(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Aku tidur dimana?" tanya Hani dengan ketusnya.
Sontak saja Hans menoleh kearah Hani dan kedua matanya langsung membulat sempurna melihat penampilan Hani malam ini.
Lingerie seksi berwarna hitam membalut tubuh Hani, bahkan dadanya terlihat jelas tanpa terbungkus benda berbentuk kaca mata.
Jantung Hans terus berdetak kencang, berkali-kali dia menelan salivanya melihat penampilan istrinya. Bagaimana tidak, dada Hani sangat menantang untuk dia mainkan.
"Kamu tidur saja di tempat tidur, aku akan tidur di ruang kerjaku" ucap Hans gugup dengan jakung naik turun yang mendadak gerah, bahkan mulai dilanda hasrat yang menggebu-gebu.
"Oh ya, jangan lupa matikan lampu" ucap Hani memerintah Hans lalu naik ke atas tempat tidur persis pemilik tempat tidur.
Hani membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur empuk milik Hans, dia menarik selimut hingga sebatas dada. Aroma parfum Hans begitu menyeruak di indera penciumannya, anehnya dia sangat menyukai aroma parfum pria brengsek itu.
Sementara Hans bergerak mematikan lampu utama dan tak lupa menggantinya dengan lampu tidur di atas nakas. Setelah itu, Hans melangkah cepat ke ruang kerjanya yang terhubung dengan kamarnya. Di sanalah ia akan mengistirahatkan tubuhnya.
Setelah memastikan Hans sudah pergi, Hani langsung membuka CD nya dan membiarkan tergeletak di pinggir tempat tidur. Entah mengapa semenjak dia mengetahui dirinya hamil, Hani tidak pernah menggunakan CD dan bra ketika akan tidur di malam hari. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya di malam hari dan kelakuannya itu benar-benar aneh.
"Empuk sekali kasurnya, aku merasa nyaman tidur di tempat tidur orang kaya" gumam Hani tersenyum sambil memeluk guling kesayangan Hans.
"Seperti apa perjalanan hidupku kedepannya, Apakah aku akan terus bersama pria bajingan itu atau kami berpisah di tengah jalan ditengah gempuran orang -orang baru. Bagaimana dengan nasib calon bayiku, aku tidak ingin dia kehilangan kasih sayang dariku atau pun ayah biologisnya" gumam Hani sambil menatap langit-langit kamar Hans.
Tiba-tiba senyuman yang menghiasi bibirnya hilang sekejap dan wajahnya mendadak berubah kala memikirkan masa depannya bersama calon bayinya.
"Sekarang aku masih belum bisa menerima pria bajingan itu, walaupun dia sudah bertanggungjawab, rasa sakit di hatiku sama sekali belum sembuh" lirih Hani sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Kamar ini sangat asing, ini pertama kalinya aku pisah rumah dengan bibi. Bagaimana ya nasib bibi jika aku terus tinggal di rumah mewah ini. Siapa yang akan menjaganya, mengurusnya? Bagaimana jika bibi sewaktu-waktu sakit" ucap Hani dengan mata berkaca-kaca dan malah memikirkan bibi nya di rumah.
"Aku harus membicarakan hal ini kepada pria bajingan itu. Dalam seminggu aku mau menginap di rumah bibi, kira-kira tiga sampai empat hari, tidak-tidak pokoknya jika aku menginap disini tiga malam, maka di rumah bibi juga begitu" ucap Hani dengan idenya. Walaupun sudah menikah, dia masih ingin terus pulang ke rumah berkumpul bersama bibi nya.
"Karena aku sudah mendapatkan jalan keluarnya, sekarang waktunya untuk tidur" gumam Hani tersenyum tipis lalu memejamkan matanya. Tak berselang lama kemudian, dia pun mulai terbawa mimpi.
Sementara Hans tidak bisa tidur, bayangan tubuh seksi Hani masih terngiang-ngiang di pikirannya. Setiap kali memejamkan matanya, wajah Hani yang menggoda dengan dada padatnya terus memenuhi pikirannya layaknya sebuah rekaman video.
"Argghh, sial!. Haruskah aku memperkosanya lagi. Tidak masalah kan jika aku memperkosa istriku sendiri, tak ada undang-undang yang mengaturnya" ucap Hans frustasi sambil menjambak rambutnya.
"Tapi, jika aku melakukannya, sampai mati pun Hani tidak akan pernah memaafkan ku. Karena aku orang yang sangat brengsek" Hans mengusap wajahnya dengan kasar, dia bangkit dari duduknya lalu membuka laci meja kerjanya.
