Yurika Hana Amèra (Yuri), mahasiswi akhir semester dua yang mencari tempat tinggal aman, tergiur tawaran kosan "murah dan bagus". Ia terkejut, lokasi itu bukan kosan biasa, melainkan rumah mewah di tengah sawah.
Tanpa disadari Yuri, rumah itu milik keluarga Kenan Bara Adhikara, dosen muda tampan yang berkarisma dan diidolakan seantero kampus. Kenan sendiri tidak tahu bahwa mahasiswinya kini ngekos di paviliun belakang rumahnya.
Seiring berjalannya waktu, Yuri mulai melihat sisi asli sang dosen. Pria yang dielu-elukan kampus itu ternyata jauh dari kata bersih—ia sangat mesum. Apalagi ketika Kenan mulai berani bermain api, meski sudah memiliki pacar: Lalitha.
Di tengah kekacauan itu, hadir Ezra—mahasiswa semester empat yang diam-diam menaruh hati pada Yuri sejak awal. Perlahan, Ezra menjadi sosok yang hadir dengan cara berbeda, pelan-pelan mengisi celah yang sempat Yuri rindukan.
Antara dunia kampus, cinta, dan rahasia. Yuri belajar bahwa tidak semua yang berkilau itu sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SweetMoon2025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Pertemuan Tak Terduga
Hari Sabtu buat sebagian anak kos adalah momen suci untuk beristirahat dari segala aktivitas kampus. Tapi, berbeda dengan Yuri yang hari Sabtunya malah jadi agenda bersih-bersih kosan karena dia yakin akan segera pindah dari sana.
Rencananya hari ini dia mau mulai mengepak barang-barang. Baju-baju yang sekiranya nggak bakal dia pakai dalam waktu dekat langsung dia masukkan koper. Entah dia nanti bakal pindah ke kosan mana. Itu urusan belakang.
Tok. Tok. Tok.
"Yuri..." suara orang memanggil dari balik pintu kos.
"Iya, bentar!"
Klik.
Yuri segera membuka kunci dan pintunya langsung terbuka lebar. Akhir-akhir ini, dia jadi terbiasa mengunci kamar setelah kejadian 'ketidakamanan' disekitarnya.
"Lo ada kardus nggak?" tanya Widya.
"Gue nggak punya. Beli aja di warung pojok, Wid. Kardus rokok kan lumayan gede sama tebal tuh. Mau gue anterin?"
"Boleh banget, sekalian gue mau cari sarapan. Lo udah makan?"
"Belum. Kuy lah, bentar ya gue pakai jaket dulu."
"Oke, gue balik kamar dulu ganti baju, abis itu kita cabut. Gue tunggu di kamar ya," setelah dapat respons acungan jempol, Widya menutup pintu kamar Yuri dan ngeloyor pergi ke kamarnya sendiri.
Kamar Yuri di lantai atas, sementara Widya di lantai bawah. Kosan yang mereka tempati setahun belakangan ini emang kosan khusus cewek, lengkap dengan penjaga yang tinggal di bangunan depan dekat gerbang. Dan sejauh ini aman dan damai sebelum belakangan ini ada saja kejadian kriminal di sekitar kosannya.
***
"Makan dulu ya, abis itu baru ke warung pojok," ajak Widya yang langsung disetujui oleh Yuri.
Mata Yuri sudah celingukan mencari jajanan apa yang bisa dia beli selain sarapan di ujung jalan sana.
Saat ini mereka berjalan kaki menuju area pertokoan di ujung jalan. Posisi kosan mereka memang agak di belakang kampus. Ada jalan keluar masuk kampus lewat pintu belakang yang kelihatan jelas dari posisi mereka jalan saat ini.
"Beli nasi kuning aja, yuk," ajak Yuri, melihat kedai langganan mereka nggak terlalu ramai, lagian jam juga sudah menunjukkan pukul sembilan, jelas sudah lewat buat sarapan bagi sebagian orang.
"Boleh deh."
"Tugas mata kuliah Bu Eva yang dikumpul minggu depan sudah di kerjain, Wid?" tanya Yuri sambil keduanya jalan di trotoar.
"Separuh sudah gue kerjain. Tinggal cari referensi tambahan buat bagian analisis pasar. Lo sendiri gimana?"
"Gue malah masih blank. Bingung mau ambil ide bisnis apa," jawab Yuri. Otaknya mendadak tumpul kalau disuruh mikir "mau jualan dengan inovasi baru apa dan konsepnya harus segar". Dia juga nggak punya pengalaman itu
"Ya, lo mau yang simpel, pembeli pasti ada tiap hari kayak ibu yang punya kedai nasi itu, atau lo mau yang luxury, cuan jelas gede, tapi pembeli belum tentu ada tiap hari, Sista? Tinggal pilih, terus langsung gas bikin tugasnya," jawab Widya panjang lebar. Yuri cuma mengangguk seolah mengerti.
"Weits... tadi apa yang gue lihat, ya?" Widya mendadak berhenti. Badannya sampai menoleh ke belakang buat mastikan sendiri.
"Apaan?" Yuri yang ikutan ngerem mendadak jadi celingukan ikut bingung.
