NovelToon NovelToon
Fajar Kedua Sang Sayyidah

Fajar Kedua Sang Sayyidah

Status: sedang berlangsung
Genre:Kontras Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Fantasi Wanita / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Kematian seharusnya menjadi akhir. Bagi Sayyidah Yasmeen, pewaris takhta yang dikhianati, itu adalah sebuah awal.

Ia terlahir kembali dalam tubuh mungilnya yang berusia sepuluh tahun, namun dengan jiwa yang menanggung luka dan ingatan kelam akan masa depan. Ingatan akan ambisi keji ayahnya sendiri yang merenggut nyawanya, dan ingatan akan pengkhianatan dari sosok yang paling ia cintai—yang kelak menjadi algojonya.

Kini, di balik senyum polos seorang anak, tersembunyi pikiran seorang ratu yang sedang menyusun strategi. Setiap bisikan di lorong istana adalah petunjuk, setiap wajah adalah calon sekutu atau musuh tersembunyi. Ia harus meruntuhkan tirani dari dalam, menggagalkan persekongkolan sebelum terjadi, dan menulis ulang takdir dengan darah dan kecerdasan.

Namun, saat ingatan menjadi senjata paling mematikan dan musuh terbesar bersembunyi di balik kenangan manis, dapatkah Yasmeen merebut kembali mahkotanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Umpan untuk Sang Emir

"Mereka... mereka akan datang!"

Teriakan histeris Mehra menghilang di balik dinding lorong, digagalkan oleh benturan kasar pengawal Tariq yang menyeretnya menjauh. Mehra kini bukan lagi wanita yang berpura-pura menjadi ibu penuh kasih; ia adalah ibu tiri yang gagal dan pengkhianat yang putus asa, terpisah dari putra sakitnya oleh hukum baja yang kini diterapkan Yasmeen.

Yasmeen berdiri diam, aura dingin menyelimutinya, meskipun napasnya terasa dangkal dan sedikit tercekat. Al-Muntasir. Nama itu, disebut di tengah kepanikan Mehra, menggema seperti lonceng perunggu yang memecah keheningan malam istana yang sunyi. Klan kaya di wilayah timur laut itu adalah cabang dari keluarga kekaisaran yang sudah lama mengidam-idamkan kekayaan logam perak Nayyirah.

Zahir selalu menginginkan kekayaan cepat, batin Yasmeen. Dan Al-Muntasir butuh gurun ini sebagai pintu gerbang strategis menuju pelabuhan Azhar. Sebuah perjanjian yang sempurna bagi para pengkhianat.

Tariq kembali, wajahnya muram dan tegang. Ia baru saja mengembalikan Mehra ke penjagaan rumah yang ketat—penjagaan yang kini lebih menyerupai penjara sejati di tengah gurun terpencil.

"Dia sudah ditempatkan kembali, Sayyidah. Penjaga ganda dan kuncian total sesuai perintah Anda. Tidak ada obat dari dokter mana pun yang boleh diberikan padanya tanpa persetujuan Dr. Hafiz."

Yasmeen menoleh padanya. Matanya memantulkan nyala api dari lampu minyak, membuatnya tampak jauh lebih dewasa dari usianya yang sepuluh tahun. "Putra Nyonya Mehra, Zain. Dia sakit. Apa itu... racun?"

"Kemungkinan besar hanya demam biasa, Yang Mulia. Saya sudah perintahkan seorang perawat untuk memeriksanya. Tapi, jika itu racun..."

"Maka itu bukan pekerjaan kita. Kita tidak boleh disibukkan oleh penderitaan Zain, meskipun penderitaannya yang sah dapat membuat Mehra menjadi lebih loyal," potong Yasmeen, suaranya kembali tajam. "Sekarang, mari kita bahas ancaman yang sebenarnya: Al-Muntasir."

Yasmeen menunjuk pada perkamen yang ditinggalkannya di meja—perjanjian rahasia yang ia temukan, yang menjanjikan tambang perak Nayyirah. Perjanjian yang sekarang didukung oleh klaim Zahir atas Oasis Azhar.

"Mehra sudah mengkonfirmasi dugaan kita. Al-Muntasir bukan hanya mitra bisnis, tapi sekutu aktif Zahir. Mereka membantunya melarikan diri, yang berarti mereka siap melanggar batas wilayah Emirat yang berdaulat." Yasmeen melangkah mendekati Tariq. "Khalī Tariq, klan itu haus kekuasaan. Mereka pasti akan mencoba merebut aset itu. Oasis Azhar adalah sumber kehidupan Nayyirah. Jika kita kehilangannya, Kabilah Al-Jarrah tidak akan datang untuk membela tanah kering."

