NovelToon NovelToon
CEO DINGIN

CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Kaya Raya / Keluarga / Romansa / Dendam Kesumat / Pembantu
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Arlena, gadis muda yang dipaksa menikah oleh keluarganya.
Arlena menolak dan keluarganya langsung mengusir Arlena
Arlena akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah demi mencari arti kebebasan dan harga dirinya.
Dikhianati dan dibenci oleh orang tuanya serta dua kakak laki-lakinya, Arlena tak punya siapa pun... sampai takdir membawanya ke pelukan Aldric Hartanto — seorang CEO muda, sukses, dan dikenal berhati dingin.

Ketika Aldric menawarkan pekerjaan sebagai pelayan pribadinya, Arlena mengira hidupnya akan semakin sulit. Tapi siapa sangka, di balik sikap dingin dan ketegasannya, Aldric perlahan menunjukkan sisi yang berbeda — sisi yang membuat hati Arlena berdebar, dan juga... takut jatuh cinta.

Namun cinta tak pernah mudah. Rahasia masa lalu, luka yang belum sembuh, dan status yang berbeda menjadi tembok besar yang menghalangi mereka. Mampukah cinta menghangatkan hati yang membeku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Arlena duduk dengan gelisah di ruang tengah. Tangan mungilnya menggenggam erat rok seragamnya.

Tak lama, Bu Retno berdiri sambil membawa sebuah map berwarna krem.

"Baik, Arlena. Sekarang saatnya kita bahas hasil ujianmu," ucap Bu Retno dengan suara tegas namun hangat.

Aldric berdiri bersandar di pintu, menyimak dengan wajah datar namun matanya tajam memperhatikan.

"Pertama, cara berjalan. Kamu sudah mengalami banyak kemajuan. Langkahmu mulai anggun meski kadang masih terburu-buru. Nilai: 80."

Arlena mengangguk pelan, merasa sedikit lega.

"Kedua, etika makan. Kamu sudah bisa duduk tegap, menggunakan sendok dengan baik, dan menjaga suara saat makan. Namun, kamu harus lebih sabar saat mengambil makanan. Nilai: 85."

Aldric hanya bergumam singkat, "Hmph. Masih lebih baik dari dua stafku yang dulu."

Arlena menunduk, berusaha menahan senyumnya.

"Ketiga, percakapan. Bahasa Inggris kamu cukup baik, tapi Jerman masih kaku. Namun untuk waktu belajar yang singkat, ini luar biasa. Nilai: 90."

Bu Retno menutup mapnya dan tersenyum, "Total nilai keseluruhan: 85. Kamu lulus, Arlena."

Arlena menatap Bu Retno dengan mata berkaca-kaca.

"Terima kasih, Bu... Saya tidak menyangka bisa sampai sejauh ini."

Aldric mendekat dan meletakkan tangan di pundaknya.

"Aku tahu kamu bisa. Tapi jangan puas dulu, ini baru awal."

Arlena mengangguk. Dalam hatinya, ia berjanji tak akan mengecewakan lagi dirinya, maupun Aldric.

Setelah menerima hasil ujian, Arlena segera kembali ke dapur.

Ia melepas sepatu hak yang ia gunakan saat latihan dan menggantinya dengan sandal rumah, lalu mulai menata meja makan dan membersihkan peralatan sarapan yang tadi mereka gunakan.

Meski lelah, wajahnya tetap berseri. Ada kebanggaan dalam setiap gerakannya ia berhasil melewati ujian yang dulu bahkan tak pernah ia bayangkan akan ia hadapi.

Sementara itu, Aldric mengenakan jas kerjanya dengan bantuan salah satu staf, lalu bersiap berangkat.

Sebelum benar-benar melangkah ke luar rumah, ia sempat melirik ke arah dapur dan melihat Arlena yang sedang membersihkan meja dengan penuh semangat.

"Aku berangkat," ucapnya singkat.

Arlena menghentikan aktivitasnya, lalu berbalik.

"Hati-hati di jalan, Tuan."

Aldric mengangguk kecil, lalu menatapnya lebih lama dari biasanya.

Tapi ia tak mengatakan apa-apa lagi dan melangkah pergi, meninggalkan rumah.

Begitu pintu tertutup, Arlena berdiri mematung sejenak, menatap punggungnya yang sudah tak terlihat.

Hatinya berdebar lebih cepat, entah karena lega ujian selesai… atau karena sesuatu yang ia sendiri belum sanggup akui.

Setelah itu, ia kembali bekerja, menyapu halaman belakang dan mencatat bahan-bahan yang harus dibeli untuk makan malam.

Rutinitasnya dimulai kembali, tapi kali ini dengan rasa percaya diri yang baru.

Raka tertawa kecil, mengira Aldric hanya bercanda.

"Serius amat, bro. Aku cuma tanya."

Namun, Aldric menoleh perlahan dengan tatapan tajam yang tak biasa.

"Aku tidak suka kalau ada yang menjadikan Arlena bahan candaan."

Nada suaranya datar, tapi penuh tekanan.

Raka mengangkat tangan seolah menyerah.

