Memulai satu karya berharap pada kebaikan hati pembaca setia. Setiap like, komen dan vote adalah kenderaan buat kami melaju ke depan.
Di sini aku sebagai penulis muda sangat mengharap dukungan pembaca setia. Ini sebagai doping untuk makin giat hasilkan karya sesuai harapan pembaca.
Alkisah seorang gadis cerdas terjebak pernikahan dengan seorang pengusaha kaya raya. Pengusaha tambang ini diramalkan harus memiliki isteri sampai setengah lusin maka kekayaan akan bertambah hingga tak kandas dimakan empat kali tujuh turunan. Orang tua pengusaha percaya ramalan ini maka memaksa putra satu-satunya menikahi enam orang isteri.
Adeeva yang masih muda dipaksa kedua orang tuanya menikah dengan pengusaha kaya itu sebagai isteri di urutan ke enam. Adeeva tak punya pilihan lain selain patuh pada kedua orang tuanya karena ingat penyakit jantung Abah dan penyakit hipertensi Umi.
Bagaimana kisah selanjutnya silahkan ikuti kisah Adeeva. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Sandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menuntut Nikah
"Baik...aku akan bantu kamu. Dan jangan lupa bertanggung jawab pada aku!"
Adeeva besarkan mata karena Ezra masih menuntut tanggung jawab padahal Adeeva sudah ngaku punya suami. Apa pengakuan Adeeva hanya sia-sia? Otak Ezra bebal tak ngerti situasi.
"Pak...aku ini isteri orang!"
"Kan isteri siri. Aku tidak akan menikahimu secara agama. Tapi secara hukum. Kamu kan belum terdaftar sebagai isteri laki bangkotan itu. Aku berjaga-jaga supaya kamu tidak lari dari tanggung jawab." ujar Ezra santai tak open Adeeva bingung. Apa dunia sudah gila? Secara agama dia isteri laki bangkotan, secara hukum dia isteri bos. Apa ada kisah konyol bin sinting di jagat raya ini?
"Ini namanya poliandri pak! No...ini melanggar norma kita! Aku masih waras." Adeeva langsung menolak ide gila Ezra.
"Baik..aku akan melaporkan kamu pelecehan sexual! Kita tunggu proses hukum." Ezra dengan gaya Flamboyan meneguk kopi tak peduli Adeeva bergerak ingin hajar dia. Kedua tangan Adeeva sudah terkepal pingin beri bogem ke wajah ganteng bosnya.
Adeeva menahan diri agar tidak terjerat kesalahan dua kali. Pertama pelecehan sexual dan kedua hajar bos sampai bonyok. Dua hal ini mesti Adeeva hindari agar tidak terjebak dalam masalah.
"Pak...yang waras dong! Masa aku sudah punya suami harus menikah dengan orang lagi."
"Bukankah kalian akan segera bercerai?" sekak Ezra tak ambil pusing kekesalan Adeeva.
"Aduh pak! Kami bercerai tidak ada hubungan dengan bapak! Aku pingin selesaikan S3 baru akan cari jodoh lagi. Aku ogah terjebak lagi." Adeeva ngotot tak ingin masuk dalam hidup bosnya. Menjadi wanita perusak keluarga orang bukan impian Adeeva. Cukup sekali ini jadi gundik suami bangkotan.
"Aku hanya ingin memastikan kau tak lari dari tanggung jawab. Kita hanya menikah di atas kertas untuk ingatkan aku bahwa aku pernah dilecehkan pegawai sendiri."
"Pak...please! Hukuman apapun Kuterima asal jangan permainkan lembaga pernikahan! Jangan pikir bapak kaya bisa seenak permainkan lembaga ini!" Adeeva mulai terpancing emosi merasa Ezra sudah lewat batas.
"Ok...kita proses lebih lanjut! Aku tidak pernah bermain dengan hukum. Apa yang kulakukan hanya untuk melindungi nama baik aku! Gimana kalau tersiar kamu melecehkan aku? Di mana mau disimpan wajahku yang ganteng? Kalau kau mau lari dari tanggung jawab nggak masalah! Kita tempuh jalur hukum."
"Aduh pak kalau bapak tidak ngomong siapa yang tahu apa yang terjadi malam sebelumnya! Kita sudahi masalah ini."
"Bagimu mungkin hal kecil tapi bagiku ini hal menyakitkan. Terserah kamu mau yang mana? Tanggung jawab secara tertulis atau urusan dengan hukum."
