"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Melbourne
Giani berangkat dengan menaiki pesawat. Rencananya berubah di detik-detik terakhir. Jackson tiba-tiba menangis dan merengek ingin ikut Giani. Giani benar-benar dilema, tapi mengingat perasaan putranya mungkin memang inilah waktunya memperkenalkan kedua putranya pada sang papa. Meski dia tidak bisa menduga bagaimana nanti respon papanya saat tahu dirinya memiliki dua orang putra.
"Jack, Jarret, maafkan mommy karena mommy tidak pernah membawa kalian bertemu dengan kakek Gilbert."
"Tidak masalah, Mom. Kami senang akhirnya bisa bertemu dengan Profesor hebat seperti kakek."
"Kalian benar. Kakek kalian adalah salah satu penanggung jawab laboratorium di Sword of Science. Jadi kalian patut berbangga," kata Giani dengan senyum yang mengembang. Jarret dan Jackson saling melempar tatapan sebelumnya. Keduanya berniat menemui ayah mereka nanti.
"Mom," panggil Jarret.
"Ya, Sayang."
"Bagaimana nanti kalau kakek tidak menerima kami?"
Giani memeluk putranya itu dan lalu dia mencium puncak kepala jarret. "Kakek pasti menerima kalian."
Jackson yang mendengar pertanyaan kakaknya menjadi ikut sedih. Giani pergi ke Melbourne tanpa Elena. Karena semua serba mendadak, tapi Elena sudah mengabarkan pada Ben jika Giani dan kedua putranya sudah berangkat ke Melbourne pagi tadi.
"Ramos, kita ke bandara sekarang."
"Tapi kita ada meeting setelah ini, Tuan."
"Aku tidak peduli. Tunda saja meetingnya. Anak-anakku lebih penting," kata Ben gusar. Ramos akhirnya melakukan apa yang Ben perintahkan. Kini mobil mereka membelah jalanan menuju ke airport.
Giani dan kedua putranya baru tiba di Melbourne. mereka masih harus menunggu koper mereka sesaat.
"Mom, aku mau kencing."
"Tunggu sebentar Jack. Kalau kalian pergi sendirian mommy takut kalian bingung mencari mommy."
"Aku akan temani Jack, Mom."
"Kami akan pergi sama-sama, kami janji kami tidak akan lama."
Giani tampak berpikir. Namun, detik berikutnya dia mengangguk. "Toiletnya ada di sana. Mommy nanti tunggu kalian di sini saja dan mommy minta tolong pada kalian untuk berhati-hati. Ingat pesan mommy."
"Jangan bicara dengan orang asing," sahut kedua bocah itu. Jarret dan Jackson akhirnya pergi ke toilet. Giani menatap ke arah yang tadi ditunjuk olehnya, dia harap kedua putranya tak tersesat.
Setelah Giani mendapatkan kopernya, Giani menunggu kedua putranya sambil sesekali menatap ke arah di mana kedua putranya tadi menghilang.
Sementara itu di depan toilet, Jackson yang terburu-buru tak sengaja menabrak seorang perempuan hingga dia terpental karena kaget.
"Oh, my God!" pekik gadis itu.
Jarret yang menunggu di lorong terkejut melihat Jackson terjatuh. Dia segera mendekati adiknya dan membantunya berdiri.
"Kau tidak apa-apa, Jack?"
"B*kongku sakit, Kak."
"Apa kamu tidak punya mata?" tanya wanita tadi yang ditabrak oleh Jackson. Kedua bocah itu masih menunduk. Namun, saat mereka menengadah, wanita tadi terkejut bukan main."
"Oh My." Wanita itu menutup mulutnya melihat dua bocah itu. Wajah mereka sama persis dengan wajah seseorang yang dia kenal.
"Ka-kalian .... "
"Maaf atas kesalahan adikku aunty." Jarret menarik tangan Jackson untuk segera meninggalkan tempat itu. Dia tak mau membuat mommynya khawatir.
"Jack, lain kali bila berjalan hati-hatilah."
"Maaf kak, tapi aunty itu yang menghalangi jalan."
Kedua bocah itu segera menghampiri mommy mereka. Sedangkan wanita tadi baru tersadar jika dua bocah yang mirip dengan kakaknya telah pergi dari hadapannya. Aluna berbalik dan berteriak. "Hei, tunggu."
