COVER FROM PINTEREST
Cerita pernah dipublishkan di Wattpad dan republish serta kontrak dengan MangaTonn setelah melakukan beberapa revisi
Namanya Lolita, otaknya LOLA! Dia terlalu lamban dan tidak pantas jadi istriku. Seandainya bukan karena pernikahan bisnis. Aku tidak sudi menikahinya! Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana hidupku ke depannya harus tinggal satu atap dengan wanita ini! Dia hanya merepotkan hidupku saja dan sangat memalukan saat bersamanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AzieraHill, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18: Yea, Just For You
***NOTED: Sebelumnya mau ngasih tahu IDIOT di sini sesuai dengan judul punyaku yang pakai bahasa inggris ya. Jadi jangan tanya, kok LOLI-nya kayak gak idiot? hihiihihi. Idiot dalam bahasa inggris itu artinya orang bodoh. Di sini penulis menggambarkan LOLI sebagai sosok yang agak LOLA (loading lama) dan polos. Jadi jangan dipatokkan idiot yang kalian pikirkan^^ ***
SELAMAT MEMBACA^^
Axel POV
Sejak kepulanganku dari Bali. Aku tidak pernah sekalipun mengangkat panggilan dari Irene. Sekretarisku pun mengabarkan kalau Irene terus menanyakanku. Aku pun berpesan kalau aku sedang tidak bisa diganggu dan jadwalku akhir-akhir ini cukup padat, tapi hari ini nampaknya aku tidak bisa lagi menghindarinya.
Apalagi kalau bukan karena kerja sama kami dalam bisnis ini. Hampir 3 minggu berlalu untukku berusaha menghindar darinya, tapi akhirnya aku harus menemuinya juga karena urusan pekerjaan. Sebenarnya aku tidak tahu harus bersikap seperti apa nantinya di depan Irene. Rasanya malas sekali membahas sesuatu yang terjadi di Bali. Aku tidak begitu tertarik lagi untuk mengingatnya, tapi jika membicarakan Bali, aku sadar kalau hatiku nampaknya mulai tertambat dengan Lolita sejak itu.
Aku menyukainya, hingga rasanya aku benar-benar tak ingin jauh darinya. Aku mencintainya, hingga rasanya wangi tubuhnya adalah canduku. Bagiku, dia istriku yang sempurna. Tak perlu menjadi wanita yang cerdas, dia sudah membuatku merasa terlengkapi.
“Axel,” kudengar suara yang kukenal tengah menyembulkan kepalanya di pintu ruang kerjaku.
“Kau datang?” kataku seraya bangun dari dudukku dan menyambut kedatangannya.
Lolita pun masuk ke dalam ruanganku dengan senyuman lebarnya. “Aku tidak bisa lama-lama.” Katanya seraya memberikan kotak makan siang untukku. Akhirnya aku bisa makan teratur berkatnya. Bebrapa hari belakang, Lolita selalu ikut bergabung makan denganku. Kami menghabiskan waktu berdua di siang hari pada waktu jam makan siang meski tak bisa lama-lama, tapi entah kenapa hatiku selalu berbuncah bahagia karena Lolita ada di sini.
“Kau mau kemana?” tanyaku seraya menaruh kotak Tupperware yang istriku bawa ke atas meja lalu aku menumpukan bokongku di sisi meja seraya menarik tangannya sehingga kubisa genggam lalu menciumnya.
“Aku mau cari tempat kursus memasak,” ucapnya semakin melebarkan senyumannya. Aku dengar dari Bi Tikah, Lolita memang sedang suka memasak. Tak jarang dia ikut mengganggu Bi Tikah di dapur dan mengatakan kalau dia ingin menjadi seorang istri yang bisa memasak.
Aku tahu, dia berusaha yang terbaik untukku. Meski orang-orang terkadang melihatnya seperti orang yang bodoh, tapi aku sangat tahu kalau wanita ini juga sulit melalui hidupnya selama ini. Tidak ada yang meminta untuk terlahir dari sebuah kekurangan bukan? Tapi Tuhan pun tak pernah menciptakan manusia dari sebuah kesempurnaan karena sempurna hanya milik-Nya, bukan milik manusia.
“Pak Jani akan mengantar kan?”
Lolita menganggukkan kepalanya. “Maaf ya, Loli gak bisa makan bersama Axel.”
“Tidak apa-apa, Sayang. Ayo aku antar sampai bawah,” kataku bangkit dari sandaranku lalu menggenggam tangannya erat seraya keluar dari ruangan.
Sekretarisku pun berdiri dari duduknya dan membungkukkan tubuhnya pelan. “Mohon maaf, Pak. Rapat akan dimulai setengah jam lagi.”
“Iya saya tahu. Saya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya mengantar istri saya ke bawah.”
“Baik, Pak. Bu Irene sudah ada di lobby,” ucapnya lagi dan aku merasakan tangan Lolita yang meremas tanganku.
Aku pun segera berjalan menuju lift dan memencetnya.
“Axel, Irene…,” aku lihat dia menggigit bibirnya seakan sedang menunjukkan keresahannya.
“Aku baru menemuinya lagi. Jangan pikirkan apapun lagi tentangnya.”
Lolita pun diam. Dia tak mengatakan apapun lagi setelah kami naik ke dalam lift yang sedikit sumpek karena banyak karyawan yang akan turun ke bawah.
“Itu istri Pak Axel yang katanya agak kurang ya?” kudengar sayup-sayup suara bisikan yang sudah sering kudengar beberapa hari ke belakang setelah Lolita rajin mengantar makan siang untukku.
