Aisha Naziya Almahyra telah menjalin hubungan selama tiga tahun dengan kekasihnya yang bernama Ikhbar Shaqr Akhdan. Hubungan mereka sudah sangat jauh.
Hingga suatu hari kedua orang tua mereka mengetahuinya, dan memisahkan mereka dengan memasukan keduanya ke pesantren.
Tiga tahun kemudian, Aisha yang ingin mengikuti pengajian terkejut saat mengetahui yang menjadi ustadnya adalah Ikhbar. Hatinya senang karena dipertemukan lagi dalam keadaan telah hijrah.
Namun, kenyataan pahit harus Aisha terima saat usai pengajian seorang wanita dengan bayi berusia satu tahun menghampiri Ikhbar dan memanggil Abi.
Aisha akhirnya kembali ke rumah, tanpa sempat bertemu Ikhbar. Hingga suatu hari dia dijodohkan dengan seorang anak ustad yang bernama Ghibran Naufal Rizal. Apakah Aisha akan menerima perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Apartemen
Annisa dalam diam memperhatikan Ghibran. Saat saudaranya itu menyuapi dan menghapus sisa makanan di bibir Aisha.
"Mas Ghibran sepertinya sangat mencintai Aisha. Kapan aku bisa dicintai begitu sama Mas Ikhbar? Dia memang baik tapi aku tahu cintanya tidak untukku. Perlakuan baik Mas Ikhbar hanya sebatas kewajiban sebagai seorang suami," gumam Annisa dalam hatinya.
Annisa menarik napas. Saat dia akan mendekati mereka, Ghibran telah menggenggam tangan Aisha mengajaknya keluar dari restoran.
Di halaman restoran langkah kaki Mas Ghibran terhenti. Annisa juga ikut berhenti, dia melihat saudaranya itu berjongkok. Ternyata pria itu memakaikan tali sepatu Aisha yang terlepas.
"Kamu beruntung dicintai dua pria. Padahal kamu banyak melakukan kesalahan, Allah masih memberikan kamu begitu banyak kenikmatan," ucap Annisa dalam hatinya.
Ghibran memeluk pinggang Aisha saat berjalan menuju mobilnya. Saat akan masuk, wanita itu melihat Annisa. Dia lalu memberikan senyuman, bagaimana pun itu saudara suaminya.
"Mas, Annisa itu," ucap Aisha sambil menunjuk dengan mulutnya. Ghibran melihat ke depan, lalu memberikan senyuman. Mereka tidak jadi masuk ke mobil.
"Kamu pulang dengan apa?" tanya Ghibran saat Annisa telah dekat.
"Ternyata Mbak Aisha tadi ikut. Kenapa Kak Ghibran tak mengatakannya?" Bukannya menjawab pertanyaan Ghibran, Annisa justru balik bertanya.
Ghibran memandangi wajah istrinya. Dia tidak mau Aisha risih dengan kehadiran Annisa, apa lagi mendengar pertanyaan wanita itu.
"Kamu tidak bertanya, jadi aku tak mengatakannya," jawab Ghibran santai.
"Aku lupa, jika pengantin baru pasti maunya terus berdua," ujar Annisa sedikit sinis.
"Aku yang mengajak Aisha. Aku tidak mau dia sendirian di rumah," ucap Ghibran.
Aisha yang awalnya tidak ingin bicara, akhirnya angkat suara. Dia hanya segan dengan suaminya jika bicara ketus dengan Annisa.
"Maaf Mbak Annisa, aku sudah menolak untuk ikut, tapi Mas Ghibran memaksa. Aku memilih duduk terpisah karena aku takut kehadiranku membuat kamu canggung saat membicarakan tentangku," ucap Aisha.
Wajah Annisa memerah mendengar jawaban dari Aisha. Apakah Ghibran mengatakan apa yang mereka bicarakan, tapi tidak mungkin. Mereka baru saja duduk berdua. Aisha pasti hanya menebak saja. Ucap Annisa dalam hatinya.
"Jangan berpikir buruk, Mbak Aisha. Aku hanya sekadar bertanya, tidak ada mengatakan hal buruk tentangmu," jawab Annisa.
"Semua hal buruk yang pernah aku lakukan, sudah aku katakan pada Mas Ghibran, dia tidak akan kaget mendengar dari siapa pun. Aku sadar diri Mbak Annisa, jika aku ini hanyalah manusia penuh dosa. Aku tidak akan pernah lupa dengan kesalahan yang pernah aku lakukan," ucap Aisha.
Ghibran yang mendengar keduanya berdebat. Lalu membukakan pintu untuk sang istri.
"Sayang, masuklah. Panas banget," ucap Ghibran. Aisha langsung masuk. Dia tahu suaminya melakukan itu agar dia dan Annisa tidak berdebat lagi.
"Kamu pulang dengan siapa? Aku antar?" tanya Ghibran.
"Tidak perlu, Kak. Aku bisa naik taksi," jawab Annisa.
