NovelToon NovelToon
Promise: Menafsir Kamu

Promise: Menafsir Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Kisah cinta masa kecil / Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama / Cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: Iyikadin

Rayna tak pernah benar-benar memilih. Di antara dua hati yang mencintainya, hanya satu yang selalu diam-diam ia doakan.
Ketika waktu dan takdir mengguncang segalanya, sebuah tragedi membawa Rayna pada luka yang tak pernah ia bayangkan: kehilangan, penyesalan, dan janji-janji yang tak sempat diucapkan.
Lewat kenangan yang tertinggal dan sepucuk catatan terakhir, Rayna mencoba memahami-apa arti mencintai seseorang tanpa pernah tahu apakah ia akan kembali.
"Katanya, kalau cinta itu tulus... waktu takkan memisahkan. Hanya menguji."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iyikadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19 - Paruh Waktu?

"Aku tahu nyaman itu menyenangkan… tapi diam terlalu lama di sana membuat langkahku lupa caranya maju."

...***...

Siang itu, suasana sekolah sangat berisik, murid-murid berkumpul di koridor, obrolan dan tawa bercampur. Tiba-tiba Eve datang menghampiri Rayna yang lagi duduk di bangku kelas sendirian.

"Rayna, lo udah sehat? Kemarin sakit apa ya?" tanya Eve dengan tatapan khawatir.

"Aman aja, gue udah gak apa-apa kok. Kemarin cuma sedikit demam doang, istirahat aja langsung sembuh," jawab Rayna sambil melipat buku.

"Ohh syukur deh. Eh btw, gue mau tanya deh sama lo," kata Eve, bergerak pelan duduk di samping Rayna dan melihat sekelilingnya.

"Lo pacaran sama Ben?"

"Hah? Maksud lo apa sih?" Rayna kaget, muka sedikit memerah.

"Ya itu, lo pacaran sama Ben atau nggak?" Eve ulang lagi, matanya menatap Rayna langsung.

"Mmm... ee... enggak ko! Lo denger gosip gituan dari mana sih?"

"Waktu itu gue denger dari orang lain, dan keliatannya lo juga deket banget sama dia. Udah sering banget gue liat, dia anter jemput lo ke sekolah kan?"

"Emm... cuma deket doang kok. Kebetulan mamanya sama mama gue berteman lama, jadi ya... sering ketemu gitu deh."

"Yakin cuma deket doang? Gue denger dari David katanya kalian udah pacaran sejak bulan lalu loh!"

"Eve... lo tuh ya! Ngapain dengerin david sih? Dia kan omongannya suka ngelantur, bikin gosip sembarangan!" Rayna menggeleng kepala, tapi senyumnya sedikit keluar.

"Emm... iya juga sih. David emang suka ngomong aneh dan gak jelas," ucap Eve dengan malu.

"Yaudah ah, jangan dipikirin lagi. Ke kantin yuk, gue udah laper banget!" Rayna berdiri dan mengambil tasnya.

"Ayo, gue juga laper! Nanti beli bakso ya!"

...***...

Waktu siang telah berganti gelap, sekolah mulai sepi dari keramaian murid-murid. Ben dan David keluar dari ruang eskul, mereka baru saja bolos jam pelajaran terakhir untuk rapat. David langsung merapikan tasnya dengan cepat, gerakannya tergesa-gesa seolah ada janji yang tidak boleh terlewatkan.

"Vid, buru-buru amat lo! Mau kemana sih sore-sore gini?" Ben duduk santai di bangku terdekat, tatapannya meragukan.

"Gue mau part time dulu lah, Ben."

"Hah? Part time? Sejak kapan sih lo? Dan dimana?" Ben kaget, langsung berdiri dari bangkunya.

"Itu di kafe depan sekolah kita. Sejak bokap gue ngebatasin duit gue sih."

"Kok bisa tiba-tiba dibatasi?"

"Gue baru aja beli motor lagi, hahaha!"

"Gila emang lo ini! Bisa-bisanya beli motor lagi, padahal tiga minggu lalu baru aja modif yang lain."

"Biasalah. Yaudah ya, gue pergi dulu!" David mengambil tasnya, siap berjalan.

