Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Don't Keep Avoiding Me
Tak terasa sepekan telah berlalu sejak kejadian Cherry kabur dari rumah. Cherry tidak lagi kabur karena Morgan menjaganya begitu ketat. Mungkin keadaan kembali seperti semula, tapi tidak dengan hubungan Cherry dan Morgan.
Sekeras apapun Morgan berusaha memperbaiki segalanya, Cherry memutuskan untuk memasang dinding yang tinggi nan kokoh antara dirinya dan Morgan.
Mungkin apa yang dilakukannya adalah hal egois dan tak tahu malu, tapi dirinya tidak ingin terluka lagi. Terluka dengan angan sendiri pun rasanya menyakitkan. Jika ia terus terluka karena Morgan maka ke mana dirinya harus bersandar? Setidaknya ia masih membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka hatinya.
Mobil Ferrari milik Abigail mendesis di depan gerbang rumah Cherry. Cahaya matahari memantul pada kaca jendela, meski begitu tak membuat di dalam mobil terasa pengap.
"Terima kasih sudah mengantarku," ucap Cherry sambil membuka pintu mobil. Tiba-tiba ada angin yang cukup kencang membuat rambut gadis itu yang terurai tertiup angin, memberikan kesegaran.
"Sama-sama," balas Abigail dengan senyum ramah. "Oh, iya, besok hari Minggu. Kamu ada rencana?"
Cherry diam memikirkan sambil menatap jalanan di depannya. "Sepertinya tidak ada," jawabnya pelan.
"Teman kelas kita mau bermain ke pantai. Mau ikut? Yeah, itung-itung hiburan setelah sibuk belajar, apalagi mulai bulan depan kita akan dihadapkan pada ujian kelulusan," ajak Abigail dengan semangat.
Mata Cherry berbinar mendengar ajakan tersebut. Pantai? Ah, rasanya sudah lama ia tidak merasakan pasir lembut di bawah kakinya dan ia juga cukup merindukan suara deburan ombak yang berisik namun terasa menenangkan.
Cherry menganggukkan kepalanya berulang kali. "Aku ingin ikut, tapi aku tidak bisa janji. Aku akan mengabarimu lagi nanti."
Abigail mengangguk mengerti. "Baiklah, aku tunggu kabar baiknya."
Cherry pun turun dari mobil. "Mau mampir dulu?" tawarnya ragu-ragu. Ibu jarinya menunjuk ke belakang, menunjuk rumahnya.
"Tidak, terima kasih. Mungkin lain kali. Ini malam minggu, aku punya janji kencan bersama kekasih ku. Sampai ketemu lagi nanti," tolak Abigail sambil melambaikan tangannya.
Mobilnya pun melaju meninggalkan pekarangan rumah Cherry bagai seekor cheetah.
Cherry berdiri di depan gerbang rumah, memerhatikan laju mobil temannya hingga mobil itu benar-benar menghilang dari pandangannya. Ia menarik napas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar.
Sekarang pulang ke rumah tidak lagi se-menyenangkan seperti dulu. Ia justru ingin tinggal di sekolah lebih lama, tapi sialnya hari ini justru sekolah malah dibubarkan lebih awal.
Cherry memutar tubuhnya, melangkah ragu ke dalam halaman rumah. Pandangannya terbelalak melihat pemandangan di hadapannya.
Ada dua pria asing yang masuk dan keluar rumah tengah mengangkut. Ia melihat pada semua tumpukan barang yang mereka angkut.
Kasur, lemari pakaian, ranjang, bahkan meja rias pun turut serta dalam tumpukan barang-barang itu.
Semua barang itu milik Morgan, tapi kenapa dikeluarkan? "Apa yang terjadi?" gumam Cherry.
Tiba-tiba Morgan muncul dari dalam rumah. Pria itu terlihat terkejut melihat Cherry sudah pulang sekolah.
"Cherry, kenapa kamu sudah pulang sekolah?" tanya Morgan sesampainya di hadapan Cherry.
"Kamu bolos?" tuding Morgan. Melihat dari jam sekolah Cherry ini masih jauh dari waktu yang seharusnya Cherry pulang.
