terinspirasi dari film: Takut Gak Sih.
menceritakan seorang You Tuber dengan nama Chanel Takut Gak Sih yang membuat konten untuk membongkar kasus kematian para arwah gentayangan dari berbagai daerah dan pulau.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misteri tangisan bayi part 4
"Syukurlah.... setelah ini saya pasti akan mengingatkan ibu untuk menjaga Sholatnya, Pak Ustadz. Saya benar benar berterimakasih kepada Pak Ustadz yang mau datang jauh jauh kesini dan membantu Ibu saya... saya juga mau berterimakasih kepada Mbak Cahaya dan Mbak Vina..." ucap Dina menangkupkan kedua tangannya.
"Sama sama mbak Dina, sudah seharusnya kita saling tolong menolong."
"Pak Ustadz benar Dina, kita memang harus saling tolong menolong, lagian walaupun kamu bekerja di rumahku namun kamu sudah aku anggap sebagai keluargaku sendiri.." ujar Cahaya dengan senyum simpul.
"Aku juga sudah anggap kamu adik aku sendiri, Dina. Kalau ada apa apa cerita saja, jangan di pendam sendiri nanti sakit.." sahut Vina.
Dina mengusap air matanya, berkali kali ia berterimakasih. Ia benar benar tidak menyangka banyak orang orang di sekitarnya yang sangat memperdulikan dirinya.
"Lalu, bagaimana dengan pelaku yang menyebabkan Bu Marni seperti ini Pak Ustadz?" Tanya Cahaya.
"Biarkan saja Tuhan yang membalasnya, suatu saat nanti mereka pasti akan mendapatkan karma atas perbuatan mereka. Kita sebagai manusia tidak harus menghakimi, yang terpenting Bu Marni sekarang sudah sembuh, pesugihan bayi bajang itu juga tidak akan mengganggu Bu Marni lagi karena iblis itu sudah lenyap...
Mbak Dina hubungi lagi saya saja jika ada yang aneh dengan Bu Marni. Ini nomer ponsel saya.." ucap Ustadz Malik.
Dina tersenyum ia bergegas menyimpan nomer ponsel pak Ustadz malik di ponsel miliknya.
***
Sementara itu Atmo tampak mengawasi kakek tua penjual martabak yang sekarang tengah mengambil daun singkong di belakang rumahnya, ia hanya mengambil secukupnya karena ia hanya tinggal sendirian.
Atmo tampak begitu iba melihat kakek tua itu, "aku fikir, hidupku yang paling susah di dunia ini... ternyata ada yang jauh lebih susah dari pada aku, aku terlalu sering menatap ke atas sehingga aku lupa melihat kebawah..." batin Atmo.
Ia begitu iba melihat kakek tua itu tinggal di sebuah rumah kecil reot yang temboknya belum di plaster dengan atap yang hanya seng, rumah itu berada di ujung desa, dengan sekelilingnya hanya tumbuhan tumbuhan liar dan pohon pohon yang berdiri secara random.
"Ini rumahnya Ngat?" Ucap Galang yang baru tiba, di tangannya kini memegang sembako.
Atmo mengangguk...
"Ya sudah, ayo kita kesana..." ucap Galang.
Mereka berdua akhirnya berjalan menuju ke rumah Kakek tua penjual martabak itu.
Tok! Tok!
Di ketuk pintu itu dua kali setelah itu Galang dan Atmo mengucapkan salam.
Suara kakek tua di dalam menjawab salam dengan suara serak dan parau, tubuhnya tampak begitu sangat sulit di bawa berjalan seolah dapat terjatuh kapan saja.
Kriieett!!
Pintu terbuka kakek tua itu sedikit terkejut melihat kehadiran Galang dan Atmo.
"Eh Le, mau ambil uang tadi?" Tanya Kakek tua itu.
"Eh... ngga Kek, kami di sini ingin memberikan kakek ini... kebetulan kami ada sedikit rejeki." Ucap galang sembari menyerahkan sembako yang ada di tangannya.
Kakek tua itu tampak sangat sumringah, ia bahkan meneteskan air matanya tak kala mengingat masih ada yang perduli dengannya.
"Alhamdulilah, Kebetulan sekali beras di rumah saya sudah habis, terimakasih ya Le, semoga rejeki kalian berdua selalu di lancarkan Gusti Allah.."
"Amin.." jawab Galang dan Atmo sembari mengusap wajah.
