Berawal dari Elena yang menolong seorang pria asing saat sedang mendaki gunung, membuat Elena harus kehilangan seluruh tabungan yang dia simpan untuk masa depannya. Sementara pria itu kabur melarikan diri dari rumah sakit keesokan harinya dengan meninggalkan sepucuk surat.
Kesal karena merasa tertipu, Elena bertekad membuat Liam untuk membayar hutangnya beserta bunganya.
Tapi dirinya malah terjebak dalam situasi romantis dan berbahaya.
Kelanjutannya bisa dibaca sendiri ya, masih on going...
Dukung terus Author, bisa like, vote, komen atau follow.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Sambil mengunyah sepotong besar pizza, Elena menceritakan pada Liam tentang pria mencurigakan semalam. "Dia tinggi tapi kurus, selain itu dia juga memiliki bau yang sangat menyengat. Baunya benar - benar busuk menembus hidungku. Aku bahkan tidak bisa melupakan baunya dan gara - gara aku tidak sengaja menabrak tubuhnya, baunya menempel di bajuku" kata Elena lagi.
"Jadi darah itu berasal dari sana" batin Liam
"Apa kau bisa deskripsikan lagi seperti apa baunya itu?" tanya Sophia.
Elena menggeleng, "Mungkin seperti bau spiritus yang terbakar atau bau desinfektan" katanya lagi.
"Pokoknya itu yang bisa kukatakan, aku tidak tahu apa dia adalah pelakunya tapi lebih baik paman mulai menyelidiki dari sana. Aku pergi dulu, terima kasih untuk sarapannya" jawab Elena menarik Aaron pergi.
Hasil test pada baju Elena benar membuktikan jika darah itu adalah darah korban yang mereka temukan pagi ini, artinya kesaksian Elena mengenai ciri - ciri pelaku itu bisa dipercaya. Masalahnya sekarang, Liam tidak bisa mencari ke seluruh kota jika hanya berbekal tinggi badan dan jenis kelamin saja. Karena Elena tidak melihat wajah pelaku, tentu saja pencarian mereka segera menemui jalan buntu.
Dalam perjalanan menuju kampusnya Aaron tak berhenti bertanya pada Elena mengenai tersangka pembu*nuhan itu, "Apa kau yakin tidak melihat wajahnya?" tanya Aaron.
"Aku tidak melihatnya, wajahnya tertutup topi dan juga masker. Tapi kurasa dia melihatku, karena aku sempat meminta maaf karena sudah menabraknya"
"Lalu apa reaksinya?" tanya Aaron.
"Dia hanya diam saja tak mengatakan apapun" jawab Elena santai.
Elena kembali terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu sampai kemudian kakaknya menelpon dan mengatakan ingin bertemu karena dia sedang berada di ibukota, "Aku akan menemuimu setelah kuliahku selesai. Kau bisa ke apartemen saja, disana ada Alice" kata Elena.
"Oke. Ingat kau harus langsung pulang dan jangan kemana - mana" kata Nova dari balik telepon.
"Ya...ya...ya... Aku mengerti. Bye" Elena memutus sambungan teleponnya bahkan saat Nova belum selesai berbicara.
"Ah, dia pasti akan mengomel lagi" keluh Elena.
"Kakakmu??" tanya Aaron.
"He-em"
...****************...
Di tempat biasa, Liam beserta anggota timnya sedang membahas mengenai penemuan korban pembu*nuhan hari ini.
"Wanita ini bernama Dianne Jenkins usia 25 tahun. Dia merupakan P-S-K yang sering berkeliaran di red light distrik sejak dia berusia 15 tahun. Malam itu berdasarkan info dari mucikarinya, dia berpamitan pulang setelah merasa tidak enak badan. Jalan tempat dia ditemukan sendiri merupakan jalan menuju ke rumahnya, biasanya dia akan menaiki bis yang ada di dekat gang itu"
"Dianne memiliki seorang bayi berusia 8 bulan yang diambil oleh negara karena ketidakmampuannya mengurus bayinya. Selain itu, Dianne juga pernah terlibat dalam kasus. Dia juga beberapa kali masuk ke penjara wanita untuk kejahatan ringan seperti mencopet dan mencuri" kata Julia salah seorang anggota tim mereka yang melakukan briefing sore itu.
"Berdasarkan kesaksian Elena, pria itu bertubuh tinggi dan kurus. Pria seperti itu cukup banyak, tapi yang unik adalah, dia memiliki bau menyengat yang menusuk hidung. Masalahnya Elena sendiri tidak tahu bau apa itu" kata Holden.
"Bukankah kita bisa mempersempit dengan mencari dari pelanggan tetapnya dulu, aku yakin dia memiliki banyak pelanggan tetap. Salah satu dari mereka pasti ada yang sesuai dengan deskripsi Elena" lanjut Felix, anggota tim yang ahli terkait pengobatan.
