NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16. PESTA BESAR

Sekretaris Bams duduk tegak di kursi pengemudi. Matanya sesekali melirik ke spion, memastikan jarak aman, lalu kembali fokus ke depan.

Di kursi belakang, Tuan Bram duduk dengan sikap elegan, jas Hitam terlipat rapi di pundaknya. Pandangannya sesekali jatuh pada deretan gedung pencakar langit yang berdiri kokoh.

“Tuan, kita masih punya waktu dua puluh menit sebelum acara peresmian itu di mulai” suara Bams terdengar tenang, nyaris tenggelam oleh bisingnya suara kendaraan.

Tuan Bram mengangguk pelan, matanya tajam menatap keluar jendela.

Hari ini, suasana hati Tuan Bram sedikit berbeda. Bukan karena pekerjaannya yang menumpuk, melainkan karena sebuah undangan penting yang tak bisa ia abaikan. Ia diminta menghadiri peresmian sekaligus memperkenalkan perusahaan baru ASTO Grup, sebuah nama besar yang baru di dirikan di kota itu. Pemiliknya bukan orang sembarangan, keluarga Asto, yang tak lain orang tua Arin, wanita yang pernah mengisi hari-harinya.

Mobil hitam mewah melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalanan ibu kota yang sibuk. Namun kali ini, arah tujuan bukanlah kantor pusat perusahaannya seperti biasa, melainkan sebuah hotel bintang lima yang berdiri megah di jantung kota.

Lima belas menit perjalanan akhirnya hotel bintang lima yang mereka tuju terlihat, berdiri tegap dengan lampu-lampu keemasan yang berkilauan meski hari masih siang. Di depannya, deretan mobil mewah antre memasuki area drop-off, sementara para staf hotel dengan seragam rapi siap menyambut setiap tamu.

Saat mobil berhenti di depan pintu masuk utama, seorang petugas valet dengan senyum profesional segera menghampiri. Sekertaris Bams keluar lebih dulu, mempersilakan tuan Bram turun.

Hotel bintang lima itu tampak semarak. Bukan hanya dipenuhi para pebisnis ternama, tapi juga deretan artis papan atas yang menambah gemerlap suasana. Kilatan lampu kamera silih berganti menyapu ruangan. Para wartawan sibuk meliput setiap momen jalannya acara. Tuan Asto jelas tak setengah hati, ia rela menggelontorkan dana besar demi memastikan peresmian ini berlangsung megah dan tak terlupakan.

Tuan Bram melangkah mantap memasuki lobi hotel. Tatapannya lurus ke depan, penuh wibawa, seolah tak terganggu hiruk-pikuk di sekelilingnya. Di belakangnya, Sekretaris Bams mengikuti dengan langkah sigap, siap mengantisipasi setiap situasi.

Beberapa awak media mencoba mendekat, mikrofon terulur, lensa kamera terarah tepat padanya. Namun gerakan cepat sekertaris Bams membuat mereka terhalang. Dengan sikap tenang namun tegas, ia menjadi perisai tuannya untuk bisa berjalan tanpa hambatan menuju ruang utama acara.

Begitu langkah Tuan Bram menjejak karpet tebal di mulut pintu, waktu seolah terhenti. Percakapan yang tadinya riuh tiba-tiba tenang, semua mata terpaku padanya.

Cahaya lampu kristal di langit-langit jatuh tepat di atasnya, memantulkan kilau pada setelan jas hitam yang membungkus tubuh tegapnya.

Decak kagum terdengar dari berbagai sudut ruangan. Mereka tahu siapa yang baru saja datang pria dengan kekuasaan dan pengaruh yang sulit disaingi, pemilik aset bernilai fantastis dan perusahaan yang berdiri tegak di berbagai sektor industri.

Tuan Asto, yang saat itu tengah bercanda ria dengan beberapa rekan sejawatnya, mendadak menghentikan tawanya. Pandangannya terpaku pada sosok yang baru saja memasuki lobi, Tuan Bram.

Tanpa pikir panjang, ia menepuk bahu salah satu temannya sebagai tanda pamit, lalu melangkah cepat, melewati kerumunan tamu. Senyum lebar merekah di wajahnya, kedua lengannya sudah terangkat, siap merangkul sosok yang selama ini ia kagumi sekaligus hormati.

