Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA PULUH
Lamborghini Veneno Mentari yang masuk ke gerbang rumah sakit sontak saja mengundang tatapan kagum banyak orang. Apalagi saat sosok cantik Mentari turun menggunakan heels yang terlihat begitu cantik di kakinya dan dress sebatas lutut berwarna navy menampilkan kesan berkelas dan anggun pada sosok Mentari. Mereka sampai ada yang diam-diam mengambil foto Mentari yang baru saja turun dari dalam mobil dengan sunglasses yang setia menangkring di atas hidungnya yang bangir.
Mentari melepaskan kaca matanya kemudian matanya mengedar ke sekeliling dengan dahi yang berkerut saat menyadari ia telah jadi bahan perhatian orang-orang. Mungkin mereka pikir Mentari adalah seorang artis atau putri dari konglomerat. Tanpa mereka tahu, Mentari justru orang biasa yang berhasil mendulang rupiah dengan modal penghasilannya selama menjadi TKW.
Dirinya boleh sebatang kara di dunia, tapi ia tak boleh menyerah untuk meraih kebahagiaannya. Meski saat ini ia sedang jatuh dan terluka karena pengkhianatan, tapi bukan berarti Mentari akan terus meratap kecewa. Biarlah kekecewaan itu ia jadikan cambuk untuk meraih kebahagiaan sejatinya. Mentari takkan trauma untuk kembali menjalin hubungan, tapi bukan berarti ia akan memilih sembarangan. Tidak seperti sebelumnya, ia menikah dengan seseorang yang keluarganya tidak bisa menerimanya sepenuh hati, maka kali ini ia akan memastikan keluarganya dahulu, mau menerima dirinya atau tidak Apalagi dengan kemungkinan ia yang tak bisa memberikan keturunan.
Yah, setelah mengetahui Erna hamil anak Shandi, ia mulai berpikir, jangan-jangan hasil pemeriksaan itu tertukar dengan milik orang lain. Jadi, bila ia kembali menjalin hubungan, ia terlebih dahulu akan memastikan dua hal, yaitu maukah calonnya nanti menerimanya bila ia memang benar-benar tidak bisa memberikan keturunan dan apakah keluarganya mau menerima dirinya dengan tulus menjadi anggota keluarga mereka. Mentari tidak memusingkan masalah harta. Toh apa yang ia miliki lebih dari cukup. Uang bisa dicari, tapi kesetiaan dan ketulusan, hal itu tentu menjadi dasar sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mentari akan memastikan kedua hal tersebut terlebih dahulu.
Setibanya Mentari di lobi rumah sakit, Mentari mengambil ponselnya hendak menghubungi Jervario untuk menanyakan dimana keberadaan sang sahabat, Jeanara. Tapi belum sempat ia mendial nomor Jervario, sebuah seruan telah terlebih dahulu menginterupsinya.
"Riri," panggil seseorang sambil menepuk pundaknya. Mentari pun lantas menoleh dan mengangkat kedua alisnya ke atas.
"Baru aja mau telepon nanyain kamar Jea, tapi kok kamu di sini? Jea sama siapa dan dimana?" cecar Mentari sambil mencoba mensejajari langkah panjang Jervario. Tapi laki-laki itu hanya menoleh singkat tanpa menjawab pertanyaan Mentari, membuat calon janda itu memberengut kesal.
Sebal pertanyaannya tidak dijawab, Mentari lantas mengangkat tas tangannya dan memukulkannya di pundak Jervario.
"Aduh," desis Jervario lalu ia segera menoleh ke arah wanita yang jaraknya sekitar 3 langkah di belakangnya. "Kenapa?" tanyanya tak merasa bersalah.
"Ck ... orang nanya tapi nggak dijawab malah tanya kenapa? Nyebelin banget sih jadi cowok. Mana jalan kamu cepet banget. Nggak tau apa aku itu pakai high heels, kali aku sakit tau jalan cepat-cepat kayak gitu." Mentari menghentakkan kakinya sambil mengerucutkan bibirnya kesal. Hal tersebut justru tanpa sadar memancing sebuah senyuman di salah satu sudut bibir Jervario.
Lalu Jervario mendekati Mentari dan berjongkok di hadapannya membuat Mentari menjengit kaget.
"Eh, eh, ma-mau apa kamu?" tanya Mentari panik.
"Katanya kaki kamu sakit. Coba saya lihat!" tukasnya yang kemudian tanpa permisi langsung menarik kaki Mentari dan memutarnya sedikit untuk melihat tumitnya yang memang tampak memerah. "Mau saya gendong? Tumit kamu merah kalau terus dipaksa jalan takutnya lecet," ucapnya membuat Mentari membulatkan matanya.