Tariq mengangguk, tinjunya terkepal erat. "Saya harus segera mengirim pengawal ke sana, Sayyidah!"

"Tidak perlu." Yasmeen menggeleng. "Kekuatan tidak bisa mengalahkan kontrak, setidaknya di hadapan Sultan. Jika Zahir berhasil meyakinkan Permaisuri bahwa penyerahan hak air itu legal, pasukanmu akan dianggap perampok. Kita harus membatalkan perjanjian itu. Secara resmi. Secara hukum."

"Dan untuk itu kita butuh Wazir Khalid," bisik Tariq, menyadari arah pemikiran Yasmeen.

"Bukan hanya Wazir Khalid. Kita butuh otoritas tertinggi Nayyirah." Yasmeen meraih bel perak kecil di mejanya, yang hanya digunakan oleh mendiang kakeknya, dan membunyikannya. Suara itu, tajam dan memaksa, memecah keheningan istana yang kini disegel rapat.

Dua menit kemudian, Wazir Khalid—seorang pria tua yang tampak lelah tetapi berwibawa, yang mengurus administrasi dan hukum Nayyirah—masuk, terkejut melihat kekacauan di luar. Ia sudah mendengar desas-desus tentang insiden Ashraf dan penutupan gerbang total.

"Yang Mulia Sayyidah," sapa Khalid, membungkuk dalam. "Ini adalah langkah yang sangat drastis. Penutupan istana dan desas-desus kematian di penjara. Saya mohon, jelaskan alasannya."

"Tanyakan pada Nyonya Mehra jika Anda bisa, Wazir," jawab Yasmeen, nadanya tanpa emosi. "Tapi Anda datang bukan untuk mendengar desas-desus. Anda datang untuk menyelamatkan Nayyirah. Anda tahu tentang perjanjian air Oasis Azhar yang dijanjikan Zahir kepada Permaisuri Hazarah sebagai kompensasi kegagalan pernikahan?"

Khalid menghela napas berat. "Kami sudah mencoba mencarinya, Sayyidah. Kami hanya menemukan surat bayangan. Dokumen resminya belum terdaftar, tapi janji lisan itu sangat kuat."

Yasmeen mencondongkan tubuhnya ke depan, mengambil gulungan yang berisi surat rahasia Zahir tentang penyerahan aset tambang perak.

"Janji lisan didukung oleh pengkhianatan tertulis," tegas Yasmeen. "Baca ini, Wazir Khalid. Ini janji tertulis kepada Al-Muntasir, cabang yang sangat dekat dengan Permaisuri Hazarah. Zahir berjanji menyerahkan tambang perak setelah Oasis Azhar jatuh ke tangan mereka. Keduanya saling terkait."

Khalid membaca, matanya melebar seiring dia mengenali tulisan tangan Zahir yang rapi.

"Ini... ini adalah bukti pengkhianatan tingkat tinggi, Sayyidah. Tapi bagaimana dengan Oasis Azhar? Di mana surat resminya?"

"Tidak akan ada surat resmi dari Zahir yang mengizinkan Anda membatalkannya," potong Yasmeen, suaranya yakin. "Zahir bukan Emir. Ia hanya wali. Perjanjian apa pun yang dibuat oleh wali, yang membahayakan aset inti Nayyirah tanpa persetujuan pewaris dan Kakek yang meninggal, secara hukum dapat dibatalkan di bawah Hukum Adat Nayyirah."

Khalid terdiam. Yasmeen, anak sepuluh tahun, sedang mengutip undang-undang warisan kuno yang hanya dipahami oleh Wazir tertua.

"Di mana Anda mempelajari hal ini, Sayyidah?" tanya Khalid, lebih kagum daripada curiga.

Di masa lalu, ketika aku harus belajar hukum untuk melindungi aset sisa Nayyirah dari dirimu yang lama.

"Itu adalah bagian dari warisan Kakek," jawab Yasmeen cepat. "Intinya, Wazir: Perjanjian Oasis Azhar itu tidak sah. Ia didasarkan pada tukar-menukar yang bertujuan melemahkan Nayyirah demi keuntungan pribadi Zahir dan Al-Muntasir. Mehra, ibu tiri saya, baru saja mengkonfirmasi bahwa Al-Muntasir kini bergerak. Jika kita menunggu, mereka akan merebut Oasis itu secara fisik dan menantang otoritas kita. Lalu, Sultan tidak akan berpihak pada anak kecil."

Khalid menggosok pelipisnya. Pertimbangan itu adalah beban yang nyata. Dia melihat kelelahan Yasmeen—kelelahan dari seorang gadis yang harus menjadi pemimpin dalam semalam.

