NovelToon NovelToon
Tidak Pernah Ada Kata Perpisahan Antara Kita

Tidak Pernah Ada Kata Perpisahan Antara Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Poligami / Lari dari Pernikahan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: jnxdoe

Selama 2 tahun menjalin mahligai rumah tangga, tidak sekali pun Meilany mengucapkan kata 'tidak' dan 'tidak mau' pada suaminya. Ia hanya ingin menjadi sosok seorang isteri yang sholehah dan dapat membawanya masuk surga, seperti kata bundanya.

Meski jiwanya berontak, tapi Mei berusaha untuk menahan diri, sampai pada akhirnya ia tidak bisa menahan lagi ketika suaminya meminta izinnya untuk menikah lagi.

Permintaan itu tidak membuat Mei marah. Ia sudah tidak bisa marah lagi ketika sudah kehilangan segalanya. Tapi ia juga tidak bisa tinggal di tempat yang sama dengan suaminya dan memilih pergi.

Selama 7 tahun Mei memendam perasaan marah, sampai pada suatu ketika ia menemukan kebenaran di dalamnya. Kebenaran yang sebenarnya ada di depan matanya selama ini, tapi tidak bisa ia lihat.

Bisakah Mei memperbaiki semuanya?

*Spin off dari "I Love You, Pak! Tapi Aku Takut..."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jnxdoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 19 -

Menatap kedua tangannya yang gemetar, Mei bisa merasakan jantungnya memompa darahnya sangat kuat. Hal yang dikatakan Dinda barusan membuatnya mengalami shock sejenak.

Tidak. Itu baru satu versi, Mei. Kau harus mencari tahu dulu sebelum memutuskan! Bisa saja itu hanya asumsi Dinda. Bisa saja yang dikatakan dia tadi hanya perkiraannya dan bukan kebenaran!

Pemikiran itu membuat Mei mengerjapkan matanya cepat. Terburu-buru, ia memindahkan persneling dan menginjak gasnya dalam. Ia harus tahu. Kali ini, ia harus benar-benar tahu kebenarannya.

Mei tahu, ia harus pergi ke satu-satunya tempat yang bisa menjawab keraguannya. Kali ini, ia bertekad untuk mengkonfrontir orang yang telah ia anggap bertanggungjawab telah menghancurkan pernikahannya.

Tapi yang wanita itu temukan di sana, ternyata tidak seperti harapannya semula.

Tempat yang tadinya rumah mungil dengan halaman sempit, ternyata telah berubah menjadi bangunan ruko dua lantai dengan toko perkakas di bawahnya.

Kening Mei berkerut dalam. Ia turun dari mobil dan mematung di depan ruko itu. Apa ia salah alamat?

"Cari siapa ci?"

Sapaan itu datang dari seorang pria yang sedikit bungkuk. Pria bermata sipit itu memandang ramah padanya.

"Tidak... Tadinya saya kira di sini ada rumah tinggal. Mungkin saya yang salah."

"Rumah?"

Tidak punya keinginan berbasa-basi, Mei tersenyum sopan dan baru akan pergi saat pria itu berseru pelan.

"Oh iya. Rumahnya Hj. Sri kan? Bener kok. Dulu ini memang rumahnya ibu itu."

Menatap lagi pria itu, Mei berusaha menahan debaran jantungnya yang mulai menggila.

"Ibu Sri pindah ke mana?"

"Oh? Cici ga tahu? Ibu Sri sudah meninggal lama."

Tenggorokan Mei sangat seret. Ia sampai tidak bisa menelan ludahnya. "Meninggal?"

"Mungkin sekitar 6 atau 7 tahun yang lalu? Saya juga sedikit lupa. Saya beli karena anaknya menjual dengan harga cukup murah. Padahal dulu waktu ibunya masih ada, anaknya itu ga pernah mau jual meski saya nawar tinggi padahal ibu Sri-nya ga keberatan. Yah, mungkin pas rezeki saya saja."

Masih mencerna perkataan pria itu, Mei terdiam beberapa saat.

"Kasihan sebenarnya ibu Sri. Pas sudah sepuh, malah ga akur sama putra satu-satunya. Untungnya dia punya anak yang baik dan mau ngurus dia sampai meninggal."

"Ga akur?"

Melihat wanita di sampingnya tertarik mendengar ceritanya, pria bungkuk itu tersenyum lebar.

"Saya punya warung bakmi di depan sana. Kalau cici mau, saya bicara cerita banyak sambil cici makan."

Marketing tidak langsung itu membuat Mei tersenyum kecil.

"Halal ga? Saya hanya bisa makan makanan halal."

Kata-kata itu membuat si pria sejenak terdiam, tapi senyuman kembali muncul di bibirnya. Ia mengangguk.

