Terbangun dari koma, status Alisha telah berubah menjadi istri Rafael. Saat dia masih terbaring tidak sadarkan diri, ayahnya telah menikahkan Alisha dengan Rafael, laki-laki yang menabraknya hingga koma dan mengalami kelumpuhan.
Alisha tidak bisa menerima pernikahan itu, terlebih sikap Rafael sangatlah jauh dari kata suami idaman. Alisha terus memaksa Rafael untuk menceraikannya. Namun, Rafael dengan tegas menolaknya.
Mampukah Alisha bertahan? Atau Rafael menyerah dan menceraikan Alisha?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ceraikan Aku ~ Bab 9
Alisha menatap pilu makam dengan nisan bertuliskan nama ayahnya. Dadanya terasa sesak saat menyentuh pusara yang menjadi peristirahatan terakhir sang ayah. Air bening masih mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi. Seluruh dunia seakan runtuh menimpanya. Gadis itu tidak peduli dengan kakinya yang tidak bisa digerakkan, tidak peduli jika pakaian mahal yang disiapkan suaminya itu kotor. Tanpa ragu sedikit pun dia merengkuh makam yang menyimpan jasad ayahnya.
Dengan berderai air mata, dia meluapkan segala sesak yang ada dalam dadanya. “Ayah, putrimu sudah datang. Maafkan Alisha yang tidak bisa menemani Ayah saat napas terakhir Ayah. Alisha tidak bisa melihat wajah terakhir Ayah.” Alisha berhenti sejenak. Lalu, dia kembali berkata dengan lirih. “Bawa aku bersama Ayah. Itu lebih baik daripada hidup seperti ini, Ayah.”
Alisha masih memeluk makam ayahnya. Makam yang belum sepenuhnya kering itu seolah adalah tubuh ayahnya. Alisha teramat menyesali nasibnya yang harus terbangun dalam keadaan yang menyedihkan. Jika saja dia bisa memilih, dia akan memilih untuk tidak bangun selamanya, sehingg bisa berkumpul dengan ayah dan ibunya.
Rafael membiarkan istrinya melakukan apa yang mungkin bisa membuat perasaannya tenang. Dia mencoba mendengar dengan baik apa yang Alisha ungkapkan ada ayahnya. Sebagai orang yang menjadi penyebab utama penderitaan Alisha, Rafael merasa sangat kasihan dengan nasib Alisha. Karena perasaan itulah, Rafael mengucapkan janji dalam hatinya bahwa dia tidak akan pernah menceraikan Alisha, apa pun yang terjadi.
Alisha masih terus menangis, meski dia tidak lagi berkata-kata, tapi Rafael bisa mendengar jelas isak tangis gadis itu. Rafael dengan setia menunggu istrinya selesai menangis, meski dia beberapa kali harus melirik jam di pergelangan tangannya. Sampai tiba-tiba Felix mengatakan padanya bahwa ada telepon penting dari investor asing. Rafael menitipkan Alisha pada Felix karena dia harus menerima telepon.
Beberapa saat berlalu, kini matahari mulai naik dan panasnya mulai terasa menyengat. Rafael yang baru selesai menelepon kembali menghampiri Felix yang masih menunggu Alisha di tengah terik.
“Dia masih belum selesai?” tanya Rafael pada Felix.
“Belum Tuan, sepertinya Nyonya Alisha masih sangat terpukul. Mungkin Nyonya masih ingin melepas rindu,” jawab Felix dengan bibir sedikit bergetar. Meskipun dia sudah bekerja sangat lama dengan Rafael, Felix masih merasa takut dengan temperamen bosnya itu.
“Apa dia tidak merasa pusing dengan panas seperti ini?” Rafael duduk dan berniat mengajak Alisha untuk pulang. Namun, Alisha tidak memberikan respons apa pun saat tubuhnya disentuh dan suara Rafael yang terus memanggil namanya.
Rafael tahu Alisha pingsan, dia langsung menggendong tubuh Alisha dan tergesa-gesa membawanya ke mobil. Perawat Alisha yang sedari tadi menunggu di mobil pun bergegas membukakan pintu mobil supaya Rafael bisa langsung membawa Alisha ke mobil.
Dengan setengah berteriak, Rafael memerintahkan perawat itu untuk memeriksa keadaan Alisha. Setelahnya, Alisha dibawa pulang untuk mendapat perawatan di rumah saja.
Sampai di rumah, Rafael kembali menggendong tubuh Alisha yang masih tidak sadarkan diri itu ke kamarnya. Dengan perasaan tidak karuan dia menunggu dua perawatnya yang sedang berusaha membuat Alisha tersadar.
Tiba-tiba Felix kembali menghampirinya. “Tuan, kita ada rapat sepuluh menit lagi,” kata Felix dengan ragu.
“Apa kamu tidak lihat Alisha masih pingsan? Kamu pikir aku bisa memimpin rapat di saat keadaan Alisha seperti itu?” bentak Rafael.
Felix menundukkan kepalanya. Rafael benar-benar temperamen dan yang bisa Felix lakukan hanyalah diam supaya tidak memicu penyakit Rafael itu kambuh.
“Bagaimana kalau dia kembali koma?” gumam Rafael yang mencemaskan sesuatu yang belum pasti.
“Nyonya pasti segera sadar Tuan, Nyonya pasti pingsan karena kepanasan,” balas Felix sembari memejamkan mata.
Tepat setelah Felix mengatakan kata terakhirnya, Alisha. Rafael langsung mendekat dan melihat sendiri keadaan istrinya.
“Kenapa aku sudah di sini?” tanya Alisha bingung.
“Memang kamu berharap bangun di mana? Di sebelah ayahmu?” tanya Rafael dengan napas memburu. Dia takut jika Alisha benar-benar menyusul ayah dan ibunya seperti keinginan yang dikatakan gadis itu di makam ayahnya.
selebihnya mah jelmaan 😈
sadar diri saat sekarat doang
yakin lah pasti dimaafin kok
kan cuma kata maaf doang ya kan.
ogah banget bersimpati sama manusia laknat kayak gitu.
untung alisha tidak memiliki jiwa 😈 dan pendendam seperti saya.