"Jangan menuduhku sembarangan," ketus Cherry. "Semua siswa dipulangkan oleh sekolah. Aku tidak tahu alasannya apa," lanjutnya.
Daripada menatap Morgan, Cherry lebih anteng memerhatikan mereka yang sedang mengangkut barang.
"Kenapa semua barangmu dikeluarkan?" tanya Cherry, penasaran.
"Oh, itu..." Morgan menggaruk kepalanya. "Aku sudah memutuskan untuk berubah dan memulai semuanya dari awal lagi. Jadi aku putuskan untuk membuang semua hal yang bersangkutan dengan masa laluku yang buruk."
"Oh...." Cherry berjalan melewati Morgan. Ia tidak begitu tertarik lagi untuk mendengarkan semuanya.
Morgan menatap langkah kaki Cherry. Diam-diam ia menghela napas dan menggusar wajahnya, ternyata ini juga belum cukup untuk bisa membuat Cherry kembali seperti dulu.
...----------------...
"Cherry, bagaimana kalau besok kita pergi jalan-jalan?" tawar Morgan antusias. Ia sejenak berhenti menyuapkan makanannya, digantikan dengan hanya menatap Cherry yang begitu khusyu menyantap makanannya.
"Besok aku mau pergi ke pantai bersama teman-teman ku," jawab Cherry acuh tak acuh. Ia bahkan tidak membalas tatapan Morgan walau sekilas.
Pun kini ia telah selesai makan, segera beranjak keluar dari kursinya, lalu membawa piring kotor ke dapur. Morgan hanya bisa diam memerhatikan.
Cherry menatap ke lantai atas dengan dua tangan yang melipat di dada. Bunyi palu dan gergaji yang bersahutan di lantai atas tak kunjung berhenti sejak dirinya pulang sekolah.
"Kapan para pekerja itu selesai? Ini sudah malam, seharusnya mereka berhenti bekerja," tanya Cherry. Ia berbalik ke arah Morgan yang masih duduk di meja makan.
"Kalau mereka belum juga selesai bagaimana aku bisa tidur?"
"Sorry," ucap Morgan. "Aku meminta agar kamar itu bisa selesai dalam satu hari saja jadi mereka sepertinya akan bekerja hingga tengah malam. Kamu bisa tidur di kamar tamu untuk sementara waktu."
Cherry memutar bola matanya malas. Jika itu dulu, mungkin dirinya akan sangat senang kamar Morgan ada di samping kamarnya, tapi sekarang rasanya ia tidak ingin lagi hal itu.
Membayangkan ketika Morgan membawa wanita ke kamarnya dan suara mereka yang sedang bercinta akan terdengar jelas ke kamarnya membuat hatinya sakit.
"Kenapa kamu harus pindah ke lantai atas? Apa kamu ingin agar aku bisa mendengar lebih jelas ketika kamu bercinta dengan wanita-wanita mu itu?" sinis Cherry.
"Tidak seperti itu," sergah Morgan. Ia langsung berdiri dan menghampiri Cherry.
"Aku sudah mengatakannya padamu, aku ingin berubah. Aku akan meninggalkan masa laluku dan berusaha berubah menjadi lebih baik, menjadi sosok yang bisa lebih membahagiakan mu."
"Aku sengaja menempatkan kamar ku di depan kamar mu supaya aku benar-benar tidak mengulangi kesalahan itu lagi."
"Terserah. Aku tidak percaya lagi semua omong kosong mu," tandas Cherry. Ia melangkah menuju kamarnya.
"Huft!" Morgan menepuk-nepuk dadanya, menguatkan dirinya agar terus bersabar sebab hal seperti ini terjadi pun ulah dirinya sendiri.
Cherry mengunci pintu kamarnya dengan kuat. Entah kenapa tapi akhir-akhir ini harinya selalu terasa melelahkan. Ia ingin segera terlelap dalam mimpi dan melupakan semua masalah yang sedang ia hadapi.
Semoga ia bisa tidur nyenyak di tengah kebisingan yang sedang terjadi di rumah ini.
