Mutia Muthii seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Zulfikar Nizar selama 12 tahun dan mereka sudah dikaruniai 2 orang anak yang cantik. Zulfikar adalah doa Mutia untuk kelak menjadi pasangan hidupnya namun badai menerpa rumah tangga mereka di mana Zulfikar ketahuan selingkuh dengan seorang janda bernama Lestari Myra. Mutia menggugat cerai Zulfikar dan ia menyesal karena sudah menyebut nama Zulfikar dalam doanya. Saat itulah ia bertemu dengan seorang pemuda berusia 26 tahun bernama Dito Mahesa Suradji yang mengatakan ingin melamarnya. Bagaimanakah akhir kisah Mutia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Baik yang Membantu
Sephia dan Sania terus berjalan, kaki mereka terasa sakit dan tubuh mereka terasa lelah. Mereka tidak tahu ke mana harus pergi, tetapi mereka tahu bahwa mereka harus menjauh dari tempat persembunyian itu.
"Kak, aku tidak tahu jalan pulang," isak Sania, air matanya kembali mengalir.
"Jangan khawatir, Sania. Kita akan menemukan jalan pulang," jawab Sephia, meskipun hatinya sendiri juga diliputi ketakutan.
Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Seorang pria paruh baya keluar dari mobil, menatap mereka dengan tatapan khawatir.
"Kalian baik-baik saja?" tanya pria itu, suaranya lembut.
Sephia dan Sania mengangguk, tetapi mereka tidak berani berbicara. Mereka takut pria itu adalah orang jahat.
"Kalian tersesat?" tanya pria itu lagi.
Sephia mengangguk. "Kami ingin pulang, tetapi kami tidak tahu jalannya," jawabnya, suaranya bergetar.
Pria itu tersenyum lembut. "Kalian tinggal di mana? Aku akan mengantar kalian pulang," ucapnya.
Sephia dan Sania menyebutkan alamat rumah mereka, dan pria itu mengangguk. "Baiklah, ayo naik ke mobilku," ucapnya.
Mereka berdua naik ke mobil pria itu, merasa lega karena akhirnya ada orang yang mau membantu mereka. Dalam perjalanan pulang, mereka menceritakan semua yang terjadi kepada pria itu. Pria itu terkejut mendengar cerita mereka, dan ia berjanji akan membantu mereka melaporkan Lestari ke polisi.
Sesampainya di rumah, Sephia dan Sania langsung berlari masuk. Mereka melihat Mutia, Ahmad, dan Leha duduk di ruang tamu, wajah mereka penuh kekhawatiran.
"Bunda!" teriak Sephia dan Sania bersamaan, mereka berlari memeluk Mutia erat.
Mutia menangis haru, memeluk kedua anaknya dengan erat. Ia merasa lega dan bahagia karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan mereka.
"Anak-anakku, kalian baik-baik saja?" tanya Mutia, suaranya bergetar.
Sephia dan Sania mengangguk, mereka menceritakan semua yang terjadi kepada Mutia, Ahmad, dan Leha. Mereka semua terkejut dan marah mendengar cerita itu.
"Wanita itu benar-benar jahat," geram Ahmad, matanya berkilat marah.
"Kita harus melaporkannya ke polisi," ucap Leha, suaranya tegas.
Mutia mengangguk, ia tidak akan membiarkan Lestari lolos begitu saja. Ia akan memastikan bahwa wanita itu mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
****
Lestari menatap Zulfikar dengan mata berkaca-kaca, mencoba memancarkan rasa bersalah dan keputusasaan. "Mas Zulfikar, tolong aku," lirihnya, suaranya bergetar. "Aku tidak mau dipenjara."
Zulfikar terdiam, hatinya diliputi rasa bersalah. Ia tahu bahwa Lestari telah melakukan kesalahan besar, tetapi ia juga merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Ia telah mendorong Lestari, menyebabkan keguguran bayi mereka.
"Lestari, kamu tahu apa yang kamu lakukan salah," ucap Zulfikar, suaranya penuh penyesalan. "Kamu menyakiti anak-anakku."
"Aku tahu, Mas Zulfikar. Tapi aku melakukannya karena aku mencintaimu," isak Lestari, air matanya mengalir deras. "Aku tidak mau kehilanganmu."
Zulfikar menghela napas panjang, ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Ia mencintai anak-anaknya, tetapi ia juga merasa bertanggung jawab atas Lestari.
"Aku akan membantumu, Lestari," ucap Zulfikar akhirnya, suaranya lemah. "Tapi kamu harus berjanji untuk tidak pernah menyakiti anak-anakku lagi."
Lestari mengangguk cepat, ia tersenyum penuh kemenangan. "Aku berjanji, Zulfikar. Aku akan melakukan apa pun untukmu."
