Lila pergi ke ibu kota, niat utamanya mencari laki-laki yang bernama Husien, dia bertekad akan menghancurkan kehidupan Husien, karena telah menyengsarakan dia dan bundanya.
Apakah Lila berhasil mewujudkan impiannya. Baca di novelku
DENDAM ANAK KANDUNG.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
Bersama Mia
Dua jam Lila berada di ruang CEO membahas tindak lanjut proposal proyek kerjasama dengan group Alexsa, bersama Vito, Bambang, Johan dan Nora.
"Saya minta gambaran tentang group Alexsa." ujar Lila saat pembahasan proposal selesai, karena dia akan bertemu langsung dengan CEO group Alexsa, dia harus tahu bagai mana karakter CEO nya.
Bambang menjelaskan, kalau selama ini tak satu orang pun dari group Harapan pernah bertemu dengan CEO group Alexsa.
"Menurut sebagian orang mengatakan CEO group Alexsa sangat misterius." ujar Bambang menjelaskan.
"Dan kali ini suatu kehormatan bagi kita, karena CEO group Alexsa akan datang sendiri untuk melanjutkan kontrak kerjasama dengan perusahaan kita. Kita harus membuat acara penyambutan yang meriah." ujar Bambang lagi.
Setelah perbincangan selesai, Vito Bambang, Johan, Nora dan Lila berbagi kerja untuk penyambutan CEO grup Alexsa.
"Pertemuan kita cukup, jika ada hal penting lainnya, bisa disampaikan lewat group WhatsApp." ujar Vito mengakhiri musyawarah.
Setelah berpamitan Lila pun keluar dari ruang CEO, menuju pantry menemui Mia.
"Selamat ya." ujar Mia seraya menyalami Lila.
"Maaf terlambat membantumu tadi, hingga kamu sempat ditindas Yura dan Marisa." bisik Mia.
Sebenarnya Mia sudah berusaha masuk ke ruang rapat, tapi dia dihalangi oleh security. Akhirnya Mia hanya bisa pasrah dan menunggu di depan pintu sampai Vito keluar. Mia menyerahkan video rekamannya
Vito yang berniat membersihkan nama Lila mengirim video itu ke group perusahaan, hingga tersebar dan semua karyawan bisa melihatnya, kecuali Husien karena dia sudah di privasi, selama dalam masa pemulihan kesehatan Husien, tidak satu orang pun dari perusahaan dibenarkan memberi kabar buruk pada Husien.
"Tidak apa-apa! Terima kasih atas kerjasamanya." ujar Lila membalas ucapan Mia.
Mia orang pertama yang menjadi teman dekat Lila. Dia membantu Lila dengan tulus, karena dia memang dari awal tidak menyukai sikap Yura yang selalu semena-mena pada karyawan.
"Yuk! aku traktir makan." ajak Lila.
"Tapi pekerjaan ku belum selesai." ujar Mia menatap tumpukan gelas yang belum dicuci.
"Beres! Biar ku bantu." ujar Lila, lalu keduanya saling bekerjasama, hanya butuh sepuluh menit semua yang kotor sudah dicuci bersih.
Mia dan Lila bergandengan tangan menyusuri koridor kantor yang mulai sepi karena sebagian karyawan sudah keluar dari ruangan menuju parkir untuk pulang ke rumah masing-masing.
Di pintu lift pun sudah tidak antri seperti biasa, hanya ada Lila dan Mia, sepanjang perjalan ke lobby mereka berdua ngobrol asik. Mia keluar lewat samping untuk mengambil motornya, sementara Lila lewat pintu utama.
Tit.. tit.. Vito membunyikan klakson dan menghentikan mobilnya saat melihat Lila keluar dari pintu utama perusahaan.
"Aku pulang bareng Mia." seru Lila sambil melambaikan tangan, Mia pun datang dengan motornya, berhenti tepat di samping mobil Vito, setelah memakai helm Lila naik ke boncengan motor Mia.
Mia membunyikan klakson motor dan menganggukkan kepala ke arah Vito, kemudian melajukan motornya menuju jalan Raya. Vito yang melihat Mia membawa Lila meluncur, dia pun bergerak mengikuti arah motor Mia.
"Mau ke mana mereka?" batin Vito saat melihat motor Mia tidak mengambil jalan ke arah kediaman Lila.
Mia memasuki halaman parkir sebuah restoran, kemudian mematikan motornya, setelah meletakkan helm, Mia dan Lila berjalan masuk ke restoran tersebut.
"Makan nggak ngajak-ngajak." ujar Vito, tiba-tiba datang langsung menarik kursi di sebelah Lila.
Lila dan Mia saling berpandangan, tentu saja mereka tidak menduga kalau Vito membuntuti mereka.