"Jika ini adalah janji untuk menjamin penjualan aset (tambang perak) kepada pihak ketiga (Al-Muntasir), dan jika aset yang digunakan sebagai kompensasi untuk pihak utama (Permaisuri Hazarah/Oasis Azhar) melanggar Hukum Nayyirah..."

Khalid menarik napas panjang. "Kita bisa mengeluarkan dekret pembatalan, Yang Mulia. Kita nyatakan perjanjian Zahir pada Permaisuri batal sejak awal, karena dibuat oleh wali yang melakukan konflik kepentingan, tanpa otoritas sah dari pewaris. Dan yang paling penting," tambahnya, suaranya mengeras, "ini dilakukan di bawah payung perlindungan mendesak aset strategis Emirat, dengan dasar bukti bahwa Zahir sendiri adalah seorang pengkhianat."

"Sempurna," bisik Yasmeen, rasa lega tipis menyebar di wajahnya.

"Saya butuh tiga puluh menit, Sayyidah," kata Khalid. "Saya harus menyiapkan stempel, saksi dari para Wazir lain, dan salinan resmi untuk arsip istana."

"Lakukan," perintah Yasmeen. "Dan siapkan tiga salinan. Satu untuk diarsip, satu untuk kita gunakan, dan satu... untuk utusan Sultan."

Khalid bergegas keluar. Tariq menghela napas. Kemenangan besar pertama di mata hukum.

"Yasmeen," ujar Tariq. "Kau telah menyelamatkan Oasis Azhar, dan mungkin kabilah yang akan menjadi sekutu kita. Al-Muntasir sekarang harus berurusan dengan kita secara formal, tidak lagi secara rahasia melalui Zahir."

Yasmeen menoleh ke jendela. Di luar, Nayyirah hening, disegel. "Kita hanya membeli waktu, Khalī Tariq. Begitu kita membatalkan Oasis Azhar, kita telah menarik karpet di bawah kaki Permaisuri Hazarah. Dia tidak suka dipermainkan. Dan dia tahu aku—aku sudah menulis surat kepada Emir Harith, memancing tentang suksesi Ayahnya. Aku yakin, Hazarah kini berpikir aku terlalu berbahaya untuk dibiarkan hidup di Nayyirah."

Kini, waktunya bernegosiasi dengan kekaisaran. Dan ini harus dilakukan dengan kekuatan, bukan kelemahan, pikir Yasmeen.

"Tariq, pastikan para Wazir menandatangani dekret pembatalan itu segera. Setelah selesai, siapkan hadiah terbaik Nayyirah. Emas murni, sutra impor, perhiasan peninggalan Ibuku."

Tariq mengerutkan kening. "Hadiah? Untuk siapa, Sayyidah?"

"Untuk utusan Permaisuri, Al-Sharif Al-Mustafa," jawab Yasmeen, suaranya tenang.

"Kita harus menyuap mereka agar pergi. Menolak Harith di Nayyirah akan menjadi alasan perang. Memberi mereka hadiah sambil mengklaim kita harus sibuk dengan 'restorasi aset yang hampir dicuri Zahir' adalah alasan diplomatik untuk menunda."

Tiba-tiba, Wazir Khalid bergegas kembali ke ruangan, bahkan sebelum ia sempat menstempel dekret pembatalan. Keringat membasahi dahinya. Di belakangnya, berdiri seorang juru tulis muda dengan mata ketakutan.

"Sayyidah! Sesuatu telah terjadi di gerbang utama! Gerbang yang baru saja Anda segel!"

Jantung Yasmeen mencelos. Al-Muntasir? Secepat ini?

"Apa itu?" tanya Yasmeen tajam.

"Itu Utusan Kota Agung, Al-Sharif Al-Mustafa!" seru Khalid, panik. "Dia kembali! Dan dia marah besar. Dia berkata ia baru menerima kabar tentang Zahir, dan dia menuntut jawaban Anda mengapa Nayyirah berani menutup gerbang! Dia menuntut... dia menuntut..."

Juru tulis muda itu melangkah maju, tangannya gemetar memegang sebuah gulungan yang belum dibuka. "Yang Mulia Sayyidah, Al-Mustafa menyuruh kami membuka gerbang dan mempersiapkan sambutan mewah. Jika tidak, ia akan mengirim pesan kepada Sultan bahwa Nayyirah mendeklarasikan pemberontakan terbuka! Dia mengirim ini."

Yasmeen meraih gulungan itu, mencium aroma segel kerajaan Kota Agung yang kuat. Dia membiarkan udara gurun yang dingin mengisi paru-parunya. Inilah yang ia tunggu-tunggu.

"Biarkan aku lihat," perintah Yasmeen. Ia merobek segel itu dengan ujung jarinya. Ia mengira itu akan menjadi surat ancaman dari Permaisuri, tetapi tulisan di dalamnya terlalu rapi dan pribadi untuk Hazarah.