"Bentar bentar... gue ikut dong!" Ben cepat-cepat mengejar.

"Lo mau ikut part time juga?" David berhenti, matanya bingung.

"Engga lah! Gue ikut nongkrong aja disana, ngobrol-ngobrol sambil nunggu lo selesai. Mumet banget gue."

"Oh, kirain! Yaudah, ayo lah, gas!"

Ben bersiap pergi bareng David. Sebelum beranjak, dia membuka ponselnya dan mengetik pesan ke Rayna.

"Ray, gue mau nongkrong dulu di kafe depan sekolah. Lo kesana ya? Biar nanti gue anterin balik."

Tak lama, balasan muncul.

"Engga deh Ben. Lo nongkrong aja seneng-seneng. Gue nanti balik sendiri naik ojek online."

Ben mengetik kembali.

"Oke deh, kalau ada apa-apa, kabarin gue."

"Oke"

Dia mematikan layar ponsel dan bergegas mengikuti David ke kafe. Setibanya di sana, Ben langsung memesan kopi langganannya, yang selalu dia pesan tiap kali kesini. Sambil menunggu, dia duduk di meja pojok yang sunyi, mata melayang ke kejauhan melihat David yang mulai bekerja, tangan-tangannya sibuk melayani pelanggan.

Ben diam sejenak, pikirannya melayang. "Apa gue ikut part time juga ya? Biar gue dapet duit sendiri... dan bisa cabut dari rumah."

David menghampiri meja pojok di mana Ben duduk, mata masih melamun ke arah luar kafe. Dia menepuk pundak Ben dengan lembut tapi tegas.

"Woy bro, kenapa ngelamun gitu? Lagi ada masalah kah?"

Ben tersadar dengan kaget, mata memutar sedikit sebelum fokus ke arah David. Dia menggeleng, senyum tipis yang tidak jelas.

"Eh, gak apa-apa kok bro." Lalu dia melihat ke jam tangannya, mata sedikit membesar. "Udah jam segini? Gue balik dulu ya. Tolong buatin kopi spesial sama roti keju satu, ya, gue mau bawain buat Rayna."

David sedikit terkejut, alisnya terangkat. Dia mendekat lagi, suaranya turun sedikit jadi bisikan.

"Weh bro, jadi bener lo sama Rayna itu?"

Ben hanya tersenyum, mengangkat bahu. "Ya lo pikir aja sendiri. Udah ah, buruan buatin, yang enak loh ya, jangan asal!"

"Iya iya, ini langsung dibuat!"

David bergegas ke arah meja pelayanan, tangan-tangannya sibuk mengerjakan pesanan. Tak lama, dia kembali membawa semuanya, kopi yang masih menguap dan roti keju yang terbungkus rapi.

Ben segera meraih tasnya yang diletakkan di lantai, memegangnya erat. Dia mengangkat kepala ke arah David, senyum hangat melintas di wajahnya.

"Oke, gue balik dulu ya."

David mengangguk, matanya penuh perhatian. Dia melambai perlahan. "Oke Ben, hati-hati ya lo di jalannya. Jangan buru-buru!"

"So perhatian lo, jijik gue." kata Ben sambil beranjak pergi meninggalkan David.

Ben membuka kunci motornya dengan cepat, jari-jari sedikit bergetar, entah karena dingin sore atau karena kegembiraan yang tersembunyi. Mesin menyala dengan bunyi lembut, dan dia segera melaju menuju jalan raya yang mulai sepi.

Angin sore menyengat wajahnya, tapi dia tidak peduli, tangan kanannya tetap erat memegang tas yang berisi kopi dan roti, seolah tak mau apa-apa merusaknya.

Jalan menuju rumah Rayna terasa lebih pendek dari biasanya, dan setiap langkah roda membuat hatinya berdebar lebih kencang.

...***...

Setibanya di halaman rumah Rayna, Ben langsung turun motor dan bergegas ke pintu depan. Jari-jari dia mengetuk pintu dengan irama ringan tapi tegas, hati berdebar kencang seolah mau melompat keluar.

Tak lama, bunyi langkah kaki mendekat dari dalam, dan pintu terbuka perlahan, menunjukkan wajah Rayna yang sedikit terkejut, rambutnya masih kusut karena baru saja istirahat.