Hans mengambil sebungkus rokok yang belum pernah tersentuh olehnya di dalam laci mejanya. Dengan perasaan bimbang Hans kembali menyimpan rokok tersebut, dia tidak biasa merokok seperti sahabatnya.
"Sebaiknya aku berenang saja" gumam Hans mengubah posisinya untuk bangun.
Namun tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar ruang kerjanya.
Tok
Tok
Tok
Hans bangun tidur dan melangkah cepat membuka pintu kamarnya. Keningnya berkerut melihat Hani berdiri di ambang pintu sambil memegangi perutnya.
"Kamu kenapa?" tanya Hans khawatir.
"Aku lapar, dari tadi perutku perih. Aku tidak tahu jalan ke dapur, makanya aku membangunkan mu" ucap Hani dengan ketusnya dengan mood tak bagus.
"Ya sudah, kamu tunggu disini biar aku menyuruh pelayan untuk membuatkan mu makanan" ucap Hans dengan tatapan hangatnya.
"Tidak perlu, aku tidak mau merepotkan pelayan yang sudah terlelap. Cepat antar aku ke dapur, biar aku saja yang memasak" ucap Hani tak sabaran dan tidak ingin dibantah.
"Ayo, aku akan mengantarmu ke dapur" ajak Hans pada akhirnya, dia sungguh tak tega mengacuhkan Hani, walau sejujurnya istrinya sangat membencinya.
"Hemm"
Hani melangkah terlebih dahulu, sedang Hans mengekor di belakangnya dengan mata tak berkedip. Bagaimana tidak berkedip, Hani memakai lingerie seksi yang tembus pandang, untungnya suasana kamar masih remang-remang. Namun tetap saja mata Hans tidak lepas dari bokong padat sang istri.
"Hei, balik badan. Jangan coba-coba mengintip ku" ucap Hani dengan galaknya.
"Emm iya" sahut Hans lalu berbalik badan sesuai instruksi dari istrinya.
"Ya ampun, aku lupa memakai celana delem" gumam Hani yang baru menyadari dirinya tak memakai CD.
Hans tak sengaja mendengar gumaman Hani dan mendadak burungnya langsung terbangun. Tiba-tiba pikiran mesum terlintas di pikirannya.
"Semoga dia tak melihat area milikku" gumam Hani yang baru saja selesai memakai CD.
"Apa sudah selesai?" tanya Hans.
"Ya. Kamu berjalan lebih dulu, biar aku mengekor di belakangmu" jawab Hani sambil memandang kearah lain.
"Tunggu sebentar" ucap Hans lalu melangkah ke ruang ganti. Dia tidak ingin sampai khilaf dan melakukan kesalahan kedua kalinya.
Untuk apa dia ke ruang ganti. Batin Hani.
"Pakai ini" ucap Hans yang sudah berdiri di hadapannya.
"Eeh" Hani terkejut dengan aksi Hans yang memakaikan jaket di tubuhnya.
"Aku tidak ingin kamu masuk angin" ucap Hans dengan tatapan hangatnya sambil memegang pundak Hani.
Aku takut khilaf dan bisa saja kembali memperkosa mu. Aku sungguh tidak bisa menahan diri jika terus berada di sampingmu. Batin Hans.
"Awww, perutku sakit" lirih Hani sambil memegangi perutnya.
"Sebaiknya kamu istirahat saja di tempat tidur" bujuk Hans.
"Tidak mau, aku mau makan di dapur" ucap Hani yang begitu kekeh dengan pendiriannya.
Tanpa basa-basi Hans langsung menggendong tubuh Hani ala bridal lalu membawanya ke dapur.
"Hei, apa yang kamu lakukan. Cepat turunkan aku" ucap Hani memberontak dalam gendongan Hans.
"Diam!, aku akan menurunkan mu setelah sampai di dapur" ucap Hans dengan tegasnya, membuat Hani langsung bungkam dengan mata melotot. Malahan kedua tangannya berpegangan erat di leher Hans persis anak kecil.
Sesampainya di dapur barulah Hans menurunkannya di kursi.
"Kamu mau makan apa?" tanya Hans sambil membuka lemari pendingin.
"Apa saja" sahut Hani lalu mengambil cemilan yang tersedia di atas meja. Kemudian memakannya dengan lahapnya.
"Siapa sih ribut-ribut malam-malam" ucap seseorang dengan kesalnya.
Hans langsung menghampiri Hani lalu membawanya bersembunyi di samping lemari pendingin.
"Jangan berisik, itu pasti mama. Kalau dia tahu kita berada di dapur jam segini kena marah kita" bisik Hans, membuat Hani langsung memeluk tubuh Hans.
Bersambung.......