Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Bulan Lagi
Menghitung hari, itulah yang dilakukan Maryam saat ini. Tinggal dua bulan waktu yang tersisa untuknya menjalani rumah tangga ini.
Selama sepuluh bulan waktu dilalui bersama dengan Ibra tak ada perubahan signifikan terhadap hubungan mereka. Ibra tetap dengan kesibukannya mengelola bisnis keluarga dan bisnis yang dibangun bersama teman-temannya. Begitu pun Maryam yang juga menyibukkan diri dengan jualan online nya kala semua tugasnya sebagai istri di rumah selesai.
"Kenapa kamu melingkari setiap tanggal di kalender?" tanya Ibra tiba-tiba.
Usai salat Isya seorang diri, seperti biasa Maryam melanjutkan aktivitasnya menggambar desain baju muslimah untuk produk terbarunya. Empat model yang dilaunchingkan di edisi perdana brand Maryam, sukses menarik para pembeli online.
Bahan premium dengan model yang kekinian dan harga terjangkau, gamis Maryam yang terdiri dari empat model laris di produksi pertamanya
Hal itu membuat Maryam terpacu semangatnya untuk semakin kreatif salam membuat model yang disukai pasaran masa kini. Apalagi sebentar lagi bulan Ramadan akan tiba, kebutuhan fashion pasti akan semakin meningkat.
"Astagfirullah. Akang, sudah pulang? Bikin kaget saja." Maryam mengelus dadanya, dia pun masih berbalut mukena.
"Kenapa kaget gitu?" tanya Ibra dengan wajah datarnya.
"Ya enggak kaget gimana, Akang datangnya tiba-tiba. Lagian ini jam berapa, tumben akan sudah pulang?" Maryam menoleh ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah delapan malam. Dia heran Ibra sudah pulang, biasanya laki-laki itu akan tiba di rumah sekitar jam sembilan malam.
"Kenapa gak boleh aku pulang lebih cepat?" lagi-lagi Ibra menjawab pertanyaan Maryam dengan pertanyaan.
"Boleh dong, itu hak Akang." jawab Maryam dengan senyum menghias wajahnya membuat Ibra sejenak tertegun.
"Aku lapar." Ibra beranjak dari tempatnya, dia hendak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Tunggu!" Maryam yang terkejut karena Ibra bilang lapar buru-buru beranjak dari tempat duduknya, untuk pertama kalinya Ibra akan makan malam di rumah, untunglah tadi sore dia memasak agak banyak. Namun pergerakannya terhenti saat Ibra bilang tunggu.
"Ya Kang?" tanya Maryam menunggu.
"Kamu belum menjawab kenapa melingkari tanggal di kalender?" Ibra membalikkan tubuhnya ke arah Maryam dan menatap istrinya itu menunggu jawaban.
"Aku hanya sedang menghitung hari, sebentar lagi kita akan menjelang bulan Ramadan." Ibra mengernyit tidak puas dengan jawaban Maryam.
"Lalu?"
"Lalu apa?"
"Kalau bulan Ramadan emangnya kenapa?" Ibra masih penasaran.
"Hufftt ..." Maryam menghembuskan nafasnya cepat,
"Setelah bulan Ramadan selesai, yang bulan Syawal, tepat di tanggal sepuluh bulan Syawal adalah anniversary satu tahun pernikahan kita. Dan ..."
"Dan ..." tenggorokan Maryam seolah tercekat.
"Dan apa?"
"Dan di hari itu waktunya kita melepaskan diri dari ikatan pernikahan ini. Aku akan menepati janjiku, silakan Akang melepaskanku. Selanjutnya kita akan menjalani hidup kita masing-masing. Akang bebas melakukan apapun yang seharusnya akang lakukan sejak dulu."
Ibra tertegun, bayangan obrolan pertama mereka beberapa saat setelah pernikahan kembali berputar di ingatannya.
"Terima kasih Akang sudah mau bertahan sejauh ini. Setelah sepuluh syawal nanti silakan akan menentukan apa yang jadi keinginan akang."
"Memangnya apa keinginanku?" tanya Ibra yang tiba-tiba merasakan sesak saat Maryam mengatakan mereka akan menjalani hidup masing-masing.
"Menemui kekasih hati Akang, dan menghalalkannya."
Deg
"Maksud kamu apa?" Ibra enggan menerka apa yang diketahui istrinya tentang hidupnya.