Adeeva lemas di atas kursi. Dua tuntutan sama-sama merugikan Adeeva. Keluar dari mulut harimau masuk sarang singa.
"Pak...anda sudah punya isteri. Nama anda sudah tercatat di catatan sipil. Mana mungkin kita catat lagi. Ini bisa dituntut isteri bapak. Aku bukan orang jahat menyakiti sesama wanita." Adeeva buang muka anggap Ezra hanyalah seorang CEO diktator. Berbuat sesuka hati menekan anak buah.
"Aku punya isteri tapi tidak dicatat. Kamu orang pertama mencatat pernikahan dengan aku!" kata Ezra tanpa beban. Omong bagai minum air putih. Glek terjun ke lambung.
Adeeva merasa kupingnya tersumbat sarang lebah. Ada puluhan lebah berdengung di dalam tanpa tahu artinya. Mana ada CEO menikah tanpa catat pernikahan di catatan sipil. Apa Ezra orang punya kelainan jiwa?
"Stress kelas kakap. Aku mau ke kantor. Kita sudahi obrolan hari ini. Anggap tak ada kejadian tadi malam. Aku minta maaf sekali lagi." Adeeva malas ladeni bos kurang waras pagi ini. Merusak semangat kerja saja.
"Ok...nanti kita jumpa di kantor. Aku ke kantor polisi dulu laporkan kejadian semalam. Kau duluan berangkat." Ezra tidak menahan Adeeva. Gadis berhati baja model Adeeva tak perlu dikeraskan, jamin dia akan lebih keras. Mending Ezra main cantik menaklukkan gadis ini perlahan.
Adeeva menunda langkah menatap Ezra dengan putus asa. Apa maunya bos ini. Adeeva sudah jujur statusnya isteri orang, isteri siri dari kakek bangkotan. Ezra masih juga belum puas permainkan dia.
"Apa mau bapak?"
"Sederhana...tanggung jawab! Aku mau kamu menikahi aku banyak alasannya. Satu untuk hindari fitnah kita kumpul kebo, dua untuk meringankan beban moral di hati."
"Bapak kan hanya sementara ngantor di sini. Pulang ke kantor pusat semua akan berlalu. Kalau beban moral apa bapak belum pernah berhubungan intim dengan isteri bapak? Bapak sudah tua untuk sok perjaka. Kadaluarsa."
"Belum pernah hubungan intim karena aku tak suka pada isteri aku. Kau orang pertama sentuh pusaka aku maka aku tuntut tanggung jawabmu. Aku tak bohong. Sumpah disambar elang." Ezra angkat dua jari lakukan sumpah. Adeeva cepat-cepat menangkap tangan Ezra agar jangan bersumpah. Takutnya bukan disambar elang malah disambar pesawat naas.
"Aku akan tanggung jawab kalau ada keputusan suami aku! Begitu dia ceraikan aku maka aku akan nikahi kamu." kata Adeeva tak punya pilihan lain. Adeeva sekedar janji manis di bibir doang agar Ezra tak bikin kepalanya mumet. Adeeva yakin setelah Ezra pulang ke pangkuan isteri tercinta nama Adeeva akan menguap.
Ezra tepuk tangan setuju janji Adeeva. Laki ini menyeruput kopi dengan nikmat seolah minuman itu sangat enak. Adeeva mencibir ingin beri bogem ke wajah orang tak tahu malu itu. Ambil keuntungan dari seorang gadis muda. Mana ada orang menuntut gadis muda hanya karena sosisnya kena sentuh. Yang ada dia keenakan digerayangi gadis muda. Nasib Adeeva sungguh apes.
Sejak menikah dengan suami bangkotan garis hidup Adeeva berubah total. Hari-hari santai dan nyaman menjauhi gadis ini. Yang ada kesialan beruntun. Sudah kayak tabrakan beruntun di jalan tol.
"Aku berangkat duluan biar orang tak pikir buruk padaku. Ingat janji bapak mau bantu aku bercerai dari kakek jompo itu. Aku sudah tak sabar ditalak kakek sinting itu. Sudah jompo hidup pula." Adeeva mengambil tas berisi laptop dan file. Tanpa menunggu jawaban Ezra gadis ini pergi keluar.
