Leora Alinje, istri sah dari seorang CEO tampan dan konglomerat terkenal. Pernikahan yang lahir bukan dari cinta, melainkan dari perjanjian orang tua. Di awal, Leora dianggap tidak penting dan tidak diinginkan. Namun dengan ketenangannya, kecerdasannya, dan martabat yang ia jaga, Leora perlahan membuktikan bahwa ia memang pantas berdiri di samping pria itu, bukan karena perjanjian keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon salza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Ruangan pribadi Leonard Alastair terasa terlalu megah untuk percakapan sepenting ini. CEO muda itu—terkenal karena ketampanan dan sikapnya yang dingin serta kejam dalam bisnis—duduk dengan kaki disilangkan, tatapannya tajam seperti biasa.
Tanpa bicara, Leonard melemparkan selembar kertas ke meja.
Leora Alinje, gadis cantik yang berdiri di depannya, mengambilnya dengan hati-hati.
Judul dokumen itu langsung membuat dadanya menegang:
“Perjanjian Pernikahan Keluarga Alastair–Damian.”
Isi kertas itu menjelaskan bahwa sejak lahir, ia dan Leonard memang sudah ditetapkan untuk menikah. Nama mereka dibuat mirip, dan ketika usia mereka cukup, pernikahan itu harus terjadi demi kepentingan dua perusahaan besar.
Leonard menatap Leora
“Ini alasan kenapa kamu ada di sini,” katanya singkat.
Leora menggenggam kertas itu. Cantik, tenang, tapi jelas terkejut.
Pernikahan ini bukan pilihan mereka—melainkan keputusan dua keluarga besar yang telah mengikat nasib mereka sejak lama.
"bahkan aku sendiri tidak sudi jika harus menikah dengan wanita yang tidak saya cintai" ucap Leonard
Leora menatap Leonard dengan ekspresi yang tetap tenang meski dadanya bergemuruh.
“Aku juga tidak minta ini,” katanya pelan, namun jelas. “Kalau kamu tidak sudi, kita cari cara untuk membatalkan perjanjiannya.”
Leonard mengangkat alis—tidak menyangka gadis itu berani bicara seberani itu.
“Batalkan?” ulangnya dingin. “Kamu pikir dua keluarga kita akan membiarkan itu?”
Leora tidak langsung menjawab. Ia menggenggam kertas itu lebih kuat, lalu menghela napas.
“Aku… sebenarnya sudah tahu tentang perjanjian ini sejak setahun lalu.”
Leonard langsung menegakkan tubuh. “Apa?”
Leora menatapnya lurus, tanpa mundur.
“Ayahku sudah memberi tahu. Dan aku sudah menolak waktu itu. Tapi aku tetap datang hari ini… karena aku ingin memastikan satu hal.”
Hening sejenak.
Leora melanjutkan, suaranya rendah namun tegas.
“Apakah kamu benar-benar ingin keluar dari perjanjian ini? Atau sebenarnya… kamu punya rencana lain di balik memanggilku ke sini? "
Leonard hanya memandangi Leora beberapa detik… lalu tanpa diduga, ia tertawa kecil.
Tawanya tidak hangat—lebih seperti ejekan halus yang membuat ruangan megah itu terasa makin dingin.
“Jadi itu alasanmu datang?” ujar Leonard sambil bersandar. “Untuk memastikan apakah aku punya rencana lain?”
Leora tidak mengalihkan tatapannya. “Setidaknya aku ingin tahu niatmu yang sebenarnya.”
Leonard menghentikan tawanya dan menatapnya tajam.
“Aku memanggilmu ke sini,” katanya perlahan, “karena aku ingin melihat apakah kamu pantas bersanding dengan nama Alastair.”
Kata-katanya jatuh seperti palu.
Leora mengerutkan kening, tidak suka dengan kesombongan itu, tapi tetap berdiri tegak.
“Menentukan apakah aku pantas… hanya kamu yang berhak menilai begitu?” tanyanya.
Leonard menyilangkan tangan.
“Kalau bukan aku, siapa lagi? Aku bahkan bisa saja membatalkan pernikahan ini secepatnya”
Hening kembali memenuhi ruangan.
Di antara mereka, atmosfer dingin bercampur tegang—bukan romantis, tapi penuh gengsi dua keluarga besar yang saling memanfaatkan nasib mereka.
Leora menahan diri agar tetap tenang.
“Kalau perjanjian ini dibatalkan hanya karena alasan tidak cinta, dua perusahaan kita akan kena dampak besar. Ekonomi perusahaan Damian dan Alastair bisa terguncang. Kerja sama yang dibangun puluhan tahun bisa runtuh.”
Tatapan Leonard seketika berubah semakin kejam.
“Pernikahan didasarkan atas cinta, bukan harta,” katanya dingin. “Dan jangan salah paham, Leora… kamu bukan tipe wanita yang kusukai.”
Kata-kata itu menusuk. Tapi Leora tetap berdiri tegak.