Surat itu singkat, ditujukan kepada 'Emirah Muda Nayyirah'. Tidak ada penyebutan pernikahan. Hanya tiga baris tulisan tangan yang sangat tajam dan mendesak.

Kabar tentang kekacauan di istanamu sudah sampai di sini, secepat sayap elang. Ayahmu kini menghadapi tuduhan.

Utusan itu, Al-Mustafa, sudah bergerak. Tapi kau telah memberiku makanan yang lebih menarik daripada pengkhianatan kecil di gurun. Aku telah menerima suratmu.

Dan untuk urusan ‘kegelisahan Sultan,’ aku setuju. Itu membutuhkan diskusi segera. Bersiaplah.

Tanda tangannya hanya berupa cap segel resmi dari: Harith Al-Qaim, Emir.

Yasmeen menjatuhkan surat itu ke lantai marmer. Tubuhnya menegang. Ini bukan tanggapan dari Permaisuri. Ini adalah Harith.

Dia telah memancingnya, dan Harith menggigit umpan itu, tetapi reaksinya datang lebih cepat dan lebih serius daripada yang ia duga. Dia tidak mengirim utusan.

Dia mengirim dirinya sendiri, atau setidaknya ancaman kedatangannya. Al-Mustafa kembali bukan untuk mengambil kompensasi, tetapi untuk mengamankan pendaratan Harith.

Khalid dan Tariq menatapnya cemas. Istana terkunci. Prajurit terbaiknya baru saja dibunuh di penjara. Kabilah Al-Jarrah belum tiba. Dan sekarang, Emir Harith Al-Qaim sedang menuju Nayyirah.

"Wazir Khalid," kata Yasmeen, suaranya nyaris tercekik. "Bawa dekret pembatalan Oasis Azhar, stempel, dan semua Wazir loyalis. Segera. Temui Al-Sharif Al-Mustafa di gerbang. Beri dia emas dan hadiah. Suruh dia pergi."

"Dan jika dia menolak?" tanya Tariq, nadanya penuh ketegangan.

Yasmeen menatap Tariq, kemudian melihat ke gulungan Harith yang tergeletak di kakinya. Ini bukan saatnya bermain. Harith tahu tentang kekacauan di istana. Harith datang sebagai penyelidik suksesi. Dia harus menyajikan ilusi kendali total.

"Dia tidak boleh melihat Nayyirah seperti ini," ujar Yasmeen, dingin dan mutlak. "Khalī Tariq, kumpulkan sepuluh pengawal terbaik yang tersisa. Anda akan menemani Wazir Khalid. Jika Al-Sharif Al-Mustafa menolak hadiah, tolak aksesnya. Dan beri tahu dia satu hal. Katakan padanya..."

Yasmeen menegakkan tubuh kecilnya, meraih pisau kertas dari meja dan menggenggamnya erat, meniru pedang yang biasa dipegang Kakeknya.

"Katanya: Emirah Nayyirah kini telah membersihkan kotorannya sendiri. Kami tidak menerima negosiasi di gerbang yang terkunci. Dan jika dia memaksa masuk tanpa izin formal, dia akan berhadapan dengan Sayyidah, yang baru saja menyusun bukti resmi yang membatalkan seluruh jaminan Nayyirah atas hak air di Oasis Azhar..."

1
Melody Aurelia
aslinya cuma alat anak ini, dipake bapaknya yg maruk
Melody Aurelia
lah itu puterinya satu lagi piye?
Melody Aurelia
serem
Melody Aurelia
klan asalnya Zahir berarti ya?
Melody Aurelia
cape banget pasti jadi Yasmeen
Melody Aurelia
lagian ngga tau diri kau
Melody Aurelia
masih halus, nih mainnya
Melody Aurelia
aku bayanginya ko lucu, bocil ngasih perintah orang2 tua
Melody Aurelia
Zahir itu wali tapi berasa yang punya
Melody Aurelia
mulai tegang, penuh intrik politik sepertinya ini
Melody Aurelia
kasian baru 10 tahun udah ngurus pemerintahan
Melody Aurelia
Thor tanggung jawab... bawangnya kebanyakan disini... ku menangissss👍
Melody Aurelia
lah pede banget lo
Melody Aurelia
keren
Melody Aurelia
bedalah... baru balik dari akhirat nih😍😄
Melody Aurelia
khas banget... ide cowo lebih unggul dari cewek, kesel jadinya
SintabelumketemuRama
ini panglima tapi gampang panik😄
SintabelumketemuRama
mantappp
SintabelumketemuRama
syukurin aja, bader bet jadi bapak
SintabelumketemuRama
ini orang dasarnya emang udah jahat ya, Ama anak kaga mau ngalah pisan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!