Dengan langkah gontai Cherry berjalan ke arah kamar mandi. Air hangat membasahi tubuhnya, sedikit demi sedikit terasa meredakan ketegangan yang menyelimuti dirinya.
Setelah mandi gadis itu mengenakan piyama favoritnya dan duduk di hadapan meja rias untuk menyisir rambutnya.
Baru menyisir setengah rambutnya ketukan keras terdengar dari pintu kamarnya. Terpaksa ia pun berjalan untuk membukanya.
"Ada apa?" tanya Cherry pada Morgan yang berdiri di hadapannya.
Morgan tersenyum lebar. "Boleh aku tidur di kamar mu?"
"Kenapa kamu masih ada di rumah, bukannya setiap malam Minggu kamu akan keluar?"
"Aku tidak akan melakukannya lagi," jawab Morgan. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Mulai saat ini aku akan menghabiskan semua waktu ku hanya bersamamu."
"Aku tidak percaya," sahut Cherry datar.
"Jadi, apa aku tidak boleh tidur di kamar mu?"
"Tidak," tolak Cherry tegas. "Aku tidak mau harus tidur di samping pria yang akan bercinta dengan kupu-kupu malam. Sebentar lagi mereka pasti akan datang."
"Astaga!" Morgan memijat kening. Cherry benar-benar menguji kesabarannya. Sudah berulang kali ia mengatakan padanya bahwa dirinya akan berubah, tapi gadis itu seakan tak mendengarkan semua yang dikatakannya. Sabar juga ada batasnya.
Cherry mengerutkan keningnya menatap Morgan yang seakan sedang menahan marah. Bukankah di sini dirinyalah yang seharusnya marah?
"Oh, aku lupa ini juga kamar mu. Kalau begitu silahkan tidur di sini, aku akan tidur di sofa,-"
"Tidak perlu. Aku saja yang akan tidur di sofa. Selamat malam!" sergah Morgan. Menutup pintu kamar Cherry dalam seketika.
Cherry sampai terdiam dengan sikap Morgan itu. Sepertinya Morgan lelah dengan sikap dan tutur katanya yang menyakitkan dan terus menyudutkannya. Ia tersenyum smirk. Akan sampai kapan pria itu bisa bersabar?
Cherry akhirnya merebahkan tubuhnya di kasur. Ah, terasa sangat nyaman. Ia memejamkan mata, mencoba menghitung domba agar lekas terlelap.
Namun sialnya Morgan terus mengganggu pikirannya. Setelah ditolak untuk tidur di kamarnya, di mana pria itu akan tidur? Atau apakah dia benar-benar keluar lagi malam ini?
Rasa penasaran itu menggelitik hatinya yang membuatnya semakin sulit untuk tidur. Cherry menyerah. Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kamar.
Cherry membuka pintu kamar. Pandangannya langsung tertuju pada sosok Morgan yang sedang duduk bersandar di dinding, tepat di depan pintu kamarnya. Pria itu tampak lelah, kepalanya tertunduk, dan kedua tangannya memeluk lututnya.
Melihat Morgan dalam keadaan seperti itu, hati Cherry seketika memanas, mendorong air mata menggenang di pelupuk matanya lantas membuat pandangannya jadi kabur.
Gadis itu tersenyum datar. Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Mungkin tak seharusnya ia bersikap terlalu keras pada Morgan.
Cherry berjongkok di dekat Morgan. Ia memegang bahunya dan menggoyangkannya.
"Morgan!" panggilnya pelan.
Morgan mengangkat wajahnya, matanya menatap Cherry dengan tatapan kosong. "Oh, apa aku menghalangi jalanmu? Maaf!"
"Ayo tidur bersama ku!" ajak Cherry malu-malu.
Senyum langsung merekah di bibir Morgan. "Sungguh?"
Cherry mengangguk. "Aku hitung sampai tiga, kalau kamu belum masuk juga maka aku akan mengunci lagi pintunya."
Morgan langsung berdiri dan berjalan cepat masuk ke dalam kamar Cherry.
Cherry kembali mengunci pintu kamarnya. Ia bersandar pada pintu, merasakan jantungnya yang berdetak lebih cepat. Semoga malam cepat berakhir.
