NovelToon NovelToon
Pengantin Dunia Lain

Pengantin Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:752
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bertemu Dengan Calon Mantu Aneh

Malam itu, mobil keluarga Reno melaju dalam keheningan yang mencekam. Sesampainya di mansion mewah mereka, keheningan itu pecah menjadi badai amarah.

​Bu Ninda segera menarik Reno ke ruang tamu. Pak Ramon hanya bisa mengikuti dengan langkah lesu, wajahnya dipenuhi kekecewaan.

​Bu Ninda dengan suaranya melengking, penuh kemarahan dan rasa malu.

"Dasar anak gak tahu diuntung! Apa yang kamu lakukan di sana, Reno?! Kamu menghancurkan reputasi Papi dan Mommy! Kamu tahu seberapa penting bisnis dengan Pak Dimitri?! Lima puluh persen saham kita bergantung pada kesepakatan itu!

​Reno berdiri tegak, meski merasa lelah,

"Aku gak bisa, Moms. Aku gak bisa menikahi Clarissa hanya demi saham."

​Pak Ramon nadanya tegas, tidak seperti biasanya.

"Reno, Papa mengerti kamu tidak menyukai perjodohan ini, tapi ini bukan hanya tentang suka atau tidak suka! Ini tentang masa depan perusahaan, nak! Kamu... kamu menyebut nama asistenmu? Lilis?"

"Kenapa?!" tanya Reno.

​Bu Ninda mendesak Reno, matanya menyala-nyala,

"Siapa Lilis itu?! Kamu harus segera membawanya kemari! Mom akan menemuinya! Mom akan pastikan dia tahu diri dan menolakmu! Lima miliar! Mom akan berikan lima miliar agar dia menghilang dari hidupmu dan kamu bisa kembali ke si cantik Clarissa!"

​Reno enatap ibunya dengan tatapan kosong,

"Uang tidak akan menyelesaikan masalah, Mom."

​Bu Ninda berteriak,

"Semua masalah bisa diselesaikan dengan uang, Reno! Bawa dia kemari besok! Bawa Lilis kemari!"

​Reno tidak menjawab. Ia hanya membalikkan badan dan berjalan menuju tangga. Ia merasa terlalu sesak untuk berdebat lagi. Kata-kata Bu Ninda dan Pak Ramon bergema di kepalanya, tapi yang terngiang.

​Pak Ramon berusaha menenangkan istrinya, namun tetap menatap Reno.

"Reno! Papa tidak akan membiarkan perusahaan hancur! Besok kamu harus jelaskan semuanya pada kami dan... dan bawa asistenmu itu!"

​Reno mencapai kamarnya, membanting pintu, dan mengunci dirinya. Ia jatuh di tepi tempat tidur, memegang kepalanya. Ia telah menciptakan masalah yang jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan.

Keesokan paginya, Reno datang ke kantor lebih awal. Ia langsung menghubungi Lilis dan memintanya untuk bertemu di rooftop gedung, tempat yang jarang didatangi orang.

​Lilis tiba di rooftop beberapa menit kemudian. Angin kencang menerpa rambutnya, namun ia tetap tenang. Ia melihat Reno, yang terlihat kacau, berdiri membelakangi pemandangan kota.

​Lilis berjalan mendekat dengan hati-hati.

"Selamat pagi, Pak Reno. Ada yang bisa saya bantu? Bapak meminta saya datang kemari sepagi ini... apakah ada masalah mendesak di kantor?"

​Reno berbalik, menatap Lilis dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada rasa bersalah, putus asa, dan lega karena akhirnya bisa berbicara jujur.

"Lilis. Tidak ada masalah kantor. Ada masalah yang sangat pribadi. Dan ini melibatkanmu."

​Lilis sedikit terkejut, namun tetap menjaga profesionalitasnya.

"Melibatkan saya?"

​Reno menarik napas dalam-dalam. Ini adalah pengakuan yang sulit.

"Ya. Tadi malam, aku menghadiri jamuan makan untuk perjodohanku dengan Clarissa Dimitri. Aku... aku tidak bisa melanjutkan itu. Aku tidak mau menikahinya."

​Lilis mengangguk pelan, menunggu kelanjutannya.

"Saya mengerti."

​Reno tersenyum getir.

"Yang tidak kamu mengerti adalah bagaimana aku menolaknya. Saat mereka mendesak siapa wanita pilihanku, aku... aku menyebut namamu. Aku bilang... kamu adalah wanita yang akan kunikahi."

​Wajah Lilis berubah. Ekspresinya memancarkan keterkejutan, lalu berganti menjadi tatapan yang dalam dan penuh pertimbangan. Ia menatap Reno tanpa berkedip.

