Diambil dari cerita weton Jawa yang populer, dimana seseorang yang lahir di hari tersebut memiliki keistimewaan di luar nalar.
Penampilannya, sikapnya, serta daya tarik yang tidak dimiliki oleh weton-weton yang lain. Keberuntungan tidak selalu menghampirinya. Ujiannya tak main-main, orang tua dan cinta adalah sosok yang menguras hati dan airmata nya.
Tak cukup sampai di situ, banyaknya tekanan membuat hidupnya terasa mengambang, raganya di dunia, namun sebagian jiwanya seperti mengambang, berkelana entahlah kemana.
Makhluk ghaib tak jauh-jauh darinya, ada yang menyukai, ada juga yang membenci.
Semua itu tidak akan berhenti kecuali Wage sudah dewasa lahir batin, matang dalam segala hal. Dia akan menjadi sosok yang kuat, bahkan makhluk halus pun enggan melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak ada jejak
Meskipun sudah menemukan siapa pembunuhnya, tapi setelah itu tidak menemukan petunjuk apapun lagi.
"Mbah Somo itu tinggal sendiri, kambing-kambingnya di urus tetangga, anak laki-lakinya sudah meninggal setahun yang lalu karena sakit tidak tertolong lagi. Pulang-pulang sudah parah dan akhirnya meninggal dunia."
Wulan mendengarkan penjelasan ibu-ibu pemilik warung tempat ia menginap.
"Berarti, kakek yang dimaksudkan temanku itu bukan Mbah Somo." jawab Wulan memancing pembicaraan kepada tetangga jauh Mbah Somo itu.
"Ya... Yang kami tahu Mbah Somo tidak memiliki cucu karena anaknya tidak memiliki istri. Pernah menikah tapi bercerai, belum punya anak." jelas si tetangga itu lagi.
Wulan mengangguk, sekian lama memancing pembicaraan tapi sepertinya tidak menemukan petunjuk, orang yang datang menemui si Mbah Somo sebelum meninggal pun tidak ada.
'Kalau tidak ada, lalu siapa? Apakah Mbah Somo punya dendam pribadi kepada mas Arif? Atau keluarga mas Arif? Tapi kata Ki Mangku Alam, kelak aku akan bertemu dia? Maksudnya, si pembunuh yang sebenarnya?'
Kalau iya, artinya orang itu tidak jauh dari kehidupannya di desa.
Lelah sudah memikirkan siapa dan siapa. Akhirnya Wulan memutuskan pulang di pagi hari kemudian menaiki mobil pengangkut sayur milik warga yang akan menjual hasil panennya ke pasar kecamatan, itu sudah tidak jauh dengan tempat tinggal Wulan, hanya perlu naik angkot lagi beberapa puluh menit saja.
Di desa, warga heboh mencari keberadaan Wulan yang tiba-tiba menghilang. Belum usai kesedihan kehilangan Arif, kini keluarga Setyo di landa gosip dan kebingungan karena hilangnya Wulan, padahal malam itu Wulan menginap di rumah mereka.
Berbagai gosip mulai beredar, sebagian mengatakan Wulan mengalami gangguan jiwa karena tidak jadi menikah, sebagian lagi kasihan karena Wulan pastilah sangat bersedih karena kehilangan Arif sehingga pergi dari kampung halaman tanpa berpamitan.
"Kemana kita harus mencari Wulan Mas?" Ratih terus-terusan menangis.
Hingga sore hari kemudian, beberapa warga berkumpul di mesjid untuk mengadakan yasinan dan doa bersama atas meninggalnya arif dan hilangnya Wulan. Akan tetapi, sebuah angkot berhenti di halaman masjid dan sesosok yang mereka cari itu turun dengan tenang.
"Wulan! Itu Wulan."
"Wulan! Dari mana saja kamu Nduk?" Rudy baru saja datang terburu-buru, segera menghampiri Wulan dan memeluk anaknya.
"Wulan hanya jalan-jalan."
Itu saja, Wulan tidak ingin menjelaskan apapun. Masalahnya begitu rumit dan sensitif, dia tidak mau semua orang tahu perihal kepergiannya. Nanti, Wulan akan terus mencari tahu siapa yang mengirim santet mematikan itu kepada Arif.
Dia melihat sekeliling, semua orang berkerumun penasaran, semua orang bisik-bisik membicarakannya. Tentu saja Wulan tidak tahu siapa diantara mereka yang telah mendatangi dukun Somo. Tapi Wulan yakin sekali jika seseorang itu mengetahui perihal pernikahan Arif dengannya.
Musuh yang paling berbahaya adalah orang terdekat kita, contohnya bude Yuni. Wulan tersenyum sinis.
Beberapa bulan sudah berlalu, Ratih mendatangi mantan calon menantunya itu dengan selembar kertas. Para ustadz dan kiyai datang ke rumah Arif ketika hari kedua meninggalnya Arif, tapi mereka tidak bertemu Wulan lantaran Wulan pergi tanpa berpamitan.