"Saya diajak sama Lila. tuan!" celetuk Mia menyelamatkan diri.
"Tuh kan! Mia diajak, aku tidak! Dasar pilih kasih." ujar Vito pura-pura ngambek.
"Bukan tidak mau ngajak, tapi ini urusan cewek." ucap Lila membela diri.
"Jadi aku nggak boleh ikut nih?" tanya Vito.
"Kalau tuan merasa cewek. Boleh ikut." ujar Lila tertawa kecil.
Mendengar ucapan Lila tangan Vito reflek menonjok bahunya. Untung saja Lila cepat mengelak sehingga tonjokan Vito tidak mengenai sasaran.
"Yah.. Kalau gitu aku pulang?" ujar Vito seraya berdiri.
"Eh.. Mau ke mana?" Lila meminta Vito duduk kembali.
Sejujurnya Lila tak berharap Vito ikut makan bersama mereka, karena Lila ingin membahas masalah Yura dengan Mia, tapi karena ada Vito rencananya jadi gagal total.
Seorang pramusaji menyodorkan buku menu, selembar kertas dan sebuah pena. Mia mencatat pesanan mereka dan menyerahkan ke pramusaji itu.
Setelah menunggu beberapa menit pesanan mereka pun datang, Mereka menyantap hidangan sambil ngobrol asik, beberapa menit kemudian makan mereka pun selesai.
"Biar aku yang bayar." ujar Vito saat Lila meraih tagihan yang di berikan oleh karyawan resto.
"Ini aku yang traktir bukan tuan." ujar Lila sambil merampas bill yang sudah berada di tangan Vito.
Vito pun dengan cepat menyerahkan kartu atm-nya kepada karyawan resto tersebut, dia tidak memberikan kesempatan Lila untuk membayar makanan yang telah mereka santap.
"Terima kasih Tuhan Vito." ujar Mia lalu beranjak dari duduknya.
"Kamu pulang duluan! Lila bareng aku." titah Vito pada Mia.
"Tapi tuan.."
Lila tidak meneruskan ucapannya karena Vivo sudah meraih tangannya dan mengajak dia keluar dari restoran menuju mobil. Vito membuka pintu mobil dan menyuruh Lila masuk.
"Mia! maaf ya nggak bisa bareng kamu pulangnya." ucap Lila sambil melambaikan tangan ke arah Mia.
Vito kemudian melajukan mobilnya ke jalan Raya setelah itu membelok ke jalan arah rumah Lila. Hanya butuh sepuluh menit Vito sudah memasuki kawasan apartemen, kemudian menghentikan mobilnya di halaman parkir.
"Terima kasih Tuhan Vito." ucap Lila seraya membuka pintu mobil dan turun.
"Ntar malam aku jemput." ujar Vito hanya dijawab anggukan oleh Lila.
Lila melambaikan tangan saat Vito membunyikan klakson ke arahnya, setelah mobil Vito menghilang di balik pagar, Lila pun melangkah memasuki pintu utama apartemen, menaiki anak tangga menuju kediaman Ismara.
Saat Lila membuka pintu dilihatnya Ismara sedang duduk di ruang tengah sambil memainkan ponselnya.
"Tumben sudah pulang?" sapa Lila, karena biasanya Ismara pulang dari butiknya paling cepat jam 10.00 malam.
"Aku mau balik Bandung malam ini, ada adik sepupu yang mau pesta." ujar Ismara.
"Kamu mau ikut nggak." ajak Ismara.
"Untuk sekarang aku belum bisa ke mana-mana, misiku baru mau dimulai." Lila menolak ajakan Ismara.
"Bagaimana perkembangannya?" tanya Ismara penasaran.
Lila duduk di samping ismara, kemudian menceritakan perjuangannya untuk mendapat simpati Husien, kemudian merebut proyek yang dikelola Yura.
"Kamu harus hati-hati Lila, jangan sempat semua rencanamu ketahuan dan akan sia-sia." Ismara mengingatkan sahabatnya.
"Terima kasih kawan! mohon doanya semoga aku bisa membalaskan sakit hati Bunda."
"Iya sama-sama kawan! doa terbaikku selalu untukmu." ujar Ismara memeluk Lila, dia memberikan support buat sahabatnya.
Setelah itu Ismara segera ke kamarnya untuk packing, sementara Lila masuk ke kamarnya mandi, dan berganti pakaian kemudian ke dapur untuk memasak makan malam buat tuan Husien, tak lupa dia memasukkan sesuatu yang bisa membuat orang pikun dini.
"Beres." gumam Lila lalu memasukkan masakannya ke dalam boks nasi.
Lila bersiap-siap menunggu jemputan Vito. Sementara Ismara pun bersiap mau berangkat ke Bandung. Mereka turun ke bawah secara bersamaan.