Namun sebelum pelukan itu sempat mendarat, Sekretaris Bams yang berdiri setengah langkah di belakang tuan Bram bergerak cepat. Dengan gerakan sigap namun sopan, ia merentangkan tangan, membentuk penghalang di antara keduanya. Tatapannya tajam, penuh kewaspadaan, membuat Tuan Asto terhenti sepersekian detik, terkejut sekaligus terhibur oleh loyalitas penjaga sang pria berpengaruh itu.

Di balik penghalang Bams, Tuan Bram hanya mengangkat alis tipis, memberi senyum yang nyaris tak terbaca, sebuah sikap yang mengandung banyak arti bagi mereka yang mengerti.

Dengan senyum ramah, Tuan Asto mempersilakan Tuan Bram melangkah lebih dalam, membawanya menyusuri ruangan untuk dikenalkan pada para tamu undangan. Tatapan kagum pun tak terelakkan. Sebagian berbisik penuh takjub, bagi mereka, kejayaan perusahaan Tuan Asto tak lepas dari dukungan kuat Tuan Bram. Kehadirannya di tempat itu seolah menjadi bukti bahwa ASTO grub dapat dukungan Penuh dari tuan Bram.

Suasana semakin meriah, langkah demi langkah membawa para undangan VIP menuju sebuah ruangan tertutup yang dijaga ketat. Tuan Bram ikut masuk kedalam ruangan itu, sementara Sekretaris Bams tetap berada di depan pintu, berdiri tegap layaknya penjaga gerbang, matanya awas menyapu setiap sudut, memastikan situasi tetap aman terkendali.

Begitu pintu tertutup, suasana di dalam ruangan langsung berubah, lampu kelap-kelip berwarna-warni menari di dinding, menciptakan nuansa gemerlap bak sebuah klub malam eksklusif.

Meja-meja dipenuhi minuman beraneka merek, disiapkan langsung oleh Tuan Asto sebagai jamuan istimewa bagi para tamu terpilih. Di atas panggung, perempuan-perempuan cantik berlenggak-lenggok, memperlihatkan lekuk tubuh mereka dengan penuh percaya diri. Sesekali, mereka turun dari panggung, mendekati para tamu, lalu menuangkan minuman dengan senyum menggoda.

Tuan Asto mendatangi tuan Bram sambil membawa gelas berisi minuman, tanpa ragu tuan Bram meneguk habis minuman dalam gelas.

Tak lama kemudian, tuan Ricardo yang juga kenalan tuan Bram mendekat, menyerahkan secangkir minuman kepada Tuan Bram sambil menepuk bahunya dengan akrab. Pemandangan seperti itu bukan hal asing di pesta-pesta para konglomerat, sebuah tradisi tak tertulis yang selalu terjadi.

Di sudut ruangan, sepasang mata memperhatikan gerak-gerik mereka, lalu memberi isyarat kepada seorang pelayan. Pelayan itu mengangguk dan segera membawa minuman ke tengah-tengah Tuan Bram, Tuan Asto, dan Tuan Ricardo.

Tuan Bram meneguk minumannya, tegukan pertama dan kedua terasa nyaman di tenggorokan. Namun, saat tegukan ketiga, tubuhnya mendadak panas, dan mulai keluar keringat membasahi tubuhnya.

Tanpa sepatah kata pun, Tuan Bram melangkah menuju toilet. Sementara itu, Tuan Asto dan Tuan Ricardo hanya bisa saling menatap, bingung menebak apa yang sedang terjadi pada Tuan Bram.

Tuan Bram berjalan sempoyongan, tubuhnya panas seperti terbakar, keringat dingin menetes di wajahnya.

Sesampainya di toilet, ia mendorong pintu dan langsung mengguyur tubuhnya dengan air, berharap panas dari dalam tubuhnya hilang.

Dari arah pintu, muncul tiga pria bertubuh tinggi besar dan menarik Tuan Bram keluar dari dalam toilet. Tuan Bram mencoba melawan, tapi sayang setiap pukulannya selalu meleset karena pengaruh minuman yang baru saja diminumnya.

Ketiga pria itu membawa Tuan Bram melewati pintu belakang, ke sebuah kamar yang sudah di persiapkan sebelumnya.

Ruangan gelap, dengan aroma bunga mawar yang menusuk hidung. Tubuh Tuan Bram dihempaskan ke pembaringan, lalu ketiganya pergi, menutup pintu rapat. rapat.

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!