NovelToon NovelToon
The Last Encore: Star Blood Universe

The Last Encore: Star Blood Universe

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir / Teen / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."

Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.

Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.

Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18 : The Normal Date

Udara pagi di Seoul terasa sejuk, membawa aroma musim gugur yang mulai menyapa. Bagi warga kota, hari itu adalah Sabtu biasa. Namun bagi Wonyoung dan Sunghoon, ini adalah hari yang paling mendebarkan dalam tiga ratus tahun terakhir. Bukan karena monster Level-S, bukan karena ritual Bulan Merah, melainkan karena sebuah janji sederhana, sebuah kencan normal.

Setelah insiden Digital Ghost, agensi memberikan waktu istirahat dua hari sebelum keberangkatan besar mereka ke Paris untuk Fashion Week dan Tur Dunia. Jake dan Yujin bekerja keras melakukan "pembersihan media", membuat narasi bahwa video-video supernatural yang sempat viral hanyalah bagian dari promosi film pendek bertema fantasi yang akan dirilis IVE x ENHYPEN. Fans pun perlahan tenang, meski rasa penasaran tetap ada.

"Kau yakin tidak butuh pengawalan?" tanya Yujin sambil menatap Wonyoung yang sedang sibuk memilih topi beret di depan cermin asrama.

"Eonni, judul harinya adalah 'Kencan Normal'. Mana ada orang kencan normal membawa lima pria berjas hitam di belakangnya?" jawab Wonyoung sambil tersenyum. Ia mengenakan oversized sweater berwarna krem dan rok mini lipit, penyamaran klasik idola yang ingin terlihat seperti mahasiswi biasa.

"Tapi kau manusia sekarang, Wonyoung-ah. Jika ada yang mengenalimu dan kerumunan mulai mengepung, kau tidak bisa lagi melompat ke atap gedung," Yujin memperingatkan.

"Aku punya ponsel, dan aku punya Sunghoon. Itu cukup," Wonyoung menyambar tas kecilnya dan melesat keluar dengan langkah ringan.

Tempat pertemuan mereka adalah sebuah taman kecil yang tersembunyi di dekat Sungai Han, tempat yang jarang dikunjungi karena aksesnya yang agak sulit. Sunghoon sudah berdiri di sana, bersandar pada sebuah pohon mapel yang daunnya mulai menguning.

Ia mengenakan jaket denim dan masker hitam. Begitu melihat Wonyoung mendekat, mata Sunghoon melembut. Ia tidak lagi merasakan aura perak Wonyoung dari kejauhan, tapi ia bisa melihat binar di mata gadis itu—binar yang jauh lebih hangat dari energi bintang mana pun.

"Kau terlambat lima menit," ucap Sunghoon saat Wonyoung sampai di depannya.

"Dan kau masih menghitung waktu seperti mesin, Sunghoon-ssi," balas Wonyoung sambil tertawa kecil.

Sunghoon ragu sejenak, lalu ia melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan di tempat umum: ia meraih tangan Wonyoung dan menggenggamnya. Telapak tangan Wonyoung terasa hangat, sedikit lembap karena gugup. Bagi Sunghoon, sensasi ini jauh lebih nyata daripada jutaan volt energi yang dulu pernah mengalir di antara mereka.

"Jadi, ke mana kita akan pergi?" tanya Sunghoon.

"Lotte World," jawab Wonyoung mantap.

Sunghoon tertegun. "Tempat yang penuh dengan ribuan orang dan kamera? Kau gila?"

"Itulah poinnya. Bersembunyi di tempat yang paling terang. Lagipula, aku selalu ingin naik carousel sambil memakan bando telinga kelinci tanpa harus khawatir ada monster yang menyerang dari bawah tanah."

Lotte World saat akhir pekan adalah definisi dari kekacauan manusia. Suara teriakan dari wahana roller coaster, aroma popcorn karamel, dan musik taman bermain yang ceria memenuhi udara.

Wonyoung dan Sunghoon berjalan di antara kerumunan dengan masker tetap terpasang. Mereka benar-benar terlihat seperti pasangan muda biasa. Sunghoon membelikan Wonyoung bando telinga kelinci, sementara ia sendiri dipaksa memakai bando telinga kucing hitam oleh Wonyoung.

"Jangan berani-berani memotret ini," ancam Sunghoon saat Wonyoung mengeluarkan ponselnya.

"Terlambat! Ini untuk arsip pribadi klan Star," goda Wonyoung sambil menjepret foto Sunghoon yang tampak kikuk namun tampan dengan telinga kucing.

Mereka naik wahana satu per satu. Saat berada di puncak Gyroswing, Wonyoung refleks memejamkan mata dan mencengkeram lengan Sunghoon.

"Kau takut?" tanya Sunghoon di tengah deru angin.

"Aku lupa kalau aku tidak bisa terbang lagi! Rasanya perutku tertinggal di bawah!" teriak Wonyoung.

Sunghoon tertawa, tawa yang lepas. Ia merangkul bahu Wonyoung, melindunginya dari guncangan. Untuk pertama kalinya, rasa takut akan ketinggian terasa menyenangkan karena ada seseorang yang menjaganya, bukan karena ia harus menjaga keseimbangan supernaturalnya.

Setelah puas bermain, mereka duduk di sebuah bangku kayu di tepi danau buatan, menikmati es krim yang mulai meleleh.

"Sunghoon-ssi," panggil Wonyoung pelan.

"Hmm?"

"Apa kau merasa... diikuti?"

