Dikhianati pacar, siapa yang tidak sakit hati? Apalagi mau menikah dua hari lagi, tapi malah menemukan sebuah fakta jika pacarnya telah berkhianat.
Alexia yang buntu, dengan bodohnya meminta tukang kurir untuk menikah dengannya. Bagaimana jalan ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Amanda saat ini sedang berada di Kantor Polisi. Ia ingin menemui Aris. Setelah menemui resepsionis akhirnya Ia diperbolehkan bertemu dengan Aris. Ia langsung menuju ruangan yang dikhususkan untuk pengunjung.
Tak lama Aris datang dengan didampingi seorang petugas polisi.
"Sayang, kamu kesini?"
Amanda menoleh kearah Aris. Ia terkejut melihat wajah Aris yang babak belur. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Aris.
"Loh, sayang. Kenapa wajahmu seperti ini?" Amanda bolak balik menolah-nolehkan wajah Aris.
"Sshhh, auh. Pelan-pelan, sayang." Aris sedikit meringis ketika Amanda tak sengaja menekan luka.
"Aduh, sakit ya? Maaf, sayang." Sesalnya Amanda merasa bersalah.
"Kita duduk dulu, sayang."
Amanda mengangguk. Mereka duduk saling berhadapan.
"Oh iya, sayang. Ini aku bawakan kamu makanan, jangan lupa dimakan ya nanti." Amanda menyerahkan sekantong plastik berisi makanan dan minuman.
Aris mengangguk dan menerimanya. "Terima kasih, sayang. Kamu memang yang paling mengerti aku."
Amanda tersenyum. "Terus, coba kamu cerita, kenapa kamu bisa seperti ini? Apa teman satu sel-mu memperlakukanmu dengan tidak baik?"
Aris menggeleng. "Ini semua karena Alex. Laki-laki yang aku tahu sebagai suami Alexia ternyata dialah majikan Bapak."
Amanda manggut-manggut. Ia juga sudah tahu masalah itu.
"Dia membawaku ke sebuah rumah dan menyiksaku. Lihat!"
Aris menunjukkan tangannya yang jemarinya dibalut dengan perban.
Amanda baru sadar. Saking khawatirnya melihat wajah Aris yang babak belur, Ia sampai tidak melihat tangan Aris yang ternyata juga terluka.
"Kuku-kukuku mereka cabuti. Aku berteriak meminta ampun tapi, mereka sama sekali tidak menghiraukan aku. Aku kira duniaku akan berakhir, ternyata mereka tidak menginginkan aku mati dengan begitu saja. Mereka sama sekali bukan manusia." Aris mengingat akan apa yang dilakukan oleh anak buah Alex. Aris bergidik ngeri dan ngilu jika harus merasakannya kembali.
Amanda menggelengkan kepalanya karena merasa miris. "Kenapa kamu sampai disiksa seperti ini, sayang? Apa yang sudah kamu lakukan? Pasti ada alasan dibalik ini semua kan?"
Aris menunduk. Memang Ia belum jujur kepada Amanda jika dirinya telah mencuri uang Alex.
"Sayang!"
Aris mengangkat wajahnya menatap lekat wajah Amanda.
"Maafkan, aku. Aku telah melakukan kesalahan. Aku-" Aris nampak ragu untuk mengatakannya. Namun sampai kapan Ia harus menutupinya? "Aku telah mencuri uang Alex." Sambungnya dengan lirih.
"Sebentar, jangan bilang uang yang kemarin."
Aris mengangguk.
Amanda geleng-geleng. "Jadi, uang yang untuk belanja waktu itu, itu uang hasil kamu mencuri di rumah, majikanmu?"
Aris mengangguk pelan. "Maafkan aku sayang."
Amanda diam. Ia juga bukan orang munafik yang diberi uang akan menolak.
"Maaf, jam kunjung sudah habis." Ujar petugas polisi.
Keduanya mengangguk.
"Kamu tenang saja, sayang. Aku akan membalaskan perbuatan kejinya. Sudah menyiksa dengan teganya juga memasukkan mu ke sini. Ya sudah, aku balik dulu ya sayang. Jaga dirimu baik-baik. Aku akan berkunjung kembali minggu depan."
Aris melongo, tidak percaya dengan respon Amanda. Ia kira Amanda akan kecewa dengannya tapi, ini malah sebaliknya.
Karena jatah kunjungan sudah habis. Aris harus segera kembali masuk, tak lupa Ia membawa kantong plastik makanan yang dibawakan oleh Amanda.
Amanda menatap punggung Aris yang mulai hilang dibalik pintu. Ia langsung pergi dari ruangan itu dan pulang. Ia harus menyusun rencana untuk membalas perbuatan Alex.
*****
Kevin sudah mendapat kabar dari Alex jika hari ini Alex dan Alexia tidak akan masuk ke Kantor. Sehingga dia hari ini harus mengurus pekerjaan Alex dan menggantikannya menemui klien.
