Seorang polisi harus menikahi putri dari jendral yang menjadikannya ajudan. Dengan kejadian tak terduga dan tanpa ia ketahui siapa orang yang telah menjebak dirinya.
"Ini semua pasti kerjaan kamu 'kan? Kamu sengaja melakukan hal ini padaku!" Sentak Khanza saat menyadari dirinya telah tidur dengan ajudan yang diberikan oleh Papanya.
"Mbak, saya benar-benar tidak tahu. Saya tidak ingat apapun," jelas Yusuf, polisi yang ditunjuk sebagai ajudan untuk putri jenderal bintang dua itu.
Jangan ditanya bagaimana takutnya Pria itu saat menyadari, bahwa ia telah menodai anak dari jenderal bintang dua itu.
Siapakah Jendral bintang dua itu? Kalau sudah pernah mampir di karya aku yang berjudul, (Dokter tampan itu ayah anakku) pasti tahu dong😉 Yuk kepoin kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan duren
Disepanjang perjalanan, aku hanya diam tidak tahu bagaimana menyikapinya. Mas Yusuf juga fokus mengemudi, aku tidak tahu dengan sikap aslinya seperti apa. Terkadang dia tampak begitu lembut dan penuh perhatian.Tetapi, setelah itu dia akan kembali kaku seperti kanebo kering.
Terkadang aku merasa kepeduliannya tak lepas dari sekedar tanggung jawab yang kini dia lakukan. Ah, kenapa aku jadi seperti ini? Bukankah dari awal aku sudah berjanji untuk tidak banyak berharap darinya.
Jangan banyak berharap Khanza, nanti kamu sendiri yang akan terluka. Ingatlah! Pernikahan ini terjadi karena anak yang ada dalam kandunganmu.
Aku menyetel bangku untuk mencari posisi wuenak. Setelah merasa cukup nyaman, aku memilih untuk memejamkan mata. Sepertinya tidur adalah solusi terbaik untuk menghilangkan pertanyaan demi pertanyaan yang terselubung dalam hatiku.
Aku tidak ingin memikirkan hal yang berat, biarkan semuanya mengalir seperti air. syukuri saja perhatian yang dia berikan. Jangan menjadi wanita yang maruk berharap terlalu banyak. Ingat Khanza, kamu hanya istri siri. Dan kehadiranmu dalam hidupnya belum tentu diinginkan.
Ya, aku harus tahu diri. Aku memejamkan mata dan berharap saat bangun kami sudah tiba di rumah. Jika aku terlalu lama bersama dirinya maka hati dan jantungku tidak aman.
"Dek, mau beli sesuatu?"
Ah ya ampun, Mas. Baru saja aku akan bersikap cuek padamu.Tapi kamu mulai lagi memberiku perhatian.
"Kamu benaran tidur?"
Tidak, aku hanya menghindari perhatianmu yang nanti bisa membuat aku semakin tak bisa mengontrol perasaan.
Aku mendengar dia menghela nafas panjang. Dan kembali aku terbawa perasaan, dia mengusap kepalaku dengan lembut. Entahlah, aku tidak tahu harus bagaimana. Haruskah aku kembali terbang dengan segala sikapnya.
Saat kami sudah mulai memasuki kota Padang, mobil menyusuri jalanan yang berdampingan dengan laut teluk Bayur, tiba-tiba aku mencium aroma durian yang begitu menyengat dan menggiurkan. Aku segera membuka mata, ternyata di pinggiran jalan banyak pedagang durian.
"Loh, bangun? Ternyata nggak beneran tidur?"
Aku terjingkat mendengar suara teguran darinya. "Nggak, benaran tidur kok, tapi kebangun karena bau durennya wangi banget." Elakku yang tak ingin ketahuan berbohong.
Dia hanya mengangguk tipis, entah apa arti anggukkannya itu. Kenapa dia tidak mengerti dengan apa yang aku mau.
"Enggak boleh makan duren, Dek, kamu sedang hamil muda," ujarnya yang sudah tahu apa yang sedang aku pikirkan.
"Tapi..."
"Nggak boleh!"
Dia kembali menegaskan. Entah kenapa aku merasa sedih, aku memalingkan muka jiwa sensiku keluar. Aku menangis sembari menyembunyikan wajah di di daun pintu mobil.
Tiba-tiba mobil menepi. Aku berusaha menahan isak. Ah, aku benci sekali dengan sikap cengeng ini. Kapan aku bisa dewasa? Pantas saja Abang dan Bunda masih selalu menganggapku sebagai anak kecil.
"Adek, seorang dokter kandungan 'kan? Coba jelaskan, apakah ada efeknya pada bayi bila makan duren saat hamil muda? Tentunya adek lebih tahu dari saya."
Aku menghapus air mata, dan menegakkan tubuhku menghadap kepadanya. "Tidak ada larangan kok, Mas, asalkan tidak berlebihan. Yang dilarang itu pada ibu hamil yang memiliki riwayat diabetes Gestasional, itupun tidak sepenuhnya dilarang cuma dibatasi. Karena duren mengandung glicemic tinggi gula darah."