Tapi mereka menitipkan formulir pendaftaran masuk ke pondok gratis dan mendapatkan beasiswa untuk Wulan sebagai hadiah dan ucapan belasungkawa.
"Nduk, kalau kamu bersedia, ibu bisa mengantarmu pergi ke pondok, melanjutkan sekolahmu di sana." begitulah kata Ratna, dia melihat Wulan seperti melihat bayangan Arif, beberapa pakaian dan foto milik Arif pun diantar ke rumah Wulan sejak beberapa waktu yang lalu, sebagai pengobat rindu, katanya.
Wulan pun tertarik, ia kembali meminta izin kepada Rudy dan Ratih untuk melanjutkan pendidikan yang tertunda. Akan tetapi, jawabankedua orangtuanya kembali mengecewakan.
"Kamu sudah pernah akan menikah, gagal, dan cukup menghebohkan seluruh kampung. Ibu takut kamu dibully habis-habisan karena hal itu." kata Ratih.
"Lagipula sekolah ke pondok itu butuh biaya yang tak sedikit. Bapak takut tidak sanggup dan akhirnya putus di tengah jalan." tambah Rudy.
Intinya, kedua orang tuanya tidak sanggup berjuang seperti orang-orang memperjuangkan nasib anaknya.
Ya, meskipun Bu Ratna mengatakan bersedia menyekolahkan Wulan seperti Arif, tapi malu rasanya mengandalkan orang lain, sedangkan Wulan memiliki orang tua sendiri.
Katanya, tidak punya uang. Tapi beberapa bulan setelah hari pendaftaran Rudy membeli sepeda motor untuk Jaka. Alasannya, Jaka sudah besar dan malu jika tidak memiliki kendaraan seperti anak laki-laki yang lainnya.
Lalu, apa kabar dengan Wulan. Apakah dia tidak malu? Gagal menikah, lalu menganggur di rumah saja.
Terkadang, Wulan ingin lupa cara bernafas agar tidak merasakan sesak karena kecewa. Ia menangis memandangi kebahagiaan Ratih, Rudy dan Jaka. Tapi dia sendiri di kucilkan.
Sesekali berandai-andai, mengapa tidak Jaka saja menjadi anak pertama dan Wulan menjadi anak kedua yang selalu dituruti keinginannya.
Harusnya, jika tidak masuk ke pondok, bisa masuk ke SMA seperti teman-temannya yang lain. Tapi sudahlah, memang dasarnya Rudy dan Ratih tidak ingin Wulan kembali masuk sekolah.
Mencari pemikiran yang positif agar tidak larut dalam kecewa, itu adalah satu-satunya cara untuk menguatkan diri, lama-lama terbiasa, dan mulai menata hati agar lebih baik. Bahwa tidak melanjutkan pendidikan demi kebaikan dan kemakmuran keluarga sendiri itu adalah bentuk bakti yang sesungguhnya.
Sudah di besarkan, jangan menyusahkan. Meskipun sering menangis karena kehendak hati harus bertentangan dengan keadaan. Begitulah kira-kira hati seorang anak yang merasa tidak di sayangi.
"Lan! Dari kemarin aku cari-cari kamu? Susah banget ketemunya!"
Sore itu, Yanti datang sambil mengomeli Wulan. Dia adalah satu-satunya gadis yang menjadi teman Wulan, meskipun tidak terlalu dekat. Bisa dikatakan Wulan itu tidak punya teman di sebabkan pergaulan masa kecil yang selalu di kucilkan. Hanya Arif yang menjadi teman, kekasih, dan teman hidup, seharusnya. Wajar jika Wulan sulit menerima kenyataan kalau Arif sudah tiada.
"Aku pergi ke kebun sayur Yan, panen kacang, ini baru pulang." jawab Wulan, ia mengajak Yanti duduk di teras rumahnya, sambil melepaskan caping dari kepala, mengibaskan agar angin masuk ke leher dan tengkuknya yang berkeringat.
"Oh." Yanti duduk bersebelahan dengan Wulan. "Kamu mau nggak, bekerja di konter ponsel tempat ku bekerja?"
Wulan menoleh sahabatnya itu, memang Yanti pun tidak melanjutkan sekolah karena dia juga bukan orang berada, beruntungnya sudah selesai mondok.
"Gajinya bulanan?" tanya Wulan.
Yanti mengangguk. "Lumayan Lan, daripada nganggur di rumah tidak akan ada yang menggaji. Kalau bantu orang tua di ladang terus, bagaimana nasib wajah kita yang mulus ini? Lama-lama terbakar matahari dan tidak ada yang mau sama kita. Rugi!" ucap Yanti, membuat Wulan tertawa.
"Baiklah Yan, kapan aku bisa mulai bekerja? Apa perlu membuat surat lamaran kerja?" tanya Wulan.
"Ah, tidak perlu Lan. Yang penting kamu siap bekerja. Lagipula melihat penampilan kamu yang ayu begini, mereka akan langsung suka. Nanti yang beli cowok-cowok ganteng. Hihi." Yanti terkekeh geli.