Kevin menemui Luna untuk membantunya.
"Loh, memangnya Pak Alex kemana, Pak Kevin?"
"Privasi. Jangan terlalu banyak bertanya, lebih baik sekarang cepat ikut saya. Karena kita harus segera menemui klien." Kevin sedikit tidak suka dengan Luna yang suka ingin tahu urusan orang lain.
'Si-al. Padahal hari ini aku akan menjalankan rencanaku. Gagal lagi kalau begini.' Gerutu Luna.
"Kamu mendengarkan saya tidak?" Bentak Kevin. Membuat Luna sedikit berjingkat karena kaget.
"Baik, Pak." Luna mengangguk hormat, Ia mengambil barang yang dibutuhkan dan mengikuti Kevin.
*****
Setelah menempuh waktu 30 menit kemudian, akhirnya Alex dan Alexia sampai di sebuah bangunan rumah berlantaikan 3 dengan halaman yang luas dan tatanan tanaman bunga yang rapih dan cantik.
Alexia menatapnya takjub. Bahkan rumah suaminya tidak sebesar rumah yang Ia kunjungi ini.
Setelah memarkirkan mobilnya. Alex mengajak Alexia untuk masuk ke dalam.
"Apa kamu takut?"
Alexia menggeleng. "Selama ada Mas Alex tidak ada yang aku takuti."
Alex pun menggandeng istrinya masuk ke dalam. Alexia semakin takjub melihat isi dalam rumah tersebut. Matanya tak hentinya berkeliling.
"Ayah." Panggil Alex.
Datang seorang wanita mengenakan seragam pelayan sedikit berlari kecil. "Tuan, Muda. Anda mencari Pak Adnan?"
"Panggilkan dia. Bilang aku ingin bertemu."
Pelayan tersebut membungkuk hormat. "Baik, Tuan Muda. Silahkan Anda duduk terlebih dahulu. Saya akan memanggilkan, Tuan."
Setelah pelayan tersebut pergi, Alex mengajak istrinya duduk di ruang tamu.
Tak lama kemudian datang seorang laki-laki paruh baya dan wanita yang kelihatan lebih muda dengan make up tebal dan penampilan glamornya. Mereka adalah Adnan dan Widia.
"Anak kurangaj-ar. Untuk apa kamu datang kesini?"
Alex yang sebelumnya sedang mengobrol dengan Alexia pun menoleh kearah suara.
Alex dan Alexia berdiri. "Wow, berapa lama aku tidak berkunjung kesini? Anda terlihat semakin tua saja ya ternyata. Sangat terlihat dengan adanya kerutan yang semakin banyak di wajah Anda. Apakah selama ini Anda hidup tertekan?"
Adnan mengepalkan tangannya. "Jaga mulutmu itu. Berani kamu menghinaku."
Alex menyinggungkan senyum. "Aku bukan menghina. Itu fakta, Ayah."
"Jangan banyak bicara. Cepat bilang, ada apa kamu datang kesini?" Widia yang sejak tadi diam saja kini ikut bersuara.
"Kenapa harus terburu-buru? Lagian aku baru datang, seharusnya Anda itu menyambutku dengan baik. Apa begini cara Anda menyambut tamu?"
Nafas Widia nampak memburu.
"Alex, yang sopan kamu pada Ibumu." Adnan geram dengan Alex. Padahal selama ini Ia berharap Alex bisa berubah menerima Widia sebagai pengganti Ibunya. Namun, semakin kesini Alex semakin menunjukkan sikap ketidaksukaannya kepada Widia.
Alex berdecih. "Ch, Ibuku hanya Aluna. Bukan dia. Aku tidak akan pernah menganggapnya sebagai Ibuku. Lalu, untuk apa aku harus sopan kepadanya?"
"Dia istri, Ayah. Meskipun kamu membantahnya, Ia tetaplah ibu kamu."
"Sud-"
"Kak Alex."
Alex baru ingin menjawab. Namun, tiba-tiba dari arah tangga ada seorang gadis yang memanggil namanya. Sehingga perkataannya terpotong begitu saja.
Mereka semua langsung menoleh, mata mereka tertuju kearah gadis tersebut. Gadis tersebut berlari kecil menghampiri Alex.
"Tasya, sayang. Jangan lari-lari." Tegur Widia.
Tasya sama sekali tidak menghiraukan Widia. Ia hanya fokus menatap Alex.
"Kak Alex, lama sekali kakak tidak kesini." Tasya hendak memeluk, Alex. Namun dengan cepat Alexia langsung berpindah posisi agar Tasya tidak bisa menyentuh suaminya.
Tasya menatap Alexia kesal. "Kamu siapa sih? Minggir, aku mau meluk, Kak Alex."
Alexia hanya diam tak bergerak. Ia tak akan membiarkan ataupun mengijinkan wanita lain menyentuh suaminya. Apalagi jika dilihat usia Tasya lebih tua dari dirinya.