Aku menjabarkan kandungan dari duren, dan tidak ada larangan bagi ibu hamil makan duren. Dia menatapku dengan tersenyum, aku Kesal sekali melihat senyum itu yang selalu membuat aku mati gaya dibuatnya.
"Apaan sih Mas. Ngapain juga pake senyum segala," ujarku sedikit galak, padahal aku begitu terpesona dengan senyumnya.
"Lucu sekali melihat wajah kamu kalau lagi ngambek. Kalau Adek sudah tahu tidak ada larangan, kenapa tidak meminta saya untuk berhenti membelinya?"
"Tapi bukankah Mas Yusuf yang bilang, aku nggak boleh makan duren? Gimana sih!"
"Tapi kan, kamu nggak menerangkan, malah langsung nangis, kenapa cengeng sekali? Padahal sebentar lagi sudah mau punya anak masih saja cengeng. Kalau seperti ini saya bisa kena sangsi oleh Bapak jendral, karena selalu membuat putrinya menangis."
"Apa sih Mas! Iya tahu aku ini wanita cengeng, kamu pasti muak melihatku, dan kamu pasti ingin cepat-cepat waktu sembilan bulan berlalu agar kamu segera terlepas dari wanita cengeng ini, iya 'kan?"
Aku kembali menangis sesenggukan. Aku benar-benar benci sekali dengan jiwa sensitifku ini. Aku pasti sudah membuat dia menjadi serba salah. Aku mengambil tissue yang ada di atas dasbor, menghapus air mata dan air hidung yang ikut meleleh.
"Dek, Mas minta maaf ya. Sungguh tidak ada niat atau pikiran seperti yang kamu tuduhkan. Udah jangan nangis lagi ya." Dia meraihku masuk kedalam pelukannya, dan menghapus air mataku.
Kembali aku merasakan kenyamanan dalam dekapan ayah dari anakku ini. Andai saja kamu juga mencintai aku, Mas. Aku ingin selalu berada dalam dekapanmu. Rasanya aku ingin sekali tidur dipeluk olehmu.
Ah, kenapa aku terlalu naif dengan perasaanku. Nyatanya aku selalu baper bila di perlakukan seperti ini. Bagaimana mungkin aku bisa bersikap sewajarnya.
"Udah, jangan nangis ya. Adek tunggu dimobil biar saya yang turun." Dia melerai pelukannya dan kembali mengusap kepalaku.
"Aku ikut, Mas." Rengekku yang juga bergerak akan turun.
"Tidak! Kalau hal ini saya benaran tegas melarang. Tolong tetap diam dimobil. Saya tidak mau kamu kenapa-kenapa!"
Dia segera turun dan mengunciku dalam mobil. Dia benar-benar menjaga keselamatan aku. Ya ampun, Mas. Kamu selalu saja membuat aku semakin dalam menaruh perasaan. Andai saja kamu juga memiliki sedikit saja perasaan yang sama.
Ah, tidak, tidak. Ayo bangun Khanza! Jangan bermimpi terlalu tinggi. Dia melindungi kamu karena sebatas tanggung jawab. Aku mencoba menghirup udara sepenuh dada untuk menetralkan perasaan yang tidak menentu ini.
Aku hanya memperhatikan dia saat bercakap-cakap dengan pedagang durian itu. Kembali aku terpesona melihat segala yang ada pada dirinya. Senyumnya begitu menawan. Tubuhnya yang tinggi tegap benar-benar merasa terlindungi saat berada dalam dekapannya.
Ya Allah, apakah aku salah mengagumi suamiku sendiri? Aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya. Apakah perasaan ini salah?
Aku mencoba memejamkan mata agar tak berhayal lagi tentang dirinya. Tak berselang lama terdengar suara pintu mobil terbuka.
"Dek, ini makanlah. Tapi sesuai janji ya, jangan terlalu berlebihan." Dia menyerahkan buah duren yang telah dibuka dan di pindahkan kedalam tempat.
"Terimakasih ya Mas." Aku menerima dengan senyum merekah.
"Jangan lupa baca bismillah. agar apapun yang masuk menjadi berkah."
Aku kembali menatap dirinya. Sampai kapan kamu akan selalu membuat aku merasa di istimewakan Mas? Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Aku mengambil satu buah daging buah duren itu. rasanya enak banget, membuat aku ketagihan. Aku sampai lupa menawarkan pada suamiku yang telah memenuhi keinginanku. Ya ampun Khanza sikap cerobohmu ini benar-benar membuat lelaki yang ada di dekatmu akan ilfil.
"Mas Yusuf mau?"
"Mau."
"Ini Mas."
"Bisa tolong suapin? Kan lagi nyetir, nggak boleh makan dengan tangan kiri."
Wajahku bersemu merah. Aku menjadi nervous.
Bersambung....
Happy reading 🥰