Spin Off Tawanan Cinta Pria Dewasa.
Dua kali gagal dalam pernikahan, Justin Anderson menganggap semua wanita itu sama. Sebatas mainan dan hanya merepotkan, bahkan tidak ada wanita yang membuat dia betah.
Hingga, takdir justru mempertemukannya dengan seorang gadis cantik yang terjebak keadaan. Agny Tabina, gadis belia yang dipaksa terjun ke dunia malam akibat keserakahan pamannya.
"500 juta ... tawaran terakhir, berikan gadis itu padaku." - Justin Anderson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Bukan Balita
Agny sontak menggeleng, mana berani dia menampakkan diri di hadapan publik. Justin tersenyum simpul melihat wanitanya yang kini tampak tertunduk lesu, terlihat jelas jika Agny gugup ketika Justin mengutarakan hal itu.
"Kamu tetap di sini kalau begitu, aku meminta waktu empat hari pada Edward."
Empat hari, entah kenapa meski sebenarnya hal itu sama saja dengan bunuh diri, tapi Agny merasa lebih baik Justin perlihara saja dibandingkan harus berdebar setiap saat kala menunggu siapa tamunya.
"Nanti kamu delivery saja ya ... aku tidak punya makanan selain roti," ucap Justin kemudian memasang dasi dan jasnya, dia memang terbiasa sendiri jadi mampu melakukan hal semacam itu dengan cepat tanpa hambatan.
"Om pulangnya malem ya?"
"Hm, kemungkinan ... kenapa memangnya? Kamu ingin aku pulang cepat?"
"Tidak, cuma bertanya."
Menyebalkan sekali, Justin berdecak sebal kemudian menatap Agny sekilas. Memang tidak seharusnya dia berharap pada anak kecil seperti Agny, mana mungkin dia paham perihal memanjakan pasangan, pikir pria itu.
Salahmu berharap padanya, Justin.
Pria itu menepis segala pikiran buruknya sesaat dan kini menunduk kemudian mendekatkan wajahnya di hadapan Agny. Dia ingin melihat apa mungkin wanita itu bisa memahami keinginannya.
"Kiss me," pinta Justin singkat lantaran wanita itu belum peka sama sekali.
"Cium?" tanya Agny konyol padahal sudah jelas Justin memintanya hal itu.
"Iya, apalagi memangnya kalau bukan?"
Cup
"Sudah."
Justin memejamkan mata, dia menghela napas kasar dan menenangkan batinnya. Calmdown, Justin ... jam terbangnya memang belum tinggi, wajar saja jika belum mengerti. Justin membatin dan dia tetap tersenyum meski ekspetasinya tidak sesuai realita.
"Aku pria dewasa, bukan balita, Agny."
Justin meraih tengkuk lehernya dan mengecup pelan bibir Agny lantaran tidak terima dengan kecupan singkat di keningnya. Dia bukan anak TK yang pamit pada orang tuanya, melainkan pria matang yang tengah meminta kehangatan dari wanitanya sebelum bekerja.
Berawal dari kecupan biasa, perlahan Justin memberikan sensasi yang luar biasa di bibir Agny pagi ini. Gigitan kecil yang tidak berniat menyakiti itu membuat Agny meremmas ujung jas Justin. Hatinya kembali dibuat memanas dengan setiap hal yang Justin lakukan.
Napasnya terasa sesak dan cepat-cepat Agny menepuk dada Justin. Pria itu terlalu mendalami sampai lupa jika Agny masih pemula, jelas tidak akan setenang itu mendampingi master seperti dia.
"Begitu ciuman orang dewasa, paham, 'kan?"
Justin mengusap bibir ranum Agny yang kini tampak basah akibat ulahnya. Agny yang kini memerah akibat hampir sesak napas gara-gara Justin kini berdecak sebal kemudian menepis tangan Justin.
Bisa marah juga ternyata, Justin terkekeh kemudian menjauhkan wajahnya. Marahnya Agny terlalu lucu di mata Justin hingga pria itu tidak sadar persiapannya ke kantor pagi ini memakan waktu lebih dari tiga puluh menit, padahal biasanya Justin akan selesai hanya dalam sepuluh menit saja.
Meski dia kesal, Agny tetap mengantar Justin hingga ke depan pintu lantaran terbiasa melihat mendiang kedua orang tuanya di masa lalu. Sebelum benar-benar pergi, pria itu menoleh dan kembali mengecup bibir Agny sekilas, seakan tidak rela jika harus dia tinggalkan berliannya ini.
"Jangan pergi ya, aku pasti pulang ... kalau bisa pulangnya cepat, dan kamu tetap di sini sampai aku pulang."
Agny mengangguk patuh, persis seorang adik yang tengah diminta kakaknya untuk tetap berdiam diri sementara ditinggal kerja. Sesaat kemudian Justin baru mengingat satu hal, dia meminta Agny delivery tapi uangnya lupa dia berikan.
"Segini cukup?"
"Kebanyakan ... segini saja cukup."
Malu sebenarnya, Justin sudah memberinya uang kemarin-kemarin dan kini dia harus kembali menerima uluran tangan Justin. Bukan karena dia sengaja, akan tetapi memang sejumlah uang yang Justin berikan kemarin tidak lagi Agny pegang karena dirampas paksa oleh Sigit, sang paman yang menjadi kendali dalam hidup Agny saat ini.
"Lima puluh ribu? Makan apa? Kamu kenyang segitu? Aku pulang malam, Agny."
"Iya tapi ***_"
"Tidak akan, ambil semua ... kalau ada sisanya untukmu besok-besok," ujar Justin masih sedikit sebal lantaran sikap Agny masih berusaha seakan tidak butuh uang darinya.
"Jangan sampai kamu kelaparan dan jadi alasan tidak bisa melayaniku karena sakit," tegas Justin kemudian dan hal itu membuat Agny kesal luar biasa. Luntur sudah kekaguman dalam dirinya, dia menarik seluruh uang yang hendak Justin berikan tanpa harus malu lagi.
"Iyaya!! Bawel."
Justin membeliak, beberapa kali memang kerap terlihat Agny sepertinya bukan gadis polos yang menerima semua perlakuan. Hal itu mengingatkan Justin dengan sosok Agny sewaktu bertemu pertama kali di bus.
"Apa katamu?"
"Hati-hati, Om ... gitu tadi," ucap Agny jauh sekali dari faktanya, padahal jelas sekali Justin mendengar dia memaki dengan bibir mungilnya itu.
Padahal pelan, kenapa bisa dia dengar?
.
.
.
- To Be Continue -