CEO perusahaan literasi ternama, Hyung menjual dirinya di situs online sebagai pacar sewaan hanya karena GABUT. Tak disangka yg membelinya adalah karyawati perusahaannya sendiri. Ia terjebak satu atap berminggu-minggu lamanya. Benih-benih asmara pun muncul tanpa tahu jika ia adalah bosnya. Namun, saat benih itu tumbuh, sang karyawati, Saras malah memutuskannya secara sepihak. Ia tak terima dan terpaksa membongkar jati dirinya.
"Kau keterlaluan, Saras. Kau memperlakukanku semena-mena tanpa menimbang kembali perasaanku. Lihat saja! Kau akan datang padaku secara terpaksa ataupun patuh. Camkan itu!"
Ia pun ingin membalas terhadap apa yang pernah Saras lakukan padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaharu Wood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BELUM ADA KABAR
Ternyata ponselnya sedang di-charge. Baiklah. Mungkin aku tidur saja sambil menunggu kabarnya.
Dan akhirnya Saras pun tertidur untuk melepaskan lelah setelah seharian bekerja. Ia biarkan ponselnya tetap aktif sambil menunggu kabar dari Hyung. Ia menantikan itu semua.
Esok harinya...
Menjelang pertengahan hari, Saras dan Elen pergi bersama. Keduanya kini baru saja selesai berbelanja. Mereka pun masuk ke dalam taksi yang telah dipesan sebelumnya. Di tengah keramaian kota di akhir pekan.
"Akhirnya aku bisa menyetok makanan kesukaanku," kata Elen sambil duduk di mobil.
"Sepertinya aku tidak bisa berbelanja sebanyak dirimu, Elen." Saras tampak prihatin dengan dirinya.
"Hahaha. Tak apa. Nanti juga ada masanya dirimu berbelanja sepuasnya." Elen menghibur. Keduanya pun tertawa bersama.
"Jalan Anyelir, Nona?" Supir taksi itu memastikan tujuan alamat keduanya.
"Benar, Pak." Elen pun menjawabnya.
"Tunggu sebentar, Nona. Di depan sedang banyak mobil yang keluar dari parkiran." Sang supir memberitahukan.
"Baik." Keduanya mengangguk. Tak lama ponsel Elen pun berdering. "Halo, El?" Ternyata El lah yang menelepon Elen.
Elen terlihat menerima telepon dari El dengan sangat antusias. Sedang Saras memeriksa kembali barang belanjaannya sambil menunggu Elen selesai menerima telepon. Ia kemudian melihat-lihat ke sekeliling jalan raya yang mulai padat. Tapi tiba-tiba saja, pandangan matanya tertuju ke arah seberang. Sebuah pertokoan yang menjual pakaian bermerek di sana, mirip seperti butik ternama.
Vi???
Ia pun terkaget-kaget karena melihat seperti Hyung di sana. Hatinya menduga-duga.
Siapa wanita itu?
Ia juga melihat seorang wanita muda yang masuk bersama seorang pria mirip Hyung ke butik itu. Ia memerhatikan dengan saksama.
Apakah nomornya sudah aktif? Mungkin aku bisa menanyakan di mana dia sekarang untuk memastikan kebenarannya.
Saras kemudian lekas-lekas mengambil ponselnya. Ia cek apakah ada pesan dari Hyung atau tidak. Dan ternyata...
Pesanku ceklis satu? Nomornya tidak aktif? Atau jangan-jangan dia tidak mau diganggu? Tapi apakah benar pria itu Hyung?
Saras bertanya-tanya.
"Kenapa Saras?" Elen pun telah selesai menerima telepon.
"Em, tidak. Tidak ada apa-apa." Saras mencoba menutupinya.
Elen melihat ponsel yang dipegang oleh Saras. Ia mengintip apa yang ada di sana. "Vi? Dia punya nomor whatsapp?" tanya Elen kepada Saras.
Seketika Saras tersadar masih memegang ponselnya. "Ini nomor kantornya." Saras pun menjawab sambil memasukkan kembali ponselnya ke tas.
"Oh ...." Elen menjawab seperti itu. Ia tampak mengangguk-angguk.
"Kita jalan, Nona." Tak lama taksi mereka pun melaju dari jalanan pertokoan. Tampak Saras yang masih memikirkan.
Vi ....
Sedang Elen menyadari sesuatu. Ia kemudian mencoba menanyakannya. "Pesanmu ceklis satu?" tanya Elen kepada Saras.
"Ya." Saras mengangguk.