Morgan langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Tangannya menopang kepala. Matanya tertuju pada Cherry yang masih bersandar di pintu.
"Tidur di sini. Aku akan memelukmu," ajaknya menepuk-nepuk ruang kosong di sampingnya.
"Tidak," tolak Cherry tegas. Ia berjalan ke ujung ranjang, menarik bantal dan guling. Dengan gerakan tegas ia meletakkan semua itu di tengah-tengah ranjang, membagi kasur menjadi dua bagian.
"Ini batasan kita. Jangan melewati garis ini atau aku akan membekap mu ketika tidur!" ancam Cherry.
Tatapan Morgan meredup. "C'mon, little baby! Apa tubuhku sangat menjijikan?"
Cherry merebahkan tubuhnya membelakangi Morgan. "Aku tidak berkata seperti itu. Itu asumsi mu sendiri. Aku hanya tidak mau tidur sambil berpelukan lagi dengan mu," gumam Cherry sambil menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal.
Morgan memutar otaknya. Sebuah ide pun muncul. Ia memberi pesan pada salah satu pekerja dan memintanya untuk mematikan lampu rumah ini selama tiga puluh menit dan dalam waktu itu mereka boleh beristirahat.
Tak berselang lama setelah pesan itu dibaca lampu pun mati. Cherry yang semula memejamkan mata, kembali membuka matanya. Ia ketakutan, tapi apa yang harus dirinya lakukan?
Di belakangnya Morgan langsung berpura-pura tidur. Cherry diam-diam berbalik, melihat Morgan. Saat memastikan pria itu benar-benar tidur ia pun perlahan-lahan mendekatinya. Ia kemudian memeluknya sangat erat.
Ia tidak akan bisa tidur jika lampunya mati. Diam-diam Morgan tersenyum, tangannya pun perlahan membalas pelukan Cherry. Rencananya berhasil dengan sempurna.
"Kamu mungkin salah paham, Morgan. Aku masih mencintaimu, aku juga tidak mau pergi darimu, aku hanya marah dan kecewa saja. Aku butuh waktu untuk melupakan ingatan sialan itu," bisik Cherry. Yang ia tahu Morgan saat ini sudah tidur makanya ia berani berbicara.
Ingatan yang dimaksudnya adalah ingatan ketika melihat Morgan dan wanita malam itu sedang bercumbu.
"Aku tidak akan berhenti meminta maaf dan akan berusaha untuk menggantikan kenangan buruk itu dengan kenangan yang indah," jawab Morgan.
Cherry terkejut. Ia langsung menengadah menatap wajah Morgan, tapi mata pria itu tetap terpejam.
"Kamu belum tidur?" tanya Cherry masih menatap wajahnya.
Morgan seketika kembali pura-pura tidur.
Cherry memukul dada pria itu kesal. "Jangan mempermainkan ku!"
Morgan terkekeh. "I'm sorry."
Cherry membenamkan wajahnya di dada bidang Morgan.
"I love you," ungkap Morgan sambil mengecup rambut Cherry, membuat gadis itu semakin merasa malu.
Cherry menahan napas. Takut jika Morgan mendengar detak jantungnya yang berdebar kencang.
Tiba-tiba Morgan semakin mengeratkan pelukannya. "Aku sangat mencintaimu, Cherry. Aku tidak masalah jika kehilangan semuanya, tapi tidak denganmu. Bahkan jika kamu yang mati lebih dulu maka aku akan menggali lagi kuburan mu dan akan menempatkan mu kembali di sisiku."
"Kenapa harus aku yang mati lebih dulu?" protes Cherry. "Seharusnya itu kamu karena kamu lebih tua dariku, Morgan."
"Karena jika aku yang mati lebih dulu mungkin kamu tidak akan melakukan hal seperti itu."
"Aku akan melakukan hal yang sama," ungkap Cherry malu-malu.
"Jika aku tidak bisa melakukan itu maka aku bisa bunuh diri dan mati. Aku akan meminta seseorang untuk menempatkan aku di sisimu."
Morgan tersenyum bahagia. Benar. Selama ini yang cintanya paling tulus adalah gadis yang selalu bersamanya. Yang tak lain dan tak bukan Cherry.
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