"Heh, kamu tu-li ya. Awas minggir." Tasya mencoba menarik Alexia.
"Jangan sentuh, suamiku. Kalau tidak mau tangan cantikmu itu patah." An-cam Alexia.
"Apa, suami? Ch, yang benar saja! Mana berani mengan-camku lagi."
"Tolong, kalau mau bercanda jangan disini. Karena Alex, sudah kami jodohkan." Ujar Widia dengan rasa percaya diri.
"Jangan dengarkan dia, sayang." Bisik Alex pada istrinya.
Alexia mengangguk kecil. Ia lebih percaya dengan suaminya.
"Apa yang dia bilang benar, Alex?" Adnan tidak percaya jika anaknya sudah menikah.
"Ah, kakiku rasanya pegal sekali. Apa kita berdua akan dibiarkan berdiri terus begini ya? Penghuni rumah ini sungguh tidak memiliki tata krama cara memperlakukan tamu." Sindir Alex.
Adnan yang mendengarnya langsung bersungut-sungut. Ia mengalah dan meminta semuanya untuk duduk.
Alexia terus membentengi Alex, melihat Tasya yang terlihat bebal dan tingkahnya yang seperti uler keket. Alexia meminta suaminya untuk duduk di pinggir sementara Alexia akan duduk di tengah, agar Tasya tidak bisa menyentuh Alex.
Tasya sendiri menatap Alexia sengit. Ia sangat kesal karena tidak bisa memeluk Alex.
Sejak pertama kali bertemu dengan Alex, Ia begitu mengidam-idamkan kakak tirinya itu. Bahkan kalau bisa, Ia yang akan menjadi istrinya dan tidak akan membiarkan siapapun merebutnya.
Konyol!
Alex dan Adnan saling menatap, tatapan yang seakan ingin mengu-liti satu sama lain.
Alexia yang menyadari suaminya sedang menahan amarah langsung menggenggam tangannya.
Tatapan Alex pun beralih menatap Alexia. Melihat senyuman yang terlihat menenangkan baginya. Seperti memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja. Kita akan menghadapinya bersama. Ia pun ikut tersenyum. Tatapan yang semula ada kilatan amarah kini berubah hangat.
"Aku kesini karena masih menghargai Anda sebagai seorang Ayah. Aku ingin mengundang Anda dan keluarga untuk hadir di acara resepsi pernikahanku dengan istriku yang manis ini." Alex lagi-lagi menoleh kearah Alexia dan tersenyum.
Sedang Alexia sendiri tersipu malu karena diakhir kalimat malah memuji dirinya.
Tasya langsung beranjak berdiri, berkali-kali Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Tidak, tidak. Kak Alex pasti hanya bercanda kan? Tidak mungkin Kak Alex menikah dengan wanita ini kan?" Ucapnya sambil menunjuk-nunjuk Alexia.
"Kenyataannya seperti itu. Dia memang istriku." Alex langsung merangkul dan mencium pucuk kepala Alexia.
"Kak Alex jahat." Tasya merasa sakit hati dan kecewa. Air matanya sudah hampir tumpah. Ia langsung berlari lantai atas meninggalkan semua yang ada di ruang tamu.
"Tasya. Tasya, sayang." Widia mencoba memanggil anak perempuannya itu namun sama sekali tak didengarkan.
"Pa, Mama naik dulu. Mama ingin melihat Tasya." Widia langsung menyusul anaknya ke atas. Sebagai ibu, Ia khawatir dengan anaknya. Namun, sebelumnya Ia melirik Alexia dengan tajam. Seperti mengibarkan bendera peperangan.
Sementara Adnan, dia gemetar. Jika anak laki-lakinya ini benar-benar sudah menikah, maka kehidupannya akan langsung berubah. Ia tidak sanggup membayangkannya saat ini.
*****
"Sayang, kamu tidak apa-apa kan?" Alex khawatir dengan istrinya. Melihat ketidaksukaan dari keluarga Ayahnya membuat Alex cepat-cepat mengajak Alexia pergi dari rumah itu.
"Memangnya aku kenapa, Mas? Aku baik-baik saja kok. Mas Alex tenang saja." Jawabnya sambil mengulas senyum.
Mendengar itu Alex sedikit lega.
Mereka saat ini sedang berada dalam perjalanan, namun masih bingung dengan arah tujuan selanjutnya.
"Ah iya, setelah ini kita mau kemana lagi, Mas?" Imbuhnya.
"Bagusnya kita makan di luar atau di rumah?"
Alexia nampak berpikir. "Di rumah aja, Mas. Biar lebih leluasa juga. Mas Alex mau dimasakin apa?"
"Em, terserah kamu saja, sayang. Masakanmu selalu enak dan menggugah selera."
Alexia mencibirkan bibirnya. "Hallah, modus ini mah."
Keduanya langsung terkekeh.