Seorang mahasiswa cupu yang hidupnya terkurung oleh penyakit langka, menghembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Tanpa dia duga, kematian hanyalah awal dari petualangan yang tak terbayangkan. Dia terbangun kembali di sebuah dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk-makhluk aneh, namun dalam wujud seorang anak laki-laki berusia lima tahun bernama Ahlana. Ironisnya, dia terlahir sebagai budak.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah Sistem misterius muncul dalam benaknya. Sistem ini bukan hanya memberinya kesempatan untuk bertahan hidup, melainkan juga kekuatan luar biasa: kemampuan untuk meng-copy ras makhluk lain beserta semua kekuatan dan kemampuan unik mereka. Namun, ada satu syarat yang mengubah segalanya: setiap kali Ahlana mengaktifkan kemampuan copy ras, kepribadiannya akan berubah drastis, menyesuaikan dengan sifat alami ras yang dia tiru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Sanaill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Taktik Troll dan Jebakan Hutan
Para Arsitek melesat di dalam terowongan Kluster Malam, dipimpin oleh Pemimpin Arsitek yang matanya berkilat dingin. Mereka adalah pemburu ulung, namun mereka tidak siap menghadapi mangsa seperti Ahlana. Aku, dalam wujud Monyet Hutan Penjarah, terus berayun di kegelapan, melemparkan kerikil dan benda-benda kecil, membuat mereka frustrasi. Ini adalah tarian, tarian provokasi yang Ahlana kuasai dengan sempurna, dicampur dengan kelincahan monyet. Aku mencuri beberapa peranti kecil mereka, lalu bersembunyi lagi.
"Sialan!" gerutu salah satu prajurit berzirah. "Makhluk itu terlalu cepat!"
"Fokus!" perintah Pemimpin Arsitek. "Ini adalah taktik. Dia mencoba memecah formasi kita. Dia adalah Wadah, dia cerdas. Jangan tertipu oleh wujudnya."
Aku menyeringai dalam hati. Benar sekali. Aku memang cerdas. Dan licik. Aku terus memancing mereka semakin dalam ke Kluster, menjauh dari pintu masuk. Elias dan para Elf pasti sudah mendengar keributan ini.
[Efek Ras 'Monyet Hutan Penjarah' Berkurang. Durasi Tersisa: 1 Menit.]
Waktuku menipis. Aku tidak bisa terus menjadi monyet. Aku perlu kekuatan yang lebih besar untuk serangan balasan. Aku melompat dari celah ke celah, menuju area yang sudah kami persiapkan sebelumnya – sebuah lorong sempit yang dipenuhi akar-akar tebal dan beberapa formasi batu alami.
Saat aku melompat terakhir kalinya, tubuhku mulai bergetar.
[Efek Ras 'Monyet Hutan Penjarah' Berakhir. Cooldown: 2 Jam.]
[Atribut Fisik Kembali ke Normal. Kecenderungan Kepribadian Kembali ke Normal.]
Dan, seperti biasa, aku kembali menjadi Ahlana si bocah, telanjang bulat di tengah lorong sempit. Aku buru-buru meraih jubah cadangan yang sengaja kulemparkan di sana tadi. Sisi memalukan dari kemampuanku ini tidak pernah hilang.
Suara langkah kaki para Arsitek semakin dekat. Aku harus bertindak cepat. Mereka akan segera tiba di lorong ini. Aku membutuhkan sesuatu yang kuat, yang bisa memblokir jalan mereka.
[Sistem Reinkarnasi: Pindai Ras Terdekat. Mengidentifikasi Ras Potensial untuk Pertahanan Fisik Kuat...]
[Tidak ada Ras aktif terdeteksi dalam Radius 5 meter. Cooldown Ras 'Troll Gunung Muda' tersisa: 1 jam 45 menit.]
Sial! Troll Gunung masih dalam cooldown. Aku tidak bisa meng-copy-nya sekarang. Apa yang harus kulakukan? Lorong itu terlalu sempit untuk Monyet atau Harpy. Aku butuh sesuatu yang kuat dan bisa bermanuver di ruang terbatas.
Tiba-tiba, mataku tertuju pada salah satu prajurit berzirah yang terhuyung-huyung di belakang, kelelahan. Dia adalah 'Manusia Super' Level 20. Aku memiliki peluang.
[Ras Terdeteksi: 'Manusia Super Prajurit' - Level 20 (Status: Kelelahan, Tidak Fokus. Atribut Khas: Kekuatan Fisik Tinggi, Ketahanan Sangat Tinggi, Senjata Energi. Kelemahan: Kelincahan Sedang, Mengandalkan Teknologi, Emosi Stabil).]
[Apakah Anda ingin meng-copy Ras 'Manusia Super Prajurit'? (Ya/Tidak)]
Ini gila. Aku akan meng-copy salah satu dari mereka? Ini adalah risiko besar, tapi jika aku bisa mendapatkan kekuatan mereka, itu akan sangat berguna. Aku butuh ketahanan mereka.
"Ya!" bisikku.
Tubuhku bergejolak lagi. Kali ini, sensasi yang kurasakan adalah lonjakan kekuatan yang terstruktur, seperti logam yang menguat. Otot-ototku membesar dan mengeras, tapi tidak sekasar Troll. Kulitku terasa lebih padat, seolah lapisan zirah terbentuk di bawahnya. Jari-jariku memanjang dan menguat, terasa seperti cakaran baja. Rambutku menjadi lebih pendek dan kaku. Dan yang paling mengejutkan, pakaian Elfku yang baru saja kupakai terasa melekat, berubah menjadi semacam baju zirah ringan yang menutupi tubuhku, berwarna abu-abu gelap dengan garis-garis energi samar. Aku bahkan merasakan senjata energi yang terintegrasi di lenganku.