Zulfikar membawa Lestari pergi dari rumah sakit, menyembunyikannya dari polisi. Ia tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Ia harus melindungi Lestari, meskipun itu berarti ia harus mengkhianati keadilan.
Mutia, Ahmad, dan Leha sangat marah mengetahui Zulfikar menyembunyikan Lestari. Mereka tidak mengerti mengapa Zulfikar begitu dibutakan oleh cinta, sampai-sampai ia mengabaikan keadilan dan keselamatan anak-anaknya.
****
Lestari tertawa sinis, merasa puas karena berhasil lolos dari kejaran polisi. Ia merasa Zulfikar telah melakukan hal yang benar dengan melindunginya. Ia yakin, Zulfikar akan selalu berada di sisinya, tidak peduli apa pun yang terjadi.
"Bodoh sekali polisi-polisi itu," gumam Lestari, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Mereka tidak akan pernah bisa menangkapku."
Zulfikar duduk di samping Lestari, wajahnya terlihat lelah dan tertekan. Ia merasa bersalah karena telah menyembunyikan Lestari, tetapi ia juga merasa bertanggung jawab atas keguguran Lestari.
"Lestari, aku melakukan ini karena aku mencintaimu," ucap Zulfikar, suaranya lemah. "Tapi aku harap kamu tahu, apa yang kamu lakukan itu salah."
"Salah? Aku hanya ingin membalas dendam pada Mutia," jawab Lestari, matanya berkilat penuh kebencian. "Dia telah merebut kebahagiaanku, dan aku akan merebut kebahagiaannya juga."
"Tapi kamu tidak perlu menyakiti anak-anaknya, Lestari," ucap Zulfikar, suaranya meninggi. "Mereka tidak bersalah."
"Mereka adalah anak-anak Mutia, Zulfikar. Mereka adalah bagian dari dirinya," balas Lestari, suaranya dingin. "Jika aku menyakiti mereka, aku akan menyakiti Mutia."
Zulfikar terdiam, ia tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa ngeri dengan kebencian Lestari, tetapi ia juga merasa tidak berdaya untuk menghentikannya.
"Aku punya rencana yang lebih besar, Zulfikar," ucap Lestari, senyum licik menghiasi wajahnya. "Aku akan membuat Mutia menderita lebih dari ini. Aku akan menghancurkan hidupnya."
Zulfikar menatap Lestari dengan tatapan ngeri. Ia tahu bahwa Lestari tidak main-main dengan ucapannya. Ia merasa takut dengan apa yang akan Lestari lakukan selanjutnya.
"Lestari, jangan lakukan itu," mohon Zulfikar, suaranya bergetar. "Jangan sakiti Mutia lagi."
"Kamu tidak bisa menghentikanku, Zulfikar," ucap Lestari, matanya berkilat liar. "Aku akan membalas dendam, dan tidak ada yang bisa menghentikanku."
Zulfikar terdiam, ia merasa putus asa. Ia tahu bahwa ia telah membuat kesalahan besar dengan melindungi Lestari. Ia telah membiarkan wanita jahat itu lolos, dan ia takut Lestari akan melakukan hal yang lebih buruk lagi.
****
Mutia memeluk Sephia dan Sania erat, hatinya dipenuhi rasa lega dan syukur. Kedua anaknya telah kembali padanya, selamat dan sehat. Namun, kelegaan itu tidak bertahan lama. Ia teringat pada Lestari, wanita yang telah menyakiti anak-anaknya, dan wanita itu telah melarikan diri.
"Bagaimana bisa Mas Zulfikar menyembunyikan wanita itu?" geram Mutia, suaranya bergetar penuh amarah. "Dia telah menyakiti anak-anakku, dan dia harus membayar atas perbuatannya."
Ahmad dan Leha menatap putri mereka dengan tatapan khawatir. Mereka tahu bahwa Mutia sedang diliputi amarah dan ketakutan, dan mereka ingin menenangkannya.
"Nak, kita akan menemukan Lestari. Jangan khawatir," ucap Ahmad, suaranya lembut namun tegas. "Kita akan bekerja sama dengan polisi untuk menangkapnya."
"Tapi Lestari licik, Ayah. Dia pasti sedang merencanakan sesuatu yang jahat," balas Mutia, air matanya mulai mengalir. "Aku takut dia akan menyakiti anak-anakku lagi."
Leha memeluk Mutia erat, mencoba menenangkan putrinya. "Jangan berpikir seperti itu, Nak. Kita akan melindungi Sephia dan Sania. Kita tidak akan membiarkan Lestari menyakiti mereka lagi," ucapnya.
Mutia mengangguk, menyeka air matanya. Ia tahu bahwa ia harus tenang dan fokus untuk melindungi anak-anaknya. Ia tidak boleh membiarkan Lestari mengendalikan hidupnya dengan ketakutannya.