"Lo lihat nggak tadi mobil sedan item pakai pelat nomor yang gue hafal banget itu lewat di pintu belakang kampus?"
"Siapa?" tanya Yuri, masih nggak paham sama tingkah kepo temennya.
"Pak Kenan, Ri! Tadi mobilnya dia lewat gerbang belakang kampus. Mau ke mana coba weekend gini? Jalan ke sana kan arahnya ke hutan pinus dan bisa tembus ke kota," seru Widya tertahan, masih sibuk menganalisa dengan sorot mata ala detektif.
"Kepo banget dah. Ya, bisa saja dosen kesayangan lo itu ada acara kali. Yuk ah, keburu tutup itu kedai," Yuri langsung narik lengan Widya biar cepet jalan lagi.
"Ah, elah. Gue sekepo itu kali ya sama Pak Kenan. Kayak pengen tahu banget, hari-hari dia ngapain aja," seru Widya sambil terus jalan, dengan satu tangan diapit Yuri.
"Nah, sadar! Nggak baik ya, Kak, terlalu kepo sama privasi orang. Nanti kalau nggak sesuai sama ekspektasi lo selama ini, lo sendiri yang bakal kecewa, sedih, dan galau. Jangan ya, Dek, ya," ledek Yuri.
Keduanya tertawa pelan di pinggir jalan, beberapa pejalan kaki dan pengendara yang lewat melihat mereka sedikit aneh tapi acuh dan berlalu gitu aja.
***
"Satu aja cukup, Wid?" tanya Yuri saat mereka keluar dari warung pojok, sebelumnya mereka sarapan dulu.
"Cukuplah. Kan nanti bisa dibongkar dan diisi lagi. Di kosan juga ada beberapa tas lipat dan kardus kecil. Masih ada dua minggu sebelum kita kedepak, eh, enggak deh, nggak perpanjang!" ralat Widya sambil nyengir konyol khasnya.
Yuri memutar matanya malas. Di tangan kanannya udah ada kantong kresek berisi cemilan buat stok di kamar.
"Lo, nggak butuh kardus juga apa?" tanya Widya sambil sibuk menenteng kardus besarnya dengan satu tangan di apit di ketiak.
"Gue rencananya mau beli container box aja nanti di Azk. Sekalian kan bisa buat wadah barang-barang. Lo mau ikut nggak, kita ke mal?"
"Hari ini? Nggak deh, kan gue mau packing, Sis. Besok pas tante gue datang, tinggal angkut. Nggak papa kan?"
"Slow sih. Nanti gue jalan sendiri juga bisa, sekalian cuci mata kan. Siapa tahu ada cogan yang nyangkut," celetuk Yuri sambil tertawa.
***
Sekitar jam lima sore, Yuri keluar dari kosan. Urusan beres-beres dan bersih-bersih jelas sudah selesai dengan dandanan santai tapi tetap on point dan cantik, dia langsung masuk ke mobilnya dan tancap gas menuju salah satu mal di pusat kota.
Playlist musik R&B favoritnya langsung terdengar. Jalanan sore itu lumayan lengang. Yuri menyetir dengan santai sambil badannya bergoyang mengikuti irama musik dan mulut ikut bernyanyi membuat Sabtu sore Yuri terasa ceria.
Sesampainya di basement mal, dia segera mencari parkir di tempat kosong. Setelah mobilnya terparkir rapi dan aman, Yuri langsung melihat cermin kecil yang selalu dia bawa.
Dia poles lagi wajahnya dengan sedikit makeup. Look-nya jelas berbeda dengan dandanan dia saat pergi ke kampus yang berdandan senatural mungkin dan minim riasan.
Lipmatte rose pink mendarat di bibir tebalnya, dan dia semprotkan parfum favoritnya. Sekali lagi, dia cek outfit yang dipakai. Celana panjang dengan kaos ketat berwarna pink bertuliskan "Kiss Me" dengan gambar bibir merah bergliter di tengah, dipadukan dengan cardigan oversize broken white dan sepatu kets.
Yuri masuk ke dalam mal, berjalan dengan santai. Ia langsung menuju toko yang dia tuju untuk membeli barang yang dia cari. Niatnya, setelah itu baru dia berkeliling. Yang penting barang utamanya sudah dia dapat terlebih dahulu.
Selesai belanja apa yang dia mau, Yuri berbelok ke arah toko buku. Dia menelusuri rak demi rak. Tadinya dia cuma asal saja masuk, siapa tahu ada buku Bisnis yang dia butuhkan nanti saat kuliah.
Di ujung toko, dekat dengan rak majalah, dia nggak sengaja melihat dua orang lawan jenis sedang tertawa lirih. Si cewek sengaja menggoda dan merayu pria di sampingnya. Awalnya Yuri risih mendengar kalimat-kalimat yang dilontarkan si cewek, membuat dia bergidik ngeri, dengan cepat dia buru-buru ambil dua buku yang menurutnya dia butuh.
Saat melangkah dari samping, dia langsung melihat dengan jelas siapa sosok pria yang saat ini sedang tersenyum lembut yang dari tadi membelakanginya.
"Pak Kenan," lirihnya sambil sedikit melotot kaget karena Yuri nggak menyangka bisa bertemu dosennya disana.