"Nggak ... nggak perlu, makasih. Aku-aku masih bisa jalan kok. Hehehe ... " Tolak Mentari. Tumitnya hanya merah kan, bukan bengkak sampai tidak bisa berjalan. Malu dong kalau dilihat orang. Apalagi statusnya masih istri orang. Ia tetap harus menjaga Marwah dirinya sebagai seorang perempuan dong.
"Tapi nanti kaki kamu makin sakit." Jervario kekeh ingin menggendong Mentari.
"Kaki aku cuma merah, belum lecet apalagi bengkak. Udah ya Jer, aku masih bisa jalan kok asal kamu jangan terlalu cepat-cepat gitu. Nggak nyadar apa, kaki kamu itu panjang, jadi sekali langkah sama dengan 2 sampai 3 kali langkah aku. Atau kalau kamu mau cepat, silakan gih. Kasih tau aja di lantai berapa dan ruang apa Jea berada sekarang," tukas Mentari memilih jalan tengah.
"Ya udah, kita bareng aja.. Saya nggak akan jalan cepat-cepat lagi," pungkas Jervario mengalah membuat Mentari terperangah.
Kini Mentari dan Jervario sudah berada di dalam lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai tempat Jeanara berada. Sesekali Mentari melirik Jervario yang bersandar dengan tenang. Kedua tangannya berada di saku celana membuat auranya memancar indah.
"Nggak usah lirik-lirik, entar jatuh hati, repot!" cibir Jervario membuat Mentari terbelalak kemudian mendengkus.
"Astaga, ternyata kamu narsis juga ya! Siapa juga yang bakal jatuh hati sama triplek dilaminating kayak kamu," cibir Mentari dengan kedua tangan bersedekap di depan dada.
"Triplek dilaminating?" beo Jervario tak mengerti.
Mentari mengangguk cepat, "ya, kamu itu cocoknya dipanggil triplek dilaminating, udah kaku, datar, eh sekarang sok cool lagi. Ck ck ck ... Baru ini aku ketemu laki-laki modelan kamu kayak gini. Mana mungkin aku jatuh hati dengan cowok modelan kayak kamu gini, nggak ada manis-manisnya," imbuh Mentari dibalas delikan tajam oleh Jervario.
Jervario lalu meringsek maju mendekati Mentari membuat calon janda itu mundur selangkah, tapi sorot matanya tetap menantang, enggan diintimidasi.
"Bagaimana kalau saya bisa membuat kamu jatuh hati?" Jervario memiringkan kepalanya membuat semburat merah di pipi Mentari.
"Cih, PD. Mana mungkin itu terjadi. Kamu emang tampan, tapi kakunya nggak ketulungan. Bisa mati jenuh aku kalo jadi pasangan kamu."
"Oh ya?"
"Ya," sahut Mentari cepat dengan sorot mata menantang.
Jervario manggut-manggut, "kamu belum tahu saya yang sebenarnya. Kalau kamu tahu, saya yakin, kamu pasti akan segera jatuh hati," tukasnya pelan seraya berbisik di depan wajah Mentari yang jaraknya bahkan hanya beberapa sentimeter saja.
"Ma ... "
"Kita sudah sampai, ayo keluar!" potong Jervario cepat membuat Mentari menghentakkan kakinya karena belum sempat ia menjawab, Jervario justru telah lebih dahulu keluar dari dalam kotak besi tersebut.
"Dasar triplek dilaminating nyebelin," desis Mentari kesal.
"Nggak usah jalan pake ngehentak gitu nanti kaki kamu makin sakit terus benar-benar lecet dan bengkak. Atau itu memang tujuan kamu biar saya gendong," seloroh Jervario yang membuat Mentari membulatkan matanya.
"Astaga, Jea, sodara kamu kok gini amat sih! Narsisnya akut banget," desah Mentari membuat Jervario yang berjalan di depannya diam-diam tersenyum tipis.
...***...
R : Thor, kok si kutu kupret nggak nongol?
O : Bentar, lagi diumpetin. Otaknya lagi mumet gara-gara nggak bisa hadir hubungi Tari.
R : Thor, buruan hukum si kutu kupret!
O : Tenang aja, othor pasti hukum tuh kutu kupret sama para cecurut benalunya. Klo buru-buru, cepat tamat dong. 😄 Slow down, baby! 😝
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...