurus biaya siswa untuk Kevin selama sekolah disini"
"Maksudnya buk?"
"Anak pemilik dari perusaan menyelidi keaslian foto yang kemarin ibu kasih padamu dan ternyata itu hasil editan dan dia juga menyarankan untuk memberikan sekolah gratis untuk Kevin sampai tamat. Dan mungkin esok atau lusa kamu akan menerima surat drai sekolah"
"Benarkah begitu buk?"
"Iya"
Hati lega karena mendapat kabar bahagia tapi ada satu hal yang menggaljal dipikiran Rere, rasa bersalah kepada sang adik semkain besar kala ia mengatahui apa yang sebenarnya terjadi.
Ia baru sampai dikantor sekitar jam 10 pagi dan ternyata disana sudah ada Marvin sednag dudk santai diatas sofa.
"Apa adikmu sudah mausk sekolah??"
"Sudah pak"
"Baguslah itu artinya adikmu sudah sembuh, semangat ya!! itu kerjaanmu sudah menumpuk ayok bekerja!! Dua hari libur sudah membuat lebih baik bukan??"
Bukannya disambut dengan baik Marvin malah menyambutnya dengan kerjaan yang banyak diatas meja. Rere menarik nafas dalam meletakkan tasnya diatas meja merapikan barang-barang dan mulai melakukan aktivitasnya.
Dret..
Dret...
Suara getaran hp Marvin berbuyi, hp yang ia letakkan diatas meja langsung hidup dan tertulis nama disaan Papa ccalling....
Marvin menekan warna hijau dan emngakat telfon masuk "Hallo pak"
"Marvin papa sudah ada calon untukmu, nanti malam kamu jumpain dia ya! Kalau kalian cocok kalian boleh menikah"
"Pah, Marvin capek. sepertinya saat ini Marvin belum menemukan perempuan yang cocok untuk dijadikan istri"
"Mkaanya itu apap kenalkan kamu dnegan anaknya teman papa. Ayaoklah! sesekali kamu menurut sama papa"
"Iya.. Iya.. Nanti malam aku menemuinya papa atur saja pertemuan dengannya?"
Marvin meletakkkan hpnya kembali ketas meja, matanya menangkap sosok REre yang sednag fokus dengan layar monitor.
"Rere"
"Iya pak"
"Bagaimana kalau kita menikah? Apa menurutmu kita ini cocok?" pertanyaan itu keluar dari mulut Marvin.
"SEpertinya kita tidak cocok pak. Beda jauh" jawab Rere polos.
"Benarkah begitu? Aku sedang mencari jodoh tapi aku belum menemukan perempuan yang cocok, aku pusing nih"
"Aku juga pusing pak, kerjaan menumpuk. Bantuin dong"
"Enak saja, kerjakan itu sampai siap kalau belum siap jangan pulang"
Marvin mengambil hpnya, bergegas keluar dari dalam kantor. Entah kemana ia akan pergi hanya ia yang tau. Sudah menjadi kebiasaanya pergi- datang ttidak jelas bahkan setiap datang kekantor hanya duduk main hp menonton ia akan bekerja hanya sesekali saja.
Marvin sudah berada didalam mobil menyederkan kepala kekursi mobil. "Haruskah aku pasrah menerima perempuan yang papa ekenalkan? sepertinya aku sangat malas membahas perempuan, mungkinkah cintaku dibawa pergi oleh mantan kekasihku itu? Batin Marvin.
Berfikir sejenak menarik nafas dalam " Baiklah aku akan terima perempuan itu dan menikah dengannya, bukankah cinta akan datang seiring berjalannya waktu?" gumannya lagi.