Aku, Ahlana, kini adalah seorang Prajurit Manusia Super! Dan ya, kali ini aku adalah laki-laki! Akhirnya, pakaian yang tidak robek dan sesuai gender. Ini adalah bonus yang tidak kuduga.
Sebuah dentuman keras terdengar saat prajurit berzirah pertama tiba di lorong sempit. Dia adalah prajurit yang sama yang kuambil senjatanya tadi.
"Kau di sini, monyet kecil!" teriaknya. Dia melihatku. Matanya membelalak kaget. "Apa?! Kau... kau berubah lagi?! Dan sekarang kau... seperti kami?!"
Aku menyeringai, seringai Ahlana yang provokatif, kini di wajah prajurit Manusia Super. "Kejutkan! Kau pikir hanya kalian yang bisa punya kekuatan? Aku bisa meminjam kekuatan siapa saja, kawan!" Suaraku terdengar lebih dalam dan berat, bergema di lorong.
Dia melangkah maju, mengangkat tinjunya. "Beraninya kau meniru kami, wadah rendahan!"
"Rendahan?" ejekku. "Setidaknya aku tidak butuh zirah buatan untuk jadi kuat!"
Dengan kecepatan yang mengejutkan, aku melesat. Kekuatan baru ini terasa luar biasa. Aku melayangkan tinjuku, menghantam prajurit itu tepat di dada zirah. BAM! Dia terhuyung mundur, menabrak tembok lorong.
"Apa?!" teriak prajurit lain yang baru tiba. "Dia... sekuat Prajurit Kelas Berat!"
Aku tidak memberi mereka waktu. Lorong sempit ini adalah keuntunganku. Aku mengaktifkan senjata energi di lenganku, yang tiba-tiba memancarkan cahaya biru samar, dan menembakkannya ke dinding lorong. KRAK! Retakan besar muncul, dan beberapa batu jatuh, menghalangi lorong. Bukan blokir penuh, tapi cukup untuk memperlambat mereka.
"Hentikan dia!" Pemimpin Arsitek berteriak dari belakang, suaranya dipenuhi amarah. Dia mencoba menggunakan telekinesisnya untuk menyingkirkan batu-batu itu, tapi aku terus menembaki dinding lain, menciptakan lebih banyak retakan.
[Efek Ras 'Manusia Super Prajurit' Berkurang. Durasi Tersisa: 26 Menit.]
[Kecenderungan Kepribadian: Tegas, Efisien, Bertahan, Sedikit Arogan, Dominan Fisik.]
Sisi arogan dan dominan fisik Prajurit Manusia Super mulai menguasai. Aku merasa tak terkalahkan. Namun, aku harus tetap fokus pada tujuanku: memperlambat mereka dan melindungi Kluster.
"Kalian tidak akan melewatinya!" teriakku, suara Ahlana yang provokatif tercampur dengan gema suara prajurit. Aku melangkah mundur perlahan, terus menembaki dinding untuk menciptakan penghalang dan memecah konsentrasi mereka.
Kemudian, aku mendengar suara langkah kaki dari depan. Elias! Dia dan beberapa Elf pemanah sudah siap di posisi mereka.
"Tembak!" perintah Elias.
Panah-panah Elf dengan ujung perak melesat dari kegelapan, menghantam prajurit-prajurit Arsitek. Panah itu tidak menembus zirah mereka, tetapi memberikan kejutan dan membuat mereka sedikit goyah.
"Penyihir!" teriak Pemimpin Arsitek. "Kalahkan Elf-elf itu!"
Dua ahli sihir Arsitek mulai menembakkan bola-bola energi biru ke arah posisi Elf. Pertarungan kini menyebar.
Aku menyeringai. Ini sempurna. Mereka terpecah. Aku, sebagai Prajurit Manusia Super, bisa menjadi penghalang utama di lorong ini. Kekuatan fisikku memungkinkan aku untuk menahan serangan mereka, dan daya tahanku bisa mengulur waktu.
"Ahlana, mundur! Jangan sampai kau terkepung!" teriak Elias.
"Tidak akan!" jawabku. "Aku punya ide lain!"
Aku melihat ke atas, ke arah sebuah celah kecil di langit-langit. Ini terlalu kecil untukku dalam wujud ini, tapi aku tahu apa yang akan ku-copy selanjutnya. Sebuah ide gila lagi, tapi bisa sangat efektif.
Aku harus mengulur waktu sebentar lagi, membuat mereka lebih frustrasi. Aku melayangkan tinjuku lagi, menghantam prajurit yang mencoba membersihkan reruntuhan. Dia terlempar ke belakang, menabrak prajurit lain.
"Kau akan menyesal telah menentang kami, Wadah!" raung Pemimpin Arsitek. Dia mengarahkan tangannya padaku, dan aku merasakan tekanan besar di sekitarku, mencoba menghancurkanku.
"Tidak semudah itu, Paman!" pekikku. Aku mengaktifkan perisai energiku sendiri, yang tanpa kusadari telah terbentuk di sekitarku. Perisai itu berbenturan dengan telekinesisnya, menciptakan gelombang kejut kecil.
Aku akan berjuang. Aku akan melindungi Kluster Malam. Dan aku akan membuat para Arsitek itu tahu bahwa Ahlana bukanlah sekadar Wadah, melainkan kekuatan yang harus diperhitungkan.
To be continue.......