​Lilis berbisik pelan,

"Bapak menggunakan nama saya."

​Reno mengalihkan pandangan karena rasa malu,

"Aku minta maaf, Lilis. Aku sangat minta maaf. Aku hanya... panik. Sekarang Papa dan Mama memaksaku untuk membawamu bertemu mereka. Mama Ninda bahkan siap memberimu uang lima miliar agar kamu menolakku. Perusahaan sedang di ujung tanduk. Aku sudah mengacaukan segalanya. Aku akan membela diriku, tentu saja, dan bilang aku mengarang nama, tapi..."

​Lilis memotong, nadanya datar namun sangat pasti,

"Tidak perlu, Pak Reno."

​Reno mendongak, terkejut dengan nada Lilis.)

"Apa maksudmu Lis?

​Lilis melangkah maju, tatapannya tenang dan tegas. Ada kilatan kecerdasan dan tekad di matanya.

"Bapak sudah menyebut nama saya. Biarkan saja. Bapak membutuhkan solusi, dan saya bisa menyediakannya. Bapak membutuhkan istri yang dapat meyakinkan Pak Dimitri, meredakan Bu Ninda, dan yang paling penting, mengakhiri pengejaran Clarissa."

​Reno bingung,

"Aku... aku tidak mengerti."

​Lilis senyum tipis yang penuh perhitungan muncul di wajahnya. Ini bukan lagi asisten yang polos, melainkan seorang ahli strategi yang sedang merancang langkah catur.

"Saya akan menjadi istri Bapak, Pak Reno. Kita akan menikah. Pernikahan kontrak. Saya akan menjalankan peran sebagai "calon istri impian" selama Bapak memerlukannya. Setelah krisis di perusahaan Bapak berlalu, kita akan bercerai."

​Reno terdiam. Angin kencang di rooftop seolah membawa kata-kata Lilis masuk ke dalam benaknya. Pernikahan kontrak? Dengan Lilis? Itu gila, tapi... itu juga solusi yang sempurna.

​Reno menatap Lilis, hatinya berdebar tak menentu,

"Lilis... kenapa kamu mau melakukan ini?"

​Lilis mengangkat bahu, matanya fokus dan pragmatis.

"Saya hanya ingin membalas kebaikan Pak Reno selama ini."

​Siang hari, pada keesokan harinya, Reno dan Lilis telah mengatur pertemuan dengan Pak Ramon dan Bu Ninda. Di sebuah kafe private yang dipilih Bu Ninda. Bu Ninda dan Pak Ramon sudah duduk, keduanya tampak tegang. Bu Ninda mengenakan kacamata hitam, berusaha menyembunyikan mata bengkaknya karena kurang tidur dan amarah.

Reno tiba bersama Lilis. Lilis mengenakan blazer sederhana, tapi penampilannya terlalu rapi, senyumnya tidak ada, dan matanya tampak dingin, tenang, dan tajam persis seperti sosok yang hanya fokus pada kalkulasi.

​Reno enghela napas, nadanya dipaksakan ceria.

"Ma, Pa, ini Lilis. Lilis, ini Mama dan Papa."

​Lilis mengulurkan tangan. Gerakannya lambat dan terlalu terkontrol, seolah ia sedang mengukur setiap mili detik. Bu Ninda ragu-ragu sebelum menyambutnya, sentuhan tangan Lilis terasa dingin dan kaku.

​Lilis dengan suaranya pelan, monoton, tanpa emosi,

"Selamat siang, Bapak dan Ibu. Saya Lilis."

​Bu Ninda cepat-cepat menarik tangannya, bergidik kecil. Ia mengamati Lilis dari atas ke bawah, mencari celah, namun hanya menemukan profesionalitas yang mengerikan.

"Ehm, ya. Jadi... kamu asisten Reno?"

​Hantu Lilis/Alice menarik tangan dan duduk tegak lurus, punggungnya tidak menyentuh sandaran kursi. Matanya menatap lurus ke Bu Ninda, tidak berkedip, membuat Bu Ninda merasa sedang dianalisis oleh komputer.

"Secara profesional, ya, Bu. Namun, saat ini peran saya telah disesuaikan. Saya adalah calon istri Pak Reno."

​Pak Ramon merasa tidak nyaman,

"Kamu... apa rencanamu setelah menikah, nak? Kamu akan tetap bekerja?"

​Lilis menoleh ke Pak Ramon, kemudian kembali menatap Bu Ninda, seolah Pak Ramon hanyalah objek di tengah.

"Tentu. Efisiensi adalah kunci. Saya dapat mengelola tugas domestik dan pekerjaan kantor secara paralel. Jika Bapak Reno membutuhkan ketenangan, saya dapat menyediakan keheningan selama berjam-jam. Jika ia membutuhkan diskusi, saya dapat menyediakan data dan analisis yang logis. Saya adalah aset yang serbaguna."