Leonard melanjutkan tanpa ragu,
“Dan soal kerugian perusahaan? Apa menurutmu itu akan memengaruhi Alastair? Kami termasuk perusahaan terkaya di dunia. Bahkan jika saham Damian anjlok, Alastair tidak akan tumbang.”
Nada suaranya semakin merendahkan.
“Jadi kalau kamu berpikir aku peduli pada apa yang terjadi pada perusahaan keluargamu… kamu salah besar.”
Leora terdiam, bukan karena takut—melainkan karena kini ia benar-benar melihat sisi asli Leonard Alastair yang selama ini hanya diceritakan orang: kejam, arogan, dan tidak mudah ditundukkan.
Ia tertawa kecil. Bukan tawa ramah, tapi tawa yang sama dinginnya dengan milik Leonard.
“Tuan Alastair yang kejam, ya?” ucap Leora pelan sambil menatapnya tajam. “Baiklah… kalau kamu mau bicara soal siapa yang pantas dan siapa yang tidak, izinkan aku bertanya sesuatu.”
Leonard mempersempit mata, tidak suka dengan perubahan nada Leora.
Leora melanjutkan, suaranya sekarang dingin dan penuh tantangan.
“Kamu ingat keadaan ayahmu? Tuan Presdir Lee yang selama ini memimpin Alastair Group… dia tidak sedang berada dalam kondisi terbaik.”
Leonard langsung membeku, tatapannya berubah tajam dan penuh peringatan.
Tapi Leora tidak mundur.
“Dan kamu tahu apa yang lebih menarik?” katanya lagi. “Kondisi perusahaanmu… sangat bergantung pada perjanjian yang dibuat ayahmu dengan ayahku.”
Tatapannya menusuk balik.
“Tanpa kerja sama itu, Alastair mungkin tetap berdiri. Tapi stabil? Belum tentu. Bahkan perusahaan terkaya pun punya celah—dan ayahku yang memegang kuncinya.”
Leonard mengetukkan jarinya ke meja, lebih keras dari sebelumnya.
“Jaga bicaramu, Leora.”
Leora justru tersenyum lebih tajam.
“Aku hanya mengingatkan. Kamu sombong sekali mengatakan tidak peduli apa pun yang terjadi pada perusahaan keluargaku… padahal kondisi keluargamu sendiri masih terikat oleh perjanjian yang sama.”
Diam seketika memenuhi ruangan.
Leora menahan tatapan tajam Leonard lalu berkata dengan suara yang lebih rendah, namun tetap stabil.
“Dan satu hal lagi,” ucapnya. “Aku tidak akan memakan seluruh hartamu. Aku bukan wanita tamak, Leonard.”
Leonard terdiam sesaat. Kata-kata itu jelas menusuk egonya—membuatnya menilai ulang sosok Leora yang berdiri di depannya.
Keheningan panjang menggantung sebelum akhirnya Leonard menghela napas pelan, seolah menyerah bukan karena lemah… tapi karena tidak punya pilihan lain.
"Hah, kamu bahkan seperti mengancamku?" Ucap Leonard sambil tersenyum tajam
Leora hanya menatap dengan keringat dingin karena dia tidak tau kenapa dia berani mengucapkan hal seperti itu.
“Baik,” katanya dingin. “Kalau begitu… aku menyetujui pernikahan ini.”
Leora berkedip pelan, tidak menyangka ia akan mengatakannya sedini ini.
“Tapi,” lanjut Leonard sambil menegakkan tubuh dan menatap Leora dalam, “aku punya beberapa syarat.”
Ia mengangkat jarinya satu per satu, nada suaranya datar, tegas, dan tidak memberi ruang penolakan:
“Pertama. Jangan mengharapkan hatiku sepenuhnya. Mungkin aku tidak akan pernah memberikannya padamu… entah sampai kapan.”
Leora mengangguk kecil, tanpa protes.
“Kedua. Kita tidak akan menjalani hubungan sebagaimana suami-istri kalau tidak didasarkan cinta. Tidak akan ada paksaan dari pihak manapun.”
Leora tetap tenang.
Leonard melanjutkan,
“Ketiga. Kita bebas dekat dengan siapa saja—selama tidak melanggar batas atau menimbulkan skandal untuk perusahaan.”
Leora akhirnya mengangkat wajah, menatapnya langsung.
Lalu syarat terakhir keluar dengan nada paling dingin:
“Keempat. Hartaku boleh kamu gunakan, Leora… selama kamu tidak bertindak macam-macam.”
Selesai menyebutkan semuanya, Leonard kembali bersandar dengan tatapan tajam, seolah menantang: apakah Leora akan mundur setelah mendengarnya?
Namun Leora hanya tersenyum tipis.
“Baik,” katanya. “Aku menerima semuanya.”
Leora menandatangani kertas didepan matanya dengan hati yang berkecamuk. Dalam hatinya sebenarnya dia juga tidak sudi menikah dengan seorang laki-laki yang kejam dan tidak sama seperti apa yang dia harapkan.
Ruangan kembali hening—hening yang menandai awal sebuah pernikahan yang bukan didasarkan cinta, melainkan dua pribadi kuat yang sama sekali tidak mau kalah.