"Ben? Gue kira siapa, kok kesini? Lo bilang mau nongkrong?" Rayna mengangkat alisnya, tapi senyum tipis sudah muncul di sudut bibirnya. Matanya menyaksikan Ben yang berdiri di ambang pintu, wajahnya sedikit kemerahan karena kesibukan tadi.

"Udah selesai kok." Ben mengangkat jinjingannya yang penuh, memaparkannya ke depan Rayna. "Nih, gue bawain sesuatu buat lo." Di dalamnya, kopi masih terlihat menguap lembut, dan bungkus roti keju terasa hangat meskipun dibungkus.

Ben menggaruk kepala, wajahnya tiba-tiba jadi serius. "Kayanya gue mau cerita sesuatu ke lo deh... boleh ga?"

Rayna mengangguk cepat, matanya penuh perhatian. "Boleh dong, ayo masuk aja."

"Emm... jangan disini. Gue gamau mama lo denger." Suaranya turun sedikit, jadi bisikan yang cemas.

Rayna sedikit terkejut, alisnya terangkat. "Ehh... okey. Apa kita ke taman aja?"

"Boleh."

"Yaudah, gue bilang mama dulu ya."

Rayna masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat.

Tak lama, dia kembali dengan wajah yang semangat meskipun sedikit bingung, dan langsung menuju motor Ben.

Di tangan kanannya, jinjingan yang berisi kopi dan roti masih terpegang erat, hangatnya masih terasa menyentuh kulitnya.

Mereka naik motor bersama, melaju ke taman yang terletak tidak jauh dari rumah Rayna, angin sore menyelimuti badannya keduanya.

Bersambung...

1
PrettyDuck
Sama vando nih pastii. Tapi rayna juga suka vando kayaknya, dijodohin sama dia harusnya gak nyeremin kan?
PrettyDuck
waa dijodohin ya ? sama siapaa?
Muffin🧁
Lagian kalian katanya mau ngerjain tugas kenapa pada langsung tdr ? Gak curiga mama nya ?
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅
teman mass kecil.. emang punya tempat spesial di hati🥺
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅
masih sekolah Bu... jangan di jodoh²an dlu.. 🤧
𒈒⃟ʟʙc🏘⃝Aⁿᵘᴍɪss_dew 𝐀⃝🥀ᴳᴿ🐅
kasian amat sihh nggak di anggap, malah di cuekin🥺🥺🥺
LyaAnila
kok gitu. ada dendam yang terselubung kah?
LyaAnila
aduh, istirahat dulu aja kali ya biar ritme jantungmu kembali lagi nggak deg deg an maksudnya
LyaAnila
pakai sunscreen. kalau nggak mau panas-panas an. nggak usah ikut aja/Smile/
Muffin🧁
Justru lebih cepat itu lebih baik ben. Apalagi kalau itu hal yang fatal 🙄
kim elly
bucket apa parcel😩😩
kim elly
gejala awal nya gitu ray 😀
🦋RosseRoo🦋
sekalian pake toa mesjid Ben, kalau mau lebih kenceng mah, 😩
🦋RosseRoo🦋
coba di pikir lagi.. 😅
mama Al
Eh ciye sudah membaur nih yeee
mama Al
tanda tanda udah ada rasa tuh 🤭
MARDONI
Setiap hari mikirin kamu… ya ampun itu kalimat sederhana tapi pukulannya langsung ke dada. Kerasa banget Rayna hidup dengan hati yang setengah kosong tanpa Vando.
MARDONI
AKU BENERAN MERINDING 😭✨
Cara Rayna langsung lari dan meluk Vando itu… UGH, pure instinct dari hati yang belum move on sedikit pun.
Dan Vando? Cara dia balik meluk seerat itu, itu bukan pelukan orang yang udah selesai. Itu pelukan orang yang masih sayang MATI-MATIAN.
☕︎⃝❥Ƴ𝐀Ў𝔞 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
smoga Rayna bisa membalut luka batin Ben
☕︎⃝❥Ƴ𝐀Ў𝔞 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
siapa pun yg tumbuh tanpa hangatnya perhatian orangtua, pasti suka cari² alasan, dan sering menyalahkan dirinya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!