"Tentu saja halal, ci. Lingkungan sini kan lebih banyak yang kaya cici dibanding seperti saya. Daripada warung bakmi saya ga laku ntaran?"

Mei tertawa pelan. "Kalau gitu, saya mau makan di warung koko."

Tidak lama, Mei duduk di satu warung bakmi dekat dengan lokasi perumahan sebelumnya. Warung itu cukup bersih dan pengunjungnya pun berseliweran, meski tidak terlalu ramai. Sepertinya banyak orang yang milih untuk pesan online atau take away, dibanding makan di tempat.

"Silahkan ci."

"Terima kasih." Bakmi itu mengepul hangat. Tampak lezat, membuat air liur Mei mulai menetes.

Menyeret kursi, pria bungkuk itu duduk di depannya.

Lagi-lagi pria itu tersenyum dan kali ini, senyumnya tampak gembira melihat pengunjungnya lahap makan.

"Cici kelaparan ya? Mau nambah?"

Mengusap mulut dengan tisu, kepala Mei menggeleng dan ia tampak malu.

"Tidak. Terima kasih. Saya sebenarnya sudah makan sebelum ke sini. Tapi ini bener-bener enak, koh."

Hanya kekehan terdengar dari mulut pria itu dan sejenak, keduanya terdiam.

"Soal yang tadi koh. Gimana kelanjutan ceritanya?"

Mata sipit lelaki itu menatap Mei lebih intens. Sangat jelas, ia sebenarnya ingin tahu lebih banyak kenapa wanita di depannya ini tertarik dengan ceritanya. Tapi mengingat sudah berjanji, ia akhirnya mengangguk.

"Sejujurnya, saya tidak terlalu mengenal ibu Sri. Saya juga tahu tentang beliau dari tetangga-tetangga di sini. Awalnya saya tertarik membeli rumah ibu itu karena ingin buka toko, dan kebetulan lokasinya bagus. Ya seperti saya bilang tadi, putranya menolak mentah-mentah. Itu kalau ga salah sekitar... 9-10 tahun lalu. Saya ga terlalu ingat soalnya sudah cukup lama."

Pelan, Mei menengguk tehnya. Matanya menatap pria di depannya, menunggu kelanjutannya.

"Beberapa tahun setelahnya, saya iseng lagi ke sana. Mungkin firasat ya? Saya ketemu lagi dengan anaknya, dan dia langsung setuju tanpa nego lagi. Urusannya juga cepet banget. Cuman sekitar 2 bulanan, akhirnya saya menempati rumah itu dan langsung membongkarnya. Setelah itu, saya ga pernah ketemu mereka lagi."

"Terus soal ibu Sri ga akur dengan anaknya? Itu karena apa?"

Tampak pria itu mengulum bibirnya, sebelum melanjutkan.

"Saya cuman denger desas-desus sih. Setelah saya tempati sekitar 2-3 hari, saya beli sayuran dari tukang yang lewat di depan rumah. Tahu sendiri kan, ibu-ibu pada cepet ngumpul dan kita ngobrol-ngobrol. Nah salah satunya nyeletuk soal ibu Sri. Dia bilang, kasihan si ibu itu karena ga disayang sama mantu dan anaknya. Padahal anaknya sudah punya rumah, malah si ibunya disuruh tinggal sendirian di sini."

Ada setitik kemarahan mulai timbul di hati Mei saat mendengarnya, tapi ia masih diam.

"Saya sih cuman ketawa saja, kan saya juga ga terlalu kenal ya dengan keluarganya ibu Sri. Pokoknya mereka debat sendiri, karena ada juga yang bilang kalau anak sudah nikah itu memang baiknya tinggal pisah dari orangtua atau mertua. Daripada berantem. Ya gitu deh."

Kekehan pria itu perlahan hilang, dan wajahnya sedikit lebih serius.

"Tapi kemudian ada satu ibu yang bilang pernah lihat ibu Sri dan putranya bertengkar di rumah. Waktu itu dia sempet lihat anaknya ibu Sri bersimpuh di depan ibunya dan mohon-mohon sambil nangis."

Informasi itu membuat jantung Mei berdebar makin kencang. Tangannya yang memegang gelas mengetat.

"Bersimpuh?"

Terdengar lelaki itu menarik nafas dan ia sedikit mendekat ke arah Mei. Suaranya lebih rendah.

"Gosipnya sih, sang putra disuruh nikah lagi karena menantunya belum juga hamil. Tapi masalahnya anaknya ga mau. Setelah itu, katanya anaknya jadi makin jarang datang ke rumah ibunya. Sampai beberapa bulan setelahnya, ibu Sri jatuh sakit. Baru setelah itu, putranya kelihatan datang lagi ke rumah itu. Dan ga sampai tiga bulan kemudian, ibu Sri meninggal di rumah sakit dan rumah itu dijual ke saya."