"Itu nomor kantor? Atau nomor pribadi?" tanya Elen lagi.
Saras terdiam. Ia menggelengkan kepalanya. Seperti tidak tahu pasti.
"Hahhh." Elen pun mengembuskan napasnya dengan lelah. "Ini hari libur, Saras. Jika itu nomor kantor, wajar saja jika pesanmu ceklis satu." Elen mengingatkan.
Saras terlihat bersedih.
"Sudah, kita nikmati saja hari ini. El juga sedang pergi bersama teman-temannya. Rumahku kosong. Jadi kita bisa berlibur bersama di rumahku." Elen mencoba menguatkan Saras.
Entah mengapa Saras terbawa perasaan saat mengetahui nomor Hyung belum juga aktif dari semalam. Dan entah mengapa Saras merasa Hyung hanya ada untuknya di hari kerja. Sedang hari libur digunakan untuk bersama yang lainnya.
Jika benar tadi Vi, berarti aku ini hanya sebatas rekan kerjanya saja. Dia tidak serius padaku. Mungkin selama ini aku saja yang terlalu berbesar hati menanggapi sikapnya.
Jalan raya pun menjadi saksi Saras yang bimbang. Ia mencoba menenangkan pikirannya. Ia tidak ingin berprasangka yang bukan-bukan terhadap Hyung. Tetapi tetap saja sosok pria yang dilihatnya di seberang jalan itu mirip seperti Hyung. Saras kemudian mencoba mengalihkan pikirannya. Terus berusaha optimis di tengah gencaran hatinya yang gundah. Gundah gulana karena seorang pria yang kini dicintainya, Hyung Kimra.
Sementara itu di butik baju...
Akhir pekan membuat orang ramai keluar rumah untuk berbelanja memenuhi kebutuhan. Begitu juga dengan seorang wanita paruh baya berblus hitam yang tampak sedang memilih-milih baju untuk dipakainya. Ialah Nyonya Ra, ibu dari Hyung sendiri. Ia bersama Zuyu dan Hyung di sana.
"Zuyu, apakah ini bagus untukku?" Nyonya Ra bertanya kepada gadis bersweter putih itu.
"Bagus, Ibu. Anda cocok sekali mengenakannya."
Ibu??? Saat itu juga Hyung yang menemani mereka bertanya-tanya. Sejak kapan ibu memperbolehkan orang lain memanggilnya dengan sebutan ibu? Hyung tidak habis pikir.
Ternyata oh ternyata Hyung memang benar masuk ke dalam butik baju bersama ibunya dan juga Zuyu. Namun, Hyung tidak melihat Saras di seberang. Dan Saras hanya melihat Hyung dari belakang. Sehingga Saras tidak dapat memastikan apakah itu benar Hyung atau bukan.
"Bu, aku tinggal sebentar. Aku ingin ke toilet." Hyung berpamitan.
"Ke toilet?" Ibunya bertanya. "Zuyu antarkan Hyung ya. Biar ibu menunggu di sini," kata ibu Hyung kepada Zuyu.
Seketika Hyung kaget. "Ibu, aku sudah besar. Aku bisa sendiri." Hyung mengatakan.
"Ssttt. Ini ibu kota. Lagipula tak apa kalian berjalan bersama." Nyonya Ra seperti ingin Hyung dan Zuyu dekat. Hyung pun tidak habis pikir dengan ibunya.
Jika dia terus-terusan di dekatku, aku tidak bisa menghubungi Saras. Astaga, kenapa aku seperti tidak bisa keluar dari jerat ibu? Ibu memaksaku untuk selalu bersamanya. Sedari malam dia mengawasiku.
Hyung resah. Ia juga gelisah. Kedatangan ibunya bak sebuah bencana. Hyung tidak bisa bebas bergerak di apartemennya. Ia selalu diawasi ibunya. Hyung pun belum dapat menghubungi Saras. Padahal ini adalah akhir pekan yang tepat untuk mengajak jalan.
Saras, kumohon jangan berpikir aneh-aneh. Aku akan menghubungimu secepatnya.
Dan akhirnya Hyung pun mau tak mau menuruti perkataan ibunya. Ia pergi ke toilet bersama Zuyu. Terlihat di sepanjang jalan, Hyung yang hanya diam. Ia berusaha menjaga jarak dari Zuyu. Zuyu pun diam saja. Ia tampak bingung harus berkata apa. Karena ini kali pertama bertemu setelah lama sekali tidak berjumpa.
Kaget ya karena dia tamvan 😁