"Oke, oke. Aku ngerti. Tapi jujur ya, dia berubah banyak. Dulu kayak anak jalanan, sekarang... anggun. Kamu ngajarin dia?"

Aldric tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap keluar jendela kantornya.

"Aku hanya memberi dia kesempatan. Dia yang memilih untuk tumbuh."

Raka terdiam beberapa detik, menyadari bahwa apa yang dirasakannya barusan mungkin lebih dari sekadar ketertarikan sesaat pada pelayan cantik.

"Kamu suka dia, ya?"

Aldric menarik napas panjang, lalu tersenyum tipis.

"Itu bukan hal yang perlu kamu tahu."

Di rumah, Arlena sedang menyiram tanaman di halaman belakang.

Angin pagi berhembus lembut, membawa aroma tanah yang segar.

Wajahnya terlihat lebih tenang, meski masih ada bekas lelah karena ujian hari sebelumnya.

Dua staf rumah mendekatinya sambil membawa nampan berisi camilan.

"Arlena, ini tadi Tuan Aldric nitip. Kamu belum sarapan, kan?"

Arlena tersenyum kecil dan menggeleng.

"Terima kasih. Aku tadi belum sempat makan."

Ia duduk di bangku taman, membuka kotak kecil yang berisi sandwich dan jus jeruk. Sesekali matanya menerawang ke langit.

"Kenapa jantungku selalu berdebar kalau Tuan Aldric bicara serius?" gumamnya pelan.

"Aku harus mengingatkan diri… aku hanya pelayan pribadi, bukan siapa-siapa."

Tak lama, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Aldric:

[Setelah makan siang, siapkan waktu untuk belajar bahasa Jepang. Materi baru dari Adrian. Jangan lupa istirahat dulu.]

Arlena menatap pesan itu cukup lama, senyum tipis terukir di wajahnya.

"Kenapa kamu selalu tahu apa yang aku butuhkan, Tuan?"

Tak berselang lama, suara deru mobil terdengar dari arah depan rumah.

Adrian turun dengan ransel besar di punggungnya dan beberapa buku tebal di tangan.

"Arlena!" panggilnya sambil melambaikan tangan.

Arlena yang masih duduk di taman segera berdiri dan tersenyum.

"Pak Adrian, selamat datang. Sudah kembali dari acara pernikahan keluarganya?"

Adrian mengangguk.

"Iya, maaf kemarin izin. Tapi hari ini kita kejar materi baru. Bahasa Jepang, siap?"

Arlena tertawa kecil, walau wajahnya sedikit cemas.

"Siap, walaupun agak takut juga."

Adrian meletakkan buku-buku di atas meja taman.

"Bahasa Jepang itu menyenangkan, asal kamu serius. Kita mulai dari perkenalan, ya."

Arlena duduk kembali dan mulai membuka bukunya.

"Watashi wa Arlena desu..."

"Watashi wa Adrian desu..."

Dari kejauhan, salah satu staf rumah mengintip sambil tersenyum melihat keduanya belajar dengan semangat.

Aldric, yang sedang dalam perjalanan ke kantor, membuka ponselnya dan memantau lewat kamera CCTV. Ia melihat Arlena tertawa lepas sambil belajar.

"Jaga senyumanmu itu, Arlena…" gumamnya lirih dari dalam mobil.

Di bawah rindangnya pohon mangga di taman belakang rumah, Arlena dan Adrian duduk berseberangan.

Buku-buku bahasa Jepang terbuka lebar, dan catatan Arlena penuh dengan tulisan tangan yang rapi.

"Coba ulangi kalimat ini, Arlena."

Adrian menunjuk pada satu baris di buku.

"Watashi wa mainichi benkyou shimasu."

Arlena menarik napas dan mencoba mengucapkannya dengan pelan,

"Wa-ta-shi wa... mai-ni-chi benkyou... shi-ma-su?"

"Bagus!" Adrian tersenyum, lalu menambahkan,

"Itu artinya: Aku belajar setiap hari."

Arlena mengangguk sambil mencatat.

"Aku harap aku bisa bicara lancar seperti Tuan Aldric. Dia juga bisa bahasa Jepang, ya?"

Adrian tertawa singkat.

"Dia itu seperti spons. Semua bahasa cepat nyerapnya. Tapi kamu juga bisa, Arlena. Kamu hanya perlu percaya diri."

Arlena tersenyum malu.

"Aku akan coba. Aku ingin membuktikan pada semua orang kalau aku bukan wanita bodoh."

Adrian menatapnya dengan serius.

"Kamu bukan wanita bodoh, Arlena. Bahkan, kamu lebih kuat dari banyak orang. Lihat sejauh mana kamu sudah bertahan."

Arlena terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.

Tak lama kemudian, salah satu staf datang membawakan camilan dan jus mangga.

"Istirahat dulu, belajar juga perlu tenaga."

Arlena dan Adrian tertawa bersama, dan suasana belajar kembali santai.

"Baiklah, setelah camilan, kita masuk ke kosakata pakaian dan kerja rumah tangga dalam bahasa Jepang." ujar Adrian sambil membuka halaman baru.

Arlena mulai semangat kembali.

"Hai! (Ya!)"

1
Kadek Bella
lanjut thoor
my name is pho: siap kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!