“Suttt, nanti mereka dengar,” ucap yang lain.
“Tapi bener sih. Kemarin gue juga ketemu dia di lobby. Senyum-senyum sendiri gitu dan menurut gue gak begitu terlalu cantik sih. Menang putih aja gitu,” suara lain yang membuat Lolita kembali mulai meremas tanganku.
“Masih cantikan Bu Irene kali. Gue dengar-dengar dulu Bu Irene cinta pertama Pak Axel, tapi sekarang mereka hanya terlibat jadi partner kerja aja, padahal mah cocok banget sama-sama pintar, sukses dan good looking.”
Tak tahan mendengar pembicaraan itu. Aku pun membalikkan tubuhku dan melepas genggaman tangan Lolita.
“Kamu, kamu dan kamu saya pecat. Sekarang juga silakan pergi dari kantor saya.”
“P-pak saya-“
TING!! Suara pintu lift terbuka dan aku menarik tangan Lolita untuk keluar dari lift.
“Axel!!” tapi sialnya wanita yang tadi asyik dibicarakan sebagai compare yang jelas-jelas membuat Lolita terluka melihat keberadaan kami dan memanggilku.
“Heii Lolita, bagaimana kabarmu?” ucap Irene pada Lolita yang terlihat begitu jengkel karena melihat wanita ini kembali.
“Apa yang sedang kau lakukan di sini!” sergah Lolita pada Irene sementara raut wajah Irene perlahan memudar menjadi sedih.
“Axel, istrimu kembali membentakku. Apa aku begitu salah menanyakan kabarnya?” tanya Irene padaku sedikit dengan wajah memelasnya. Aku tahu itu hanya acting. Jadi kali ini aku tidak akan mudah dibodohinya.
“Ada yang ingin aku bicarakan selain pekerjaan. Silakan ke ruanganku lebih dahulu. Aku akan menyusul setelah mengantarnya.”
“Apa dia berbuat sesuatu lagi?” tanya Irene dengan nada yang menuduh kalau Lolita memang biang onar jika datang ke kantorku.
Aku pun tak menanggapinya. Selain pergi menarik tangan Lolita untuk jauh darinya. Begitu sampai di meja dekat resepsionis, aku pun melepas genggaman tanganku.
“Axel, kenapa dia ada di sini?” tanya Lolita langsung dengan nada khawatir bercampur matanya yang terlihat berbinar-binar.
Aku pun mengelus pelan punggungnya. “Dia kan partner kerjaku. Dia kesini hanya untuk pekerjaan, kok.”
“Tapi-“
“Suttt sudah, sampaikan pada Pak Jani untuk tidak mengebut ya. Kau hati-hati di jalan. Kita akan bertemu lagi di rumah nanti malam.” Kataku tak mau memperpanjang apa yang ada dipikiran Lolita sekarang tentang Irene. Aku takut hanya akan memperburuk pikirannya.
Lolita pun terlihat diam saja, tak mau bergerak dan aku kembali menarik tangannya sehingga aku bisa menggenggamnya. “Tidak apa-apa. Sungguh aku tidak melakukan apapun. Apa yang kau khawatirkan?”
Lolita menggelengkan kepalanya dan aku lihat dia menitihkan air matanya membuatku langsung mengusap air matanya.
“Jangan pecat siapa pun hanya karena membicarakanku. Mereka benar, aku bodoh, aku tidak cantik, aku tidak punya apapun untukmu. Kau lebih pantas dengan Irene.”
Mendengar kata-katanya seperti ini aku merasa ada perubahan yang aneh dalam diri Lolita. “Kamu bicara apa sih? Aku telepon Pak Jani ya,” kataku mengeluarkan HP-ku dari saku celana, tapi Lolita mencegahnya lalu memelukku.
“Jangan terlalu malam pulangnya. Loli kangen Axel,” katanya kembali Loli yang kukenal, manja dan menggemaskan.
Aku pun mengusap punggungnya pelan, menenangkannya dan mencium kepalanya seraya membisikkan sesuatu.
“Aku akan pulang cepat karena istriku merindukanku,” bisikku dan aku merasakan pelukan Lolita yang semakin mengerat.
“Axel, Loli mau martabak coklat ya,” katanya di pelukanku membuatku terkekeh panjang.
Ya Tuhan, aku menyukainya yang sangat mudah merubah mood-nya.
“Axel!! Ihh!!! Kok gak jawab sih!!” Loli melepas pelukannya dan menatapku yang tersenyum ke arahnya.
“Iya, Sayang. Aku akan beli banyak untukmu dan Bi Tikah.”
“Buat Loli aja!!” katanya dengan bibir memanyun.
Aku pun mengangguk pelan dan mengelus pelan pipinya. “Iya untukmu saja.”
udh bbrpa kali ku baca msih ttp seru
btw ada yg tau judul novel
kalo gak salah namanya Amera
dia juga lola, menceritakan tentang anak perempuan suka sama most wanted di sekolah nya tapi otaknya agak lemot juga
kalo gak salah ibu nya jualan gorengan.
gitu deh
kalo ada yg tau tolong info in yah
benar yg di katakan oleh ibu nya axel seorang ibu yg baik akan selalu menyayangi dan mencintai anak nya seperti apa pun anak. .. bahkan meski bandel, ,, nakal, ,, dan sulit di atur pun karena rasa sayang ibu ke anak nya lebih dari apa pun. ..