Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
...***...
Di dapur minimalis di sebuah unit apartemen mewah, di sinilah Safira berada. Memasak sesuatu yang simple untuk dirinya dan sang suami. Sesekali bibirnya tersungging senyuman tipis yang semakin menambah kadar kecantikannya meski tanpa riasan sedikitpun.
Bastian datang tiba-tiba dan memeluk pinggangnya dari belakang dengan erat sambil memberikan kecupan ringan di bahunya, kemudian merebahkan kepalanya dengan manja pada bahu sempit tersebut.
"Kenapa kamu tidak membangunkanku, heemmm?" tanyanya dengan lembut.
"Maaf, Tuan. Anda tidur dengan nyenyak sekali. Jadi, saya berpikir nanti saja membangunkannya. Tapi rupanya Anda sudah bangun duluan. Maafkan saya..." Safira menyahut dengan suara yang lembut sambil tersenyum, mesti Bastian tak melihatnya.
"Aku terbangun karena tak mendapati dirimu di sampingku, dan aku takut kamu akan pergi meninggalkanku." Bastian berkata seraya mengeratkan pelukannya.
Safira hanya diam tidak tahu bagaimana harus menanggapi ucapan suami sekaligus bosnya.
"Aku mohon padamu, jangan pernah pergi dariku, Fira...! Mari kita hadapi bersama, dan aku janji, apapun yang terjadi nanti, kamu tetap istriku yang aku cintai dengan segenap jiwa dan ragaku."
"Lalu...bagaimana janji Anda dengan orangtua Nona Farah, Tuan? Bagaimana jika suatu saat nanti Nona Farah datang? Karena saya yakin Nona Farah tidak pernah berniat meninggalkan Anda, tetapi pasti ada suatu alasan yang lain."
"Aku tidak tahu, Fira. Sampai saat ini baik anak buah Papi maupun anak buahku, belum menemukan di mana Farah berada. Kalau memang dia tidak selamat seharusnya jasadnya sudah ditemukan."
Bastian kemudian membalik badan Safira agar menghadap ke arahnya. Dan Bastian dengan leluasa memandang wajah teduh yang membuatnya merasa terhipnotis. Dia membelai wajah cantik itu dan menyelipkan anak rambut ke atas telinga, lalu tersenyum.
"Selama ini aku selalu membayangkan seperti apa wajahmu tanpa hijab, tapi sekarang aku bisa memandangnya dengan leluasa. Dan aku sangat bahagia, menjadi pria yang kamu ijinkan untuk melihatnya." Bastian memberi kecupan hangat pada kening Safira dengan lembut.
Safira memejamkan mata meresapi sentuhan yang diberikan oleh pria yang bergelar suaminya itu. Safira mulai bisa membuka hatinya sedikit, setelah beberapa bulan tinggal hanya berdua dengan Bastian tanpa keributan yang ditimbulkan oleh ibu mertuanya.
Safira dapat merasakan ketulusan dan kesungguhan cinta Bastian, baik dari perkataan maupun perbuatan yang selalu memperlakukannnya penuh kelembutan. Maka dari itu Safira merasa tidak ada salahnya jika dia menerima Bastian, toh di antara mereka adalah pasangan halal.
"Semoga lekas tumbuh benih cintaku di dalam sini," ucap Bastian. Tangan terulur mengusap lembut perut Safira.
"Kalau perempuan dia pasti akan secantik dirimu dan mewarisi sifatmu, tapi jika dia lelaki semoga dia juga seperti dirimu," sambungnya.
Safira tidak bisa untuk tidak tersenyum mendengar perkataan Bastian yang menurutnya sangat aneh, tetapi entah kenapa dia menyukainya.
"Fira, kapan kamu terakhir datang bulan?" tanya Bastian ketika mereka sedang menyantap sarapan.
Dengan menahan rasa malu Safira menjawab dengan jujur. "Sekarang saya sedang datang bulan, Tuan."
"Benarkah?" Bastian menatap Safira dan tersenyum penuh arti. Sedangkan Safira sendiri melihat Bastian dengan kening berkerut, tidak mengerti.
"Jika kamu dalam masa subur nanti, maka aku akan rajin bercocok tanam, agar lekas hadir Bastian junior kita dan tumbuh sehat di dalam rahimmu," ucap Bastian penuh harap, membuat mata Safira membulat sempurna mendengar ucapan yang menurutnya cukup frontal .
"Aku yakin Mami pasti tidak akan bisa lagi menekan kita, Sayang." Bastian berkata dengan penuh percaya diri.
"Tapi...bagaimana jika nanti yang lahir adalah bayi perempuan, Tuan?" tanya Safira pesimis.
"Kamu tidak perlu cemas, apapun nanti jenis kelamin anak kita, aku pastikan akan sangat menyayanginya, karena dia adalah benih kualitas premium dariku," jawab Bastian yakin.