"Ya ... Menikahi kekasih hati Akang. Maaf kalau pernikahan akang dengan aku menghambat kebersamaan kalian." Ibra melengos melihat Maryam yang berbicara dengan bibir bergetar.
"Memangnya kamu tahu apa tentang aku? Kekasih hati apa? Jangan sok tahu kamu!" tanya Ibra sinis.
"Wanita yang fotonya dijadikan wallpaper laptop Akang, Tasya. Dia kekasih akang kan? Hhe"
Maryam berusaha tersenyum, dia sendiri sempat ragu untuk mengatakan itu tadi karena takutnya Ibra marah karena Maryam berani menyinggung ranah pribadinya.
''Maaf Kang, bukan aku lancang. Hanya tanpa sengaja aku pernah melihat layar laptop Akang saat menyala di ruang kerja. Dan ..."
"Dan apa?" Wajah Ibra menunjukkan keterkejutan, tidak menyangka istrinya itu akan mengetahui tentang Tasya.
Ibra melangkah mendekati Maryam.
"Dan apa?" ulang Ibra, karena Maryam tak kunjung menjawab.
"Dan aku pernah melihat Akang bersama teman-teman Akang di mall xx, ada wanita itu juga di sana. Dia bahkan ... Ah sudahlah akang gak penting juga. Intinya aku hanya ingin bilang terima kasih akang sudah mau bertahan sampai detik ini. Dan aku mohon, tolong bertahanlah lagi dua bulan saja dalam pernikahan ini. Setelah sepuluh Syawal nanti mah terserah Akang mau apa." jelas Maryam panjang lebar, dia melepas mukena dan menggantinya dengan kerudung Instan.
"Aku siapkan dulu makanan, baju ganti sudah aku siapkan juga." tanpa menunggu respon suaminya Maryam keluar dari kamar itu menuju dapur.
Sementara Ibra, dia mematung. Tidak menyangka Maryam mengetahui tentang Tasya, wanita yang dia cintai sejak dulu. Ibra juga tengah mengingat-ingat kapan dia bersama teman-temannya dan Tasya berada di mall XX.
"Itu sekitar sebulan yang lalu." gumam Ibra menemukan titik terang.
"Jadi itu yang membuat dia berubah?" gumamnya lagi bertanya pada diri sendiri.
Ibra melangkah ke arah meja tempat Maryam menggambar desain-desainnya. Dia mengambil kalender yang tadi ditandai oleh Maryam.
"Dua bulan lagi." gumamnya.
Rasa sesak kembali Ibra rasakan usai melihat deretan tanggal yang esok dan selanjutnya mungkin akan Maryam terus tandai.
Ingatannya pun melayang ke peristiwa beberapa hari yang lalu dimana Tasya sengaja datang ke kantornya.
"Ibra, aku sudah siap untuk menikah." ucapnya tiba-tiba setelah keduanya duduk di sofa yang ada di ruang kerja Ibra.
"Tapi aku sudah menikah, Tasya." balas Ibra dengan wajah dinginnya.
"Bra, aku tahu kamu masih mencintai aku. Wanita yang sekarang menjadi istrimu tidak bisa mengalihkan nama aku dari hatimu kan?" Tasya dengan percaya dirinya berkata seperti itu.
"Aku tahu, kalian menikah karena perjodohan. Dan aku yakin kamu menerima perjodohan ini hanya untuk membuat kedua orang tuamu senang, bukan begitu?" Seulas senyuman terbit di wajah putih Tasya, senyum yang dulu selalu berhasil membuat hati Ibra bergetar tapi entahlah untuk saat ini.
"Benar, kami memang dijodohkan. Dan akhirnya kami menikah. Jadi sekali lagi aku bilang sama kamu kalau aku sudah menikah, Tasya."
"Ibra ... maaf kalau sikapku terlalu kekanak-kanakan. Tapi, walau pun kamu sudah menikah, kita masih tetap bisa berteman kan?" tanya Tasya dengan wajah cerianya dan Ibra saat itu hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala.
"Bra, aku hanya ingin kamu tahu kalau aku masih sangat mencintaimu,.tidak perlu membalas apapun. Aku hanya ingin kamu tahu saja, itu sudah lebih dari cukup buatku." kalimat terakhir yang dikatakan Tasya sebelum meninggalkan ruang kerja Ibra hari itu, dan semenjak itu Tasya semakin intens menghubungi Ibra dengan dalih pertemanan.
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