"Hati-hati di jalan, jangan ngebut." pesan Lila pada Ismara saat Ismara masuk ke mobilnya.
Ismara menutup pintu mobil, kemudian membunyikan klakson, setelah itu bergerak pelan meluncur ke jalan raya. Bersamaan dengan mobil Ismara keluar pagar apartemen, mobil Vito masuk dan berhenti tepat di depan Lila.
"Duduk di depan." titah Vito saat Lila ingin membuka pintu belakang.
Lila mengurungkan niatnya membuka pintu belakang bergerak maju dua langkah, lalu membuka pintu depan dan duduk di samping pintu. Setelah Lila memasang sabuk pengaman mobil Vito pun bergerak melaju di jalan raya.
Dua puluh menit kemudian Vito memasuki kawasan elit dia membelokkan mobilnya ke arah kiri masuk halaman rumah Husein. Vito memarkir mobi, Lila keluar dari mobil secara bersamaan dengan Vito
"Mobil Yura. Apa Yura pulang ke rumah besar." gumam Vito, saat melihat mobil Yura terparkir di lima meter dari pintu utama.
Baru saja Vito masuk, Yura menyongsongnya dari ruang tengah, terlihat sekali wajah Yura tidak suka saat melihat Vito bersama dengan Lila.
"Kau bilang ambil berkas ke kantor. Nyata kau jemput dia!" ujar Yura seraya telunjuknya mengarah ke Lila.
"Tadi aku memang ke kantor mengambil berkas ini." ucap Vito seraya mengangkat beberapa map yang dibawanya.
"Itu hanya alasanmu! Nyatanya kau bareng dia." Omel Yura lagi.
"Hay wanita sampah! bisa tidak menjauh dari Vito." kecam Yura seraya menatap ke arah Lila.
"Nona Yura yang terhormat, saya asisten tuan Vito, jadi maaf sebagai asisten tuan Vito saya tidak boleh menjauh darinya." ucap Lila dengan santainya.
"Iya kan tuan Vito?" tanya Lila ingin Vito menguatkan ucapannya.
"Iya. Apa yang dikatakan Lila sesuai prosedur kerja." ujar Vito.
"Tidak! kau pulang bersama ku." ujar Yura seraya menarik tangan Vito.
"Yura! Aku ke sini bersama Lila ingin membahas pekerjaan dengan papa. Jadi ku mohon jangan kau mengertilah." ujar Vito sambil melepaskan pegangan Yura.
"Ingat! aku sudah memaafkan mu berkali-kali, jadi jangan bikin ulah yang membuatku bisa mencampakkan mu." bisik Vito di telinga Yura.
"Lebih baik kamu pulang ke Villa istirahat dengan tenang dari pada di sini bikin kacau, dan membuat papa marah lagi." bisik Vito lagi.
"Tapi.. "
"Pulanglah! atau aku akan meninggalkan mu selamanya." ancam Vito.
"Kau..!"
"Yura! Kali ini aku tidak main-main dengan ucapanku." ujar Vito mencengkram pergelangan tangan Yura.
"Baik! Aku pulang." ujar Yura mengalah, dia takut kalau Vito benar-benar melakukan ancamannya.
"Lila! Kau telah mencuci otak Vito. Aku akan membalas mu." batin Yura, lalu membalikkan badannya.
Sementara Vito dan Lila melangkah masuk, tanpa menoleh ke arah Yura.
Yura mengurangkan niatnya, dia tak jadi pulang, malah mengikuti Vito dan Lila secara sembunyi-sembunyi. Di ruang keluarga dilihatnya Husien menyambut kedatangan Lila sangat hangat.
"Tuan makan dulu, ini saya bawakan ikan kesukaan Tuan." ujar Lila seraya memperlihatkan boks bekal yang dibawanya.
"Ayok! kita makan bersama." ujar Husien seraya merengkuh bahu Lila mengajaknya ke ruang makan.
"Wanita sampah itu telah mengambil tempatku." batin Yura mengepal tinjunya.
"Aku harus merebutnya kembali." batin Yura lagi terus memutar balik tubuhnya keluar dari rumah besar. Masuk ke mobil pergi ke bar untuk dugem dengan teman-temannya.
Sementara Lila yang mengetahui kehadiran Yura, diam-diam tersenyum puas.
"Jangan salahkan aku. Yura! salahkan Husien yang telah menelantarkan ku." gumam Lila.
**********
Apakah Yura merebut kembali posisinya?
Baca kelanjutannya di part 20
Terima kasih sudah membaca dan hadir di novelku
Jangan lupa tinggalkan jejak like, komentar dan hadiahnya
I love you♥️♥️♥️♥️
thanks you