"Bagiku laki-laki dan perempuan sama saja. Bukankah sekarang sudah jamannya emansipasi wanita?" sambungnya, membuat perasaan Safira menghangat.
Safira kemudian melanjutkan aktivitasnya membersihkan bekas mereka sarapan, sedangkan Bastian memilih duduk di kursi memandang sang istri yang sedang mencuci peralatan memasak, sambil tersenyum membayangkan kehidupan mereka dengan kehadiran sang buah hati yang akan semakin menguatkan ikatan antara dirinya dan Safira.
...***...
Nyonya Hanum kembali mendatangi mansion mewah milik Bastian. Tak ada keramahan yang terpancar pada wajah wanita paruh baya itu. Padahal sebenarnya beliau memiliki kecantikan yang tak terbantahkan meskipun usianya tak lagi muda.
"Apa Bastian, belum juga pulang kemari!" tanyanya ketus.
Wanita dengan dandanan paripurna itu, melenggang masuk tanpa menatap lawan bicaranya.
"Maaf, Nyonya. Sampai saat ini Tuan Muda belum juga kembali," jawab Mbok Rum dengan hati-hati.
"Ke mana perginya mereka? Ini bahkan sudah beberapa bulan sejak kepergiannya. Di kantor pun saya tidak juga bertemu Bastian," ucap Nyonya Hanum dengan kesal.
"Apa perempuan kampung yang miskin itu, tidak mengatakan apapun padamu, ke mana dia pergi?" tanyanya sambil memicingkan mata, merasa curiga pada Mbok Rum.
"Maaf, Nyonya Besar. Siapalah saya ini, sampai Nyonya Safira harus memberitahu ke mana beliau pergi," jawab Mbok Rum.
"Sudah-sudah...!" Nyonya Hanum mengibaskan tangannya.
"Entah pel*et apa yang perempuan kampung itu gunakan, sehingga kalian begitu melindunginya." Nyonya Hanum menggerutu.
"Awas saja nanti, aku pasti akan membuat perhitungan dengannya," ancamnya kemudian, dan berlalu menuju kamarnya.
Mbok Rum langsung mengelus dadanya, merasa lega. Meski tak tahu lagi harus bersikap bagaimana menghadapi sikap Nyonya Hanum yang susah diprediksi itu.
Santi mendekati Mbok Rum dan bertanya, "Ada apa sih, Mbok? Kenapa lagi dengan Kanjeng Mami?"
Mbok Rum menghela napas dalam, sebelum menjawab, "Beliau hanya bertanya di mana Tuan Muda dan Nyonya Safira berada."
"Memang sebenarnya Tuan Muda dan Nyonya Safira bersembunyi di mana to, Mbok?" tanya Santi penasaran.
"Mbok tidak tahu, San. Sudahlah, kita ini hanya orang kecil, tidak seharusnya mencampuri urusan mereka," ucap Mbok Rum tanpa berniat untuk memberitahukan keberadaan kedua majikan mereka.
Meskipun sebenarnya Mbok Rum tahu di mana keduanya berada, karena Bastian pernah mengatakan padanya. Akan tetapi, Bastian sudah mewanti-wanti agar tidak memberitahukan pada siapapun di mana keberadaan mereka.
...***...
Sinar matahari pagi bersinar lembut menerpa kaca jendela, dan menembus masuk melalui celah tirai yang bergoyang tertiup angin. Di atas tempat tidur, tampak pasutri itu masih begitu nyaman berselancar di alam mimpi.
Baik Bastian maupun Safira hanya akan bangun pagi untuk menunaikan sholat subuh lantas melanjutkan tidurnya kembali.
Entah apa yang terjadi dengan mereka, hingga akhir-akhir ini menjadi sosok pemalas. Makan, tidur, dan bercengkerama, menghabiskan waktu bersama di apartemen. Untuk urusan perusahaan Bastian menyerahkan sepenuhnya kepada Reyhan, asisten pribadinya.
Di tengah tidurnya yang pulas Bastian tiba-tiba terbangun. Dia merasa ada sesuatu yang mendesak untuk segera dikeluarkan. Dia pun segera meloncat bangun dari tidurnya dan berlari ke kamar mandi, lalu menumpahkan isi perutnya.
"Huek...huek...huek...!" Hingga dirinya lelah, tetapi hanya air dan lendir kekuningan yang keluar dari mulutnya.
Safira yang terbangun mendengar suara Bastian, lalu mendekat dan mendapati sang suami yang terduduk lemas di lantai kamar mandi.
"Apa yang terjadi dengan Anda, Tuan?" tanya Safira dengan panik.
...***...
Kira-kira apa yang terjadi dengan Bastian???
Stay tune ya, dan jangan lupa tekan permintaan update... Supaya author semangat dalam menulis
Bersambung....