Ezra tersenyum senang mendapat angin menikahi Adeeva secara resmi. Betapa bodohnya dia mencari bayi yang pernah menjadi tunangan di masa kecil ternyata ada di depan hidung. Bayinya telah tumbuh dewasa dan cantik. Tidak sia-sia Ezra menanti orang itu muncul.
Ezra harus pasang strategis jitu dan licik baru bisa tipu Adeeva takluk pada keinginannya menikah secara resmi di catatan sipil. Biarlah Adeeva mengira suaminya bangkotan dan tua. Yang penting Adeeva tak lepas dari genggaman tangan.
Ezra meneleponi Ruben untuk persiapkan semua berkas untuk daftarkan pernikahan mereka sah menurut hukum. Adeeva takkan bisa lari lagi bila tercatat sebagai isteri sah Ezra. Mau lari ke mana lagi gadis itu.
"Halo..kau di mana?" Ezra terhubung dengan asisten pribadinya yang kena ngungsi ke kantor pusat gara Ezra ingin berduaan dengan Adeeva. Ruben dianggap nyamuk pembawa suara bising.
"Lagi ke kantor. Istana heboh kau pergi tanpa kabar. Rubah-rubah istana ngamuk padaku karena kamu tak ada kabar. Mereka tanya gimana jatah uang belanja mereka apa dinaikkan karena semua bahan pokok naik drastis."
"Tetap seperti biasa. Kartu kredit juga dibatasi biar tidak pada boros. Kalau ada yang protes minta kembali kartu kredit mereka. Jangan banyak mulut dengan mereka!"
"Siap laksanakan! Cuma itu perintah bos?"
" Ada yang lebih penting dari cerita di istana. Daftarkan pernikahan aku dengan Adeeva secara resmi. Aku mau dia sah di hukum negara."
"Lha kok mendadak? Sudah bapak apakan anak itu sampai rela catat pernikahan secara hukum."
"Aku telah menemukan bayi itu. Dia Adeeva. Untuk sementara dia belum tahu siapa aku. Dia masih mengira suaminya kakek bangkotan. Biarkan saja dia berpikir sesuka hati. Aku takkan biarkan dia hilang dari hidup aku lagi. Persetan dengan rubah di istana."
"Bang..kau yakin anak itu Adeeva?" tanya Ruben belum rela Adeeva jadi milik Ezra. Jarak usia Ezra dan Adeeva terpaut jauh. Hampir selisih dua belas tahun. Adeeva masih muda sayang kalau harus bersanding dengan Ezra yang sudah cukup matang.
"Yakin...aku tak sangka mama akhirnya beri yang baik untukku. Kukira dia hanya sodorkan sampah untuk disimpan dalam gudang istana."
"Lebih baik kuselidiki dulu anak itu. Nanti takut abang terjebak dalam permainan mama kamu lagi. Kalau memang dia maka aku akan urus segalanya."
"Gitu dong sama abang sendiri! Aku lagi bahagia. Penantianku telah berakhir."
"Semoga gitu bang! Tunggu kabar dariku ya! Abang hati-hati ya! Jangan masuk jebakan batman!"
"Tenang bro! Aku bukan anak kemarin gampang terperdaya oleh seorang wanita. Kita tunggu saja kelanjutan kekonyolan Adeeva. Aku benar-benar baru menikmati hidup setelah jumpa Adeeva. Konyol kurang ajar dan lucu."
"Jatuh cinta ni ye...!"
Hati Ezra berkembang digoda oleh Ruben. Ezra seperti anak remaja pertama kali mengenal kata cinta. Padahal usia Ezra sudah lewati batas anak muda. Sudah tiga puluh empat tahun. Usia yang mulai masuk lampu merah.
"Kutunggu kabarmu! Aku mau ke kantor."
"Ok... hati-hati bang!"
"Sip .."
Ezra menyimpan ponsel mahalnya berlogo lambang apel kena gigit orang tak bertanggung jawab. Ezra betul-betul tak sangka isteri ke enamnya adalah orang yang dia tunggu puluhan tahun. Bayi yang dia anggap calon isteri masa depan hilang sekian lama. Sekali muncul telah menduduki jabatan sebagai isteri.
Adeeva beli sarapan sebelum masuk kantor. Sarapan murah meriah dan mengenyangkan perut. Anak gadis ini beli nasi uduk tak jauh dari kantor. Banyak orang beli sarapan pagi di situ karena memang kawasan kantor. Tiap pagi jualan khusus untuk mereka yang belum sarapan dari rumah. Adeeva beli dia bungkus untuk cadangan. Siapa tahu Desi atau Imron belum sempat sarapan seperti dirinya.