"Baiklah, terserah kamu saja. Aku sebenarnya mau ke apartemen S, satu jalan menuju rumahmu," ucap Ghibran lagi.
"Kalau begitu aku nebeng," ujar Annisa. Dia lalu membuka pintu belakang dan masuk tanpa menunggu lagi.
Ghibran langsung melajukan mobilnya menuju jalanan. Ketiganya hanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Hingga Ghibran membuka suara.
"Sayang, kita makan siangnya pesan di apartemen saja, ya?" tanya Ghibran memecahkan kesunyian.
"Terserah Mas saja," jawab Aisha.
"Selalu saja jawabnya terserah. Kamu terlalu penurut jadi istri," ucap Ghibran sambil mengusap kepala Aisha.
"Siapa pun akan jadi penurut jika diperlakukan begitu, Kak. Apa lagi kamu mau menerima kekurangannya, tentu dia akan mengabdi denganmu," ucap Annisa dalam hatinya.
"Kak Ghibran beli apartemen lagi?" tanya Annisa. Setahu dirinya, apartemen Ghibran bukan yang dia katakan tadi.
"Iya. Sebagai hadiah buat Aisha. Apartemen ini atas nama dia," jawab Ghibran.
Annisa tampaknya terkejut dengan jawaban Ghibran begitu juga Aisha. Dia tidak tahu jika apartemen itu di beli dan di atas namakan dirinya.
"Apa Ibu tahu Kak Ghibran beli apartemen atas nama Aisha?" tanya Annisa lagi.
Pertanyaan Annisa itu membuat Aisha jadi tidak enak. Pasti nanti di kira keluarga Ghibran, dia morotin harta suaminya.
"Kenapa harus mengatakan pada ibu dulu. Aku beli dengan uang sendiri sebagai hadiah buat istriku. Buat ibuku juga ada bagiannya, kamu pasti tahu mengenai semua itu. Menurut Imam An-Nawawi, seseorang tidak berdosa ketika mengutamakan istri daripada ibunya sejauh ia memenuhi kewajiban nafkah bila nafkah ibunya berada di dalam tanggung jawabnya," jawab Ghibran.
Annisa langsung terdiam mendengar jawaban dari saudaranya itu. Hingga sampai tujuan, dia hanya diam saja.
"Kak Ghibran, Mbak Aisha, apa mau mampir dulu?" tanya Annisa.
"Terima kasih, Mbak Annisa. Lain kali saja," jawab Aisha.
"Jangan panggil Mbak. Nama saja. Aku adik iparmu," ucap Annisa.
"Baiklah, Annisa." Aisha menjawab singkat.
Tampak Aqila sang putri sedang bermain dengan abinya Ikhbar. Aisha sengaja memandang ke depan agar tidak melihat itu.
Ikhbar yang menyadari kehadiran Ghibran memberikan senyumannya. Namun, senyum itu pudar saat dia melihat Aisha, tapi wanita itu tidak meliriknya sedikit pun.
"Salam buat Aqila. Lain kali kami main. Kami pamit," ucap Ghibran.
Ghibran lalu melajukan mobilnya menuju apartemen. Dia lalu memesan makanan agar saat mereka sampai, makanan juga telah datang.
Sampai di sebuah gedung yang menjulang tinggi, Ghibran menghentikan mobilnya. Setelah mesin dimatikan, dia keluar. Dengan segera membuka pintu untuk sang istri.
"Mas, aku bisa buka sendiri," ucap Aisha.
"Apa salahnya aku melayani dan memanjakan istri?" tanya Ghibran.
"Aku malu. Apa lagi jika ada saudara Mas yang melihat, bisa-bisa di kira aku dikatakan jahat," jawab Aisha.
"Jangan pikirkan apa kata mereka, yang menjalani semua adalah kita berdua," jawab Ghibran.
Ghibran mampir ke pos keamanan untuk mengambil pesanan makananya, lalu berjalan menuju lift. Mereka berdua naik menuju apartemen lantai lima, tempat yang dia beli.
Sampai di apartemen, Ghibran mengatakan kode masuknya tanggal lahir sang istri. Lagi-lagi Aisha di buat heran dengan apa yang suaminya lakukan. Kebahagiaan ini terlalu sempurna baginya, sehingga dia takut semua ini hanya mimpi belaka.
Saat apartemen terbuka, Aisha tambah di buat kagum dengan isinya. Semua serba hitam putih, warna kesukaannya. Tanpa sadar air mata jatuh membasahi pipinya.
Di tempat lain, Annisa langsung masuk ke kamar dan tampak kesel. Hal itu membuat Ikhbar jadi heran.
"Ada apa? Kenapa kamu kelihatannya sangat kesel?" tanya Ikhbar.
...----------------...
biar mm nur mati kutu dapetin hana🤣🤣🤣
ampun dah mak baru ngeh ini😍
kenapa harus di diposisikan begini,seakan harus menerima karna masa lalu tapiiiii😔
Allahumma Baarik🤲