Senyuman pria itu yang ditujukan pada Mei memudar, saat ia melihat mata wanita itu nanar.

"Ci?"

Sedikit gemetar, Mei menatap lelaki di depannya tidak fokus.

"Be- Berapa semuanya koh?"

"Tiga puluh lima ribu, sudah sama teh. Tapi cici ga-?"

Terburu-buru, Mei mengeluarkan selembar uang berwarna biru dan langsung berdiri.

"Simpan kembaliannya, koh. Terima kasih banyak."

Lelaki itu tampak bingung, tapi ia kemudian mengambil uang di atas meja. Ia baru saja akan berdiri, saat satu anak buahnya berseru pelan dari belakangnya.

"Loh! Itu bukannya ci Mei?"

"Ci Mei?"

Meletakkan nampan di atas meja, pria berkulit cokelat itu mengangguk. Ia mulai membereskan piring kotor.

"Iya, sepertinya sih bener ci Mei. Itu loh koh, dia itu isterinya mas Aslan. Anaknya ibu Sri yang rumahnya koko beli tujuh tahun lalu. Koko masih inget kan mas Aslan? Orangnya tinggi ganteng, pake kacamata. Asyik ya, cowo kalau ganteng pasti bisa saja dapet isteri yang cantik kaya ci Mei."

Mata sipit itu perlahan melebar. Ekspresinya tidak tergambarkan saat ia menatap ke arah Mei pergi tadi.

"Oh."

1
Sri Mulyati
lanjut Thor ceritanya seru
Anis Rohayati
jujur gua malah jiji klu smpe mei balikan lagi sma si smpah aslan ingat laki2 modelan kya gini ga harus di pertahan kan pantes di buang
Sunaryati
Segera urai kesalahpahaman kalian, mulai dari awal jika sudah kembali bangun komunikasi yang baik jangan ada hal yang harus ditutpi
Harun Gayam
hadeuh muter² tetuss
Sunaryati
Itu akibat tak ada komunikasi yang jelas tujuh tahun yang lalu
Sunaryati
Dobell up Thoot makin menarik ceritanya
Sunaryati
Makin ada kejelasan, tapi tetap saja penyebabnya Ashlan telat menjelaskannya pada Mei sehingga Mei menyimpulkan jika Ashlan bersedia menikahi Cristine apalagi dugaan itu dikuatkan dengan kebersamaan Ashlan dan Cristine di kedai kopi dan terlihat Ashlan memegang tangan Cristine
Sunaryati
Itu sepenuhnya bukan salahmu, karena Ashlan tidak menjelaskan setelah kamu kecelakaan yang menyebabkan keguguran, seharusnya waktu itu mengurai kesalahpahamanmu memergoki Ashlan dan Cristine di kedai, karena sebelumnya Ashlan minta izin menikah
Ma Em
Aku kasihan pada Aslan kalau memang Aslan tdk menikah dan tdk pernah tidur dgn Cristine bilang sama Mei dan buktikan agar Mei percaya
Ma Em
Luar biasa
Sunaryati
Selidiki duli Mei, dan kamu Ashlan jika kamu tidal menikahi Cristine buktikan. Kesalahan kamu dulu minta izin menikahi Cristine, dua kamu ketemuan sama Cristine yang dipergoki Mei sehingga Mri kecelakaan dan keguguran
kesalahau besar Ashlan
Sunaryati
Lanjuut donel up Thoor, ceritanya semakin seru dan menarik
Sunaryati
Jelaskan dulu Ashlan Mei dan pembaca juga penasaran, kamu jadi menikahi Cristine? Jika ya kabulkan permintaan Mei untuk menceraikannya, jika tidakk kejar dan perjuangkan cintami, karena Mei sangat setia padamu
Sunaryati
Ceritanya menarik jika berkenan tolong up tiap hari Thoor
Sunaryati
Jika Ashlan tidak jadi menikah dengan Cristin, kembalilah. Namun jika sudah menikah lebih baik mundur dari pada sakit hati
Sunaryati
suka, jika penasaranku terjawab ttg Cristine tak kasi bintang 5
Sunaryati
Lanjuut fobel up, ya
Sunaryati
Bagaimana pernikahan Ashlan dengan Cristine, Thoor, bukankah kepergian Mei karena Ashlan akan menikahi mantannya itu
Sunaryati
Oh ternyata Mei keguguran ketika kecelakaan saat melihat Ashlan dan Cristin di Cafe, kasihan Mei
jnxdoe: Terima kasih kak buat komentarnya... Tetep baca sampai tamat ya... 🥰🙏
total 1 replies
Sunaryati
Sebelum pergi kan mengabarkan kehamilan Mei pada Ashlan, mana anak Mei?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!