Adeeva tetap masuk ke ruang tempat dia pertama kali bangun karier di kantor ini. Teman dekat paling dia sayangi Desi dan Imron. Mereka berdua yang bimbing Adeeva yang masih buta soal seluk beluk jadi pegawai kantoran. Setahap demi setahap Desi dan Imron bimbing Adeeva hingga menjadi pegawai andalan di divisi mereka.
Di ruangan cuma ada Desi. Judika dan Imron belum tampak batang hidung. Satu sibuk sama keluarga dan satunya direpotkan oleh pacar over protektif. Pacar Judika terlalu mengekang Judika sampai laki itu tak bebas bergerak. Kalau itu sudah dimaklumi tim mereka. Judika telat datang cepat pulang sudah bukan hal baru. Sudah rahasia umum Judika hidup di bawah ketiak pacar.
"Teh ..selamat pagi..." sapa Adeeva merangkul Desi dari belakang.
"Hmmm...gimana jadi Aspri bos?"
"Nelangsa teh...bosnya over protektif! Gerakan aku dibatasi. Kapan dia balik ke kantor pusat? Berada di sini mencemari lingkungan doang!"
"Kita mana tahu...kamu yang dekat nggak tahu apalagi aku yang jauh. Semalam kami lembur gara-gara tugas satu gunung. Pak Judika mau minta tolong tapi lihat kamu juga sibuk dia mundur."
Adeeva bergeser duduk di tempat dia bekerja biasanya. Gadis ini meletakkan tas kerja di atas meja seolah akan mulai tugas di situ. Adeeva benar tak rela dipindahkan ke ruang Ezra. Kebebasan Adeeva terbelenggu. Setiap gerakan seperti diawasi puluhan satpam siap kesalahan Adeeva.
"Sudah sarapan teh?"
"Sudah...kau belum?"
"Nggak sempat. Kakak mau nasi uduk?"
"Nggak...kamu cepat makan sebelum bos datang."
Desi merasakan keceriaan Adeeva hilang. Di mana Adeeva yang konyol, yang anggap dunia ini mirip pelangi. Penuh warna indah. Hidup harus dinikmati tanpa perlu memikirkan kesedihan. Makin sedih pekerjaan makin tak beres. Maka itu Adeeva memilih hidup bahagia tak perlu tenggelam diri dalam kegundahan.
Nyatanya pagi ini Adeeva perlihatkan sisi normal seorang manusia punya perasaan. Wajah si cantik tidak memancarkan aura kinclong seperti hari biasa. Desi menduga Adeeva mendapat tekanan dari bos barunya.
"Dek...kok mendung?"
"Nggak kok teh! Lagi kurang tidur saja. Kalau ada tugas tak bisa kelar boleh kirim sebagian ke Eva ya! Eva bantu sebisanya."
"Makan dulu! Kali aja batere lowbat." nasehat Desi merasa kehilangan Adeeva asli. Ini seperti Adeeva kW dua.
Adeeva mengeluarkan nasi yang batu dia beli. Dengan gaya ogahan Adeeva menyuap sesuap demi sesuap ke bibirnya yang bebas lipstik. Desi perhatikan cara makan Adeeva sangat berbeda dari hati sebelumya. Cara makan bangkitkan selera orang tidak terlintas di mata Desi lagi.
"Nasinya kurang enak ya sayang?"
"Lumayanlah kalau lapar! Oya teh! Aku pergi dulu ya! Ini ada satu bungkus nasi lagi. Kali aja kang Imron mau makan!"
Adeeva mengambil tas kerja setelah habiskan nasi. Tanpa minum air anak ini segera mengejar waktu sebelum di dahului Ezra. Ezra tak boleh mendapatkan kesalahan Adeeva lagi. Kalau tidak makin banyak tuntutan bos songong itu.
Di atas Adeeva ketemu Celine yang tampak memang sengaja menantinya. Pagi ini Adeeva tak punya gairah bercanda dengan Celine. Moodnya belum membaik akibat harus bertanggung jawab pada Ezra. Gara-gara mati lampu dia harus bertanggung jawab pada lelaki dewasa. Dasar apes kelas Wahid.