Saat dia berada di ujung lorong, kedua bocah tadi sudah bersama seorang perempuan. Aluna menyipitkan matanya karena jarak mereka yang cukup jauh. Namun, dia sepertinya lupa dengan wajah Giani. Gadis yang telah membuatnya sampai sekarang tidak diijinkan untuk datang ke SOS.
Giani menghentikan sebuah taksi. Penampilan Giani masih seperti seorang gadis single. Giani memakai celana jeans panjang berwarna hitam, crop top berwarna putih dan di balut dengan kemeja berwarna Navi yang kancingnya sengaja tidak di kaitkan. Giani bahkan mewarnai rambutnya, dulu rambutnya yang berwarna coklat tua sudah berubah menjadi blonde.
Giani menggeret kopernya dengan satu tangan, satu tangan lainnya menggengam tangan Jarret, sedangkan Jackson duduk di atas koper. Mereka terlihat sangat kontras. Giani seperti sedang bersama adik-adiknya. Karena Jackson dan Jarret memiliki tubuh yang jangkung.
Ben menatap mereka dari dalam mobil, Rasanya dia ingin memeluk kedua putranya saat ini juga.
"Mereka sangat mengerikan," gumam Ben.
"Mereka keturunan anda, Tuan."
"Kau benar, Ramos, tapi mengingat kejadian semalam rasanya aku sungguh tidak menyangka mereka akan menjadi secerdas itu. Mereka membobol sistem ku, Ramos. Mereka mengobrak abrik dataku. Aku bahkan tidak tahu apakan aku bisa menghadapi mereka secara langsung atau tidak."
Ramos langsung menyalakan mobilnya mengikuti taksi Giani. Ramos sengaja menjaga jarak agar kedua anak-anak Giani tidak curiga padanya.
Jarret dan Jackson yang baru kali ini menginjakkan kaki di Melbourne tampak sangat takjub berada di tanah kelahiran ibu mereka.
"Mommy, apa kita nanti juga berkunjung ke makam nenek?"
"Jika kalian mau, kita akan ke sana, Sayang."
Mereka tiba di rumah Profesor Gilbert. Giani sengaja tidak memberitahu dirinya akan datang ke rumah. Giani merogoh tasnya dan mengambil kunci cadangan miliknya. Sejenak Giani menatap rumah itu, tidak ada yang berubah penampilannya, semuanya masih tampak sama. Saat pintu terbuka, Giani menatap tak percaya. Rumahnya sudah mirip kapal pecah. Giani merasa debu di rumah ayahnya bisa untuk menanam Aglonema.
"Oh, ya Tuhan."
Jack terbatuk-batuk saat mengisap udara kotor di rumah Giani. Giani segera mendekati Jack dan Jarret dan lalu membawa kedua putranya kembali keluar.
"Kalian tunggu di sini. Mommy akan segera membersihkan rumah kakek. Mungkin karena mommy tidak di rumah, kakek jadi jarang membersihkan rumahnya."
"Yes, Mom. Apa mommy tidak butuh bantuan kami?"
"Terima kasih sayang, tapi tidak usah. kalian duduk dulu di ayunan itu dan jangan kemana-mana. Asal kalian tahu itu tempat favorit mommy saat kecil," kata Giani sembari mencolek hidung kedua putranya.
Sebenarnya Giani merasa kedua putranya mirip dengan seseorang yang sangat dia kenal, tapi berulang kali Giani menyangkal perasaan itu. Semakin mereka besar, sorot mata mereka mirip dengan pemilik SOS, tapi mana mungkin.
Giani segera masuk ke rumah, dia membuka semua gorden dan terbatuk-batuk. Apa ayahnya memang jarang pulang? kenapa debu-debu di rumahnya begitu banyak. Giani segera mencari penyedot debu dan mulai membersihkan rumahnya. Dari dalam mobil, Ben dapat melihat Giani begitu tangkas membersihkan rumah Profesor Gilbert.
"Ramos, bagaimana caranya mengungkap pada Giani jika aku adalah ayah dari kedua putranya?"
"Tuan tinggal datangi dia dan katakan saja padanya. Giani aku adalah pria yang menidurimu malam itu."
"Apa kau sudah bosan hidup, Ramos?"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...