"Apa aku dan Piper menyamar saja menjadi P-S-K untuk mencari pelakunya. Dari semua korban, semuanya memiliki kesamaan. Rambut keriting berwarna merah tua, usia korban juga berkisar 23-25 tahun" lanjut Julia
"Itu terlalu berbahaya, kita belum mengetahui identitas jelas pelaku" sela Sophia.
"Benar, lebih baik sekarang kita menyelidiki dari pelanggan tetap para korban, dan cari orang dengan deskripsi seperti yang dijabarkan oleh Elena" kata Henry.
"Siap pak" seruan semua orang menutup pertemuan mereka hari ini.
Sementara itu di apartemen, Elena sudah sampai sejak tadi namun Nova belum juga menampakkan batang hidungnya.
"Kemana dia? Kenapa dia belum sampai juga" kata Elena.
"Kau sedang menunggu siapa?" tanya Alice yang sedang menyetrika bajunya.
"Kakakku, dia bilang akan kesini. Tapi sampai sekarang dia belum juga datang. Kau sendiri sedang apa?"
"Aku sedang menggosok bajuku, besok aku akan melakukan interview sebagai tenaga keamanan di kediaman Rockwood. Kurasa mau tidak mau, aku harus menerima pekerjaan ini daripada Liam terus saja mengejekku pengangguran" jawab Alice lagi.
"Keluarga Rockwood? Bukankah mereka keluarga terkaya di negeri ini, mereka juga memiliki banyak raksasa bisnis yang mendunia. Kau akan bekerja dengan mereka?" tanya Elena.
"Iya benar, dan kalau aku diterima bekerja, artinya kau akan tinggal berdua dengan kakakku. Karena aku akan tinggal di asrama yang disediakan oleh keluarga Rockwood" jawab Alice lagi.
"Hah... maksudmu? Aku hanya tinggal berdua dengan paman? Aku dan paman? Berdua saja?" tanya Elena gugup.
Alice memicingkan matanya, "Memangnya kenapa? Apa ada masalah?"
Elena menggeleng, "Bu-bukan. Hanya saja kenapa kau memberitahuku sekarang?" tanya Elena.
Alice menghampiri Elena, "Hey bocah kecil. Singkirkan pemikiran bodoh apapun yang ada di otakmu. Aku masih bisa kembali setiap saat jika sedang libur, jadi pastikan saja kau tidak menyentuh kamarku" ancam Alice seraya tersenyum menyeringai.
"Tidak akan!!!" teriak Elena.
...****************...
20 menit kemudian pintu apartemen mereka terbuka, menampakkan Liam dan Nova yang datang bersamaan. "Elena, kenapa kau tidak mengangkat teleponmu. Aku menelponmu berkali - kali. Sudah lama aku menunggu di luar" kata Nova kesal.
"Hah? Tapi tidak ada telepon masuk" jawab Elena seraya meraih ponselnya yang ternyata mati kehabisan baterai.
"Apa kau lupa men-charger ponselmu lagi? Kau ini. Jangan merepotkan orang lain dengan sifat sembronomu itu" Elena merengut mendengar omelan kakaknya begitu dia tiba.
"Untung saja aku bertemu dengan Liam di luar, kalau tidak aku tidak akan bisa masuk" jawab Nova.
Apartemen yang ditinggali oleh Elena, Liam dan Alice ini memiliki pintu yang akan terbuka otomatis di pintu masuk gedung apartemen jika penghuni apartemen menekan tombol tertentu di unit mereka masing - masing. Sementara untuk penghuni apartemen, mereka bisa dengan mudah masuk melalui pintu masuk gedung apartemen dengan menggunakan kunci kartu.
Nova menghampiri Elena untuk memeluk adiknya itu, namun Elena beranjak mundur menjauh seraya menutup hidung. "Ughhh, kak. Baumu busuk sekali. Kau darimana saja, sampai memiliki bau menyengat seperti ini" sahut Elena.
"Ahhh, tadi aku baru saja mengikuti pelatihan di rumah sakit pusat. Kurasa ini bau dari sana, maafkan aku. Tapi apa aku boleh menumpang mandi disini, aku tidak menyadari bauku sendiri karena balsam di hidungku" kata Nova tersipu malu pada Liam.
"Baumu seperti......" Elena menghentikan ucapannya dan melirik Liam.
"Paman... Ini baunya. Bau yang kucium dari tersangka pembu*nuhan itu. Baunya seperti ini!!!" teriak Elena tanpa sadar.
"Elena.."
"Apa maksudmu dengan tersangka pembunuhan?? Apa kau melibatkan dirimu dalam bahaya lagi?" seru Nova.
"Dam-mit" Umpat Elena dalam hati.
...****************...