Pandangan Atmo tertuju kepada Daun singkong yang berada di tangan kiri kakek itu, ya kakek itu datang membawa daun singkong yang baru ia petik.
"Kakek mau masak daun singkong itu? Bukankah itu sudah tua? Mana enak. Kenapa tidak ambil daun yang mudanya saja?" tanya Atmo.
"Daun mudanya sudah habis di petik, cuma ini saja yang tersisa, Le." Jawab kakek tua itu.
"Ya sudah, sekarang kakek makan nasi. Di dalam situ juga ada banyak sekali telur, terserah kakek mau di apakan mau di rebus, di goreng, atau di campur sama mie terserah asal jangan di kasih ke tetangga. Saya pamit dulu ya kakek..." ucap Galang yang buru buru berpamitan.
"Eh? Ngga mau mampir dulu, Le?"
"Maaf kek, lain kali saja kami masih ada urusan. Assalamualaikum." jawab Galang kemudian ia berlalu begitu saja di susul oleh Atmo.
"Wa'alaikum salam.." setelah menjawab salam kakek tua itu masuk ke dalam ia tampak begitu senang dengan sembako pemberian dari Galang.
"Tidak aku sangka masih ada yang memperdulikan kakek tua seperti diriku, apakah jika kedua orang baik itu mengetahui siapa diriku yang dahulu mereka sudi untuk membantuku? Bahkan anak anakku tidak ada yang memperdulikanku setelah mengetahui masalaluku... kini aku hidup sebatang kara di sini menunggu malaikat maut menjemput, ya setidaknya aku sudah berusaha bertobat.." gumam kakek itu sembari berjalan ke dapur.
Setelah sampai di dapur, ia meletakan kantung plastik yang sangat besar itu di atas meja, ia kemudian membukanya dan mulai mengambil satu persatu sembako di sana, ada minyak, telur, mie instan, gula, kopi.
Namun tiba tiba ketika Kakek itu hendak mengambil mie instan matanya terbelalak, ketika melihat puluhan lembaran uang berwarna merah yang di gulung menggunakan karet, ya Galang menaruh uang itu di dalam sembako karena Galang tahu kakek itu pasti akan menolak apabila di berikan uang.
Lagi lagi kakek tua itu meneteskan air matanya, "te.. terimakasih, terimakasih orang baik.." hanya kalimat itu yang berulang kali ia ucapkan secara lirih.
***
Di dalam sebuah gubuk...
"Saya takut, mbah... bagaimana kalau Tim Takut Gak Sih itu berhasil membongkar kasus ini? Aku yakin sekali Galang mampu membongkarnya mungkin dia sudah mengetahui aku pelakunya makanya tadi dia datang kerumahku mungkin dia sedang mencoba mencari bukti untuk menjebloskanku ke penjara...
Aku tidak mau di penjara mbah, aku baru menggunakan sedikit harta yang aku dapatkan dari pesugihan Bayi Bajang itu!" Wiryo tampak duduk sembari menjambak rambutnya sendiri di hadapan seorang pria tua dengan rambut acak acakan dan pakaian serba hitam.
Mbah Abrit tersenyum tipis, "jika dia mengetahui bahwa dirimu melakukan pesugihan Bayi Bajang, maka dia juga pasti mengetahui bahwa diriku yang memberikanmu pesugihan tersebut.
Aku juga tidak mau apabila rumahku di gruduk polisi, oleh karena itu Tim Takut Gak Sih juga adalah musuhku." Ia menyeringai, "musuhmu adalah musuhku juga, aku akan mengirim santet kepada mereka semua malam ini juga, kamu siapkan semua perlengkapan yang aku butuhkan!" Ucap Mbah Abrit dengan nada tegas.
Wiryo menatap Mbah Abrit, matanya membara penuh dengan tekad.
***
Waduh Mbah Abrit Mau menyantet semua anggota Tim Takut Gak Sih... gimana ya cara mereka mengatasi santet itu? Apakah khodam Atmo sendiri mampu mengatasinya mengingat yang ia lawan adalah seorang dukun sakti mandraguna kalintang jayaning perang.
Di sisi lain, siapa sebenarnya Kakek penjual martabak itu? Apa sebenarnya masa lalu dirinya sehingga dia di jauhi oleh warga dan hidup sendirian di pojok desa? Mengapa para warga dan anak anaknya sendiri enggan membantu dirinya yang hidup sebatang kara...
Semuanya akan terjawab di final episode, jangan lupa Like, komen dan kasih ulasan bintang 5 agar author semangat updatenya.