"Kamu." Wulan menggeleng melihat tingkah Yanti.
"Ya sudah, besok kamu siap-siap ya! Kita berangkat barengan!" teriak Yanti, gadis itu beranjak, jalan terburu-buru sambil berbicara.
"Kok buru-buru?" teriak Wulan pula.
"Kebelet!" teriak Yanti lagi, berjalan cepat menuju rumahnya.
Kerja, sepertinya memang lebih baik, karena merenungi nasib sudah tidak ada gunanya. Perihal Arif, tentu Wulan tidak akan melupakan cinta pertamanya.
Kini aktivitasnya lumayan sibuk. Bekerja seharian, pulang melakukan pekerjaan rumah. Setiap gajian memberikan sebagian kepada sang ibu untuk meringankan belanja rumah tangga, atau bisa membayar upah orang bekerja di ladang, sebagiannya lagi di pakai untuk modal bekerja hingga bulan depan gajian lagi, begitu seterusnya. Tidak ada yang lebih utama selain membantu orang tua. Jangan sampai setelah mereka tiada, menyesal karena tidak pernah berbuat apa-apa.
Dan benar seperti kata Yanti, akan banyak pria yang mengincar Wulan. Terlebih lagi semakin lama bekerja tubuh dan wajahnya semakin terawat, tidak pernah terkena sinar matahari dan mulai mengenal alat-alat kecantikan. Dia cukup menikmati pekerjaan yang di lakoni itu, meski tanpa cinta-cintaan lagi.
Ya, sesekali rindu di rayu, rindu di puji, ingin di cintai seperti Arif mencintai Wulan sepenuh hati.
7 tahun sudah berlalu.
Kini dia menjelma sebagai gadis yang cantik, anggun, dan pintar bertransaksi sehingga konter ponsel tempat dia bekerja selalu ramai. Itu membuatnya di pertahankan, di hargai dan di sayangi, tentunya penghasilannya juga lumayan.
Sampai pada akhirnya, hari itu seorang pesepeda motor berhenti di depan konter ponsel tempat Wulan bekerja. Pria yang memakai motor besar lengkap dengan helmnya itu tampak gusar karena ponselnya jatuh di tengah jalan dan mengalami mati total.
Dia turun, melepas helmnya langsung bertanya dengan wajah panik. "Mbak! Bisakah memperbaiki hp saya?"
lebih menjijikk kan dari pada hewan
kalau akan bgini ,
knp Wulan di buat Hamill sii Thor,
kekuatan Wage yg mana menang di pegang Wulan kalau si tindas seperti itu
bara dari awal bukan cinta ke kamu
tapi obsesii ,
bahkan sampai membawamu ke dlm sengsara
laki2 model begitu
sifatnya memang buruk dari lahir
terbungkus wajah tampan saja itu bara
ngga dapat menggaet Dion
bara pun di embatt
itu saking irii nya sama Wulan kan
jgn2 bunting itu mayang
Sumpahin aja tuh bara ,wulan...
orang gila, bukannya cari obat malah nuruti omongan orang buat ngetes burung loyo.
kau yang salah ,tapi kau berbuat seolah paling tersakiti
terkhianati padahal kau lah orang yang rusak moral
kau main hati Bara ,di bekalang kakimu menari , ...kasihannya wulan
ada kaitan apa di masa lalu sih kk thor makin oenasarana aj deh
berarti jodohmu sama Wulan smpai disini sj,
setidaknya Dion sdh tau kelakuan buruk mu bara ,punya perempuan lain di belakang Wulan
di saat mau melupakan Arif malah Bara
bikin sakit hatii, bikin hidupnya Wulan sengsara ,talak tiki sekalian aja ..
jgn2 mang Diman yg kirim guna2 ke Bara
spy rumah tangga mereka hancur
🤭
apa ngga tambah murka itu bara
btw bara pergi sama selingkuhann nya lagii yaa
ini dion mantan bos nya wulan kan??
Sudah mulai diambang kehancuran tuh rumah tangga , di tambah lagi tetanggaan dengan Dion .
makin kalap tuh Bara...
btw bara ....burungmu sudah tidak suci , sdh tidak merdu lagi ...
nadanya sudah acak2an , lompat sana sini ,awas suatu saat kau akan terpeleset jua
kirain siyapa gitu anak nya... Adipati Dolken kek ato Al Ghazali 😋😋
Dion..Dion...4L jd nya..loe lg loe lg 😚
piye lanjutan suara2 dan sandal perempuan di rumah bara??
apa itu jangan2 sandal mayang ....
munafikk baraa
kamu yg pandai main belakang
yg selingkuh siapa teriak siapa ...
pasti bara ngikutin saran buat mencoba ke perempuan lain ,jgn2 itu Mayang.
burungg mu bisa tegakk ngga baraa
pengen nimpukk aja muka mu Bara
image nama Bara ,jatuh dlm pandangan ku disini buruk kelakuannya
jadii kapan ke awal mula cerita ini kak...
Wulan kurang sabar apa masih terikat dendam ,katanya sdh cinta bara seorang