​Bu Ninda gelisah. Sikap Lilis yang terlalu kaku dan fokus membuatnya merasa ada yang salah, seperti ada jiwa hantu yang dingin dan kosong.

"Kamu... kamu tidak terlihat seperti wanita yang punya passion, nak. Hidup itu bukan hanya soal data."

​Lilis kepalanya miring sedikit, seperti robot yang memproses input asing. Ia sama sekali tidak tersinggung.

"Passion adalah variabel yang tidak dapat diukur, Bu. Saya lebih memilih dedikasi. Mengapa harus memiliki passion jika saya bisa menjamin hasil yang optimal?"

​Keheningan terjadi. Reno menelan ludah, sadar Lilis menjalankan peran ini dengan terlalu baik. Bu Ninda semakin cemas, bukan karena Lilis miskin, tapi karena Lilis terlalu menakutkan.

​Bu Ninda mengambil napas dalam-dalam, mengambil tasnya, dan meletakkan amplop tebal di atas meja, lalu mendorongnya perlahan ke arah Lilis.

"Dengar, Lilis. Mari kita langsung ke intinya. Saya menghargai keberanianmu. Tapi kamu harus tahu, perjodohan Reno dengan Clarissa sudah direncanakan. Ini demi bisnis. Demi masa depan. Kamu hanya... mengganggu sebuah transaksi besar."

​Lilis matanya tidak beralih dari Bu Ninda, tetapi ia melirik sekilas ke amplop tersebut. Ekspresinya tetap tanpa cela, seperti es.

"Saya paham, Bu."

​Bu Ninda berubah nadanya melembut, yakin uang akan bekerja.

"Bagus. Aku menghargai kamu, Lilis. Aku tidak mau membuatmu kesulitan. Ini ada... lima miliar rupiah. Ambil ini. Kamu bisa memulai bisnis, kuliah lagi, apa pun yang kamu mau. Tapi kamu harus menandatangani surat pernyataan bahwa kamu menolak Reno dan akan segera menghilang dari hidupnya."

​Reno menatap Lilis, menunggu reaksinya. Bu Ninda tersenyum tipis, merasa sudah menang.

​Lilis mengambil napas, lalu tertawa kecil, suara tawa yang sangat pendek, kering, dan terdengar seperti kesalahan dalam sistem.

"Lima miliar?"

​Bu Ninda mengangguk penuh kemenangan,

"Ya. Lima miliar. Angka yang besar, bukan?"

​Lilis dengan gerakan yang sangat pasti, Lilis mendorong kembali amplop itu tepat ke hadapan Bu Ninda. Tindakannya dingin, tanpa keraguan. Bu Ninda terkejut.

"Dengan segala hormat, Bu. Proyek yang saya ambil saat ini jauh lebih menguntungkan."

​Bu Ninda terbelalak,

"Apa maksudmu? Lima miliar tidak cukup?"

​Lilis tatapan dinginnya semakin tajam,

"Saya bekerja untuk stabilitas, bukan hanya uang tunai. Menjadi 'calon istri' Bapak Reno saat ini, dengan segala konflik dan risiko yang menyertainya, memberikan saya akses pada informasi, jaringan, dan leverage yang jauh melebihi nilai lima miliar. Nilai jual saya sebagai istri adalah memastikan Pak Reno tidak kembali kepada Clarissa. "

​Lilis menyilangkan tangannya di atas meja, sepenuhnya tenang dan mengontrol situasi. Bu Ninda kehilangan kata-kata, wajahnya pucat.

Lilis tampak begitu seram dalam kecerdasannya, begitu dingin dalam ambisinya, sampai-sampai Bu Ninda merasa lebih baik melihat Reno menikah dengan Clarissa yang ambisius daripada wanita creepy ini.

​Bu Ninda mencengkeram amplopnya, dengan suara gemetar,

"Kamu... kamu gila!"

​Lilis hanya mengangkat bahu, tanpa emosi.

"Saya pragmatis, Bu dan untuk informasi tambahan, Clarissa Dimitri akan menjadi variabel yang tidak stabil dalam rumah tangga. Saya, di sisi lain, dapat diandalkan. Silakan pertimbangkan."

​Reno menghela napas, ia tahu 'Lilis' ini baru saja memenangkan babak pertama. Bu Ninda menatap Lilis dengan kebencian dan ketakutan yang mendalam, tidak lagi melihatnya sebagai asisten miskin, melainkan sebagai ancaman cerdas yang tidak bisa dibeli.

​Dengan penolakan dingin dan strategis Hantu Lilis/Alice, Bu Ninda semakin panik.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!