Sunghoon langsung menegang. Insting Hunter-nya, meski tanpa kekuatan, masih sangat tajam. Ia mengedarkan pandangan secara halus. Di kejauhan, dekat stan minuman, ia melihat seorang pria dengan jaket hoodie abu-abu yang terus memegang kamera panjang ke arah mereka.

"Paparazzi?" bisik Sunghoon.

"Bukan. Auranya... tidak manusiawi," ucap Wonyoung. "Meski aku tidak bisa melihat The Void lagi, tapi rasa dingin di tengkukku ini... ini adalah tanda ada sisa energi Mr. Oh."

Tiba-tiba, pria ber-hoodie itu bergerak mendekat. Ia tidak berjalan, melainkan meluncur dengan gerakan yang sedikit terlalu halus untuk manusia normal.

"Kita harus pergi ke tempat yang lebih sepi," ucap Sunghoon. Ia menarik tangan Wonyoung, berjalan cepat menuju area indoor yang menuju ke arah gudang pemeliharaan yang sepi.

Di dalam lorong pemeliharaan yang gelap dan dipenuhi pipa-pipa besar, pria ber-hoodie itu akhirnya menampakkan dirinya. Ia melepas penutup kepalanya, menyingkapkan wajah yang pucat dengan urat-urat hitam yang menonjol di lehernya.

"Kalian pikir bisa bersenang-senang setelah menghancurkan Tuanku?" suara pria itu parau, seperti gesekan logam.

"Siapa kau?" Sunghoon melangkah ke depan Wonyoung, tangannya meraba sakunya, namun ia tersadar ia tidak membawa belati atau senjata apa pun. Ia benar-benar hanya membawa dompet dan es krim yang sudah habis.

"Aku adalah sisa-sisa yang tertinggal. Sebuah serpihan yang tidak ikut musnah saat piringan itu pecah," pria itu mengangkat tangannya, dan gumpalan asap hitam kecil mulai terbentuk. "Tanpa kekuatan abadi, kalian hanyalah daging yang mudah tercabik."

Monster itu menerjang. Sunghoon bereaksi dengan insting atletisnya. Ia melakukan sliding di bawah kaki monster itu dan mencoba menendang tumpuan kakinya. Namun, monster itu jauh lebih kuat. Sunghoon terlempar menghantam dinding pipa.

"Sunghoon!" teriak Wonyoung.

Wonyoung melihat sebuah pipa besi panjang yang tergeletak di dekat tumpukan alat. Ia menyambarnya. “Ingat latihan masa lalu, Wonyoung. Fokus pada titik beratnya,” batinnya.

Saat monster itu bersiap menghantam Sunghoon lagi, Wonyoung mengayunkan pipa besi itu dengan seluruh tenaganya ke arah punggung monster tersebut.

PANG!

Monster itu mengerang. Wonyoung tidak berhenti. Ia menggunakan teknik bela diri yang pernah ia pelajari saat masih menjadi Hunter muda di abad ke-18. Ia menusukkan ujung pipa ke arah leher monster itu.

"Sunghoon, sekarang!"

Sunghoon bangkit, ia melihat sebuah kabel listrik tegangan tinggi yang sedikit terbuka di atas pipa. Ia menarik kabel itu dengan tangan yang dibungkus jaket denimnya, lalu menempelkannya ke pipa besi yang sedang dipegang Wonyoung.

Zzzzzzt!

Arus listrik mengalir deras melalui pipa besi dan membakar energi asap hitam monster tersebut. Monster itu menjerit sebelum akhirnya menguap menjadi abu hitam yang berbau belerang.

Keheningan kembali menyelimuti lorong. Wonyoung melepaskan pipa besi itu, tangannya gemetar hebat. Sunghoon segera menghampirinya, memeriksa telapak tangan Wonyoung yang sedikit memerah karena gesekan.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Sunghoon cemas.

Wonyoung menarik napas panjang, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup liar. "Aku... aku baru saja membunuh monster dengan pipa besi. Tanpa panah cahaya."

Sunghoon menarik Wonyoung ke dalam pelukannya. "Kau luar biasa, Wonyoung-ah. Kau menyelamatkanku lagi."

Wonyoung menyandarkan wajahnya di dada Sunghoon, mendengarkan detak jantung pria itu yang juga sangat cepat. "Ternyata kencan normal kita tidak benar-benar normal, ya?"

Sunghoon mencium puncak kepala Wonyoung. "Mungkin bagi kita, 'normal' adalah definisi yang berbeda. Selama kita bersama, monster mana pun tidak akan bisa memisahkan kita."

Mereka keluar dari lorong itu melalui pintu belakang, kembali ke tengah kerumunan taman bermain. Tidak ada yang tahu bahwa beberapa menit lalu baru saja terjadi pertempuran hidup dan mati.

Saat matahari mulai terbenam di ufuk barat, menciptakan warna oranye yang cantik di langit Seoul, mereka naik ke wahana terakhir, Ferris Wheel (Bianglala).

Di dalam kapsul bianglala yang bergerak lambat, mereka duduk berdampingan. Pemandangan kota Seoul dari ketinggian tampak sangat memukau dengan lampu-lampu yang mulai menyala satu per satu.

"Sunghoon-ssi," panggil Wonyoung. Ia menatap ke luar jendela. "Apa kau takut ke Paris? Tanpa kekuatan, tanpa sihir... kita hanya punya diri kita sendiri."

Sunghoon menggenggam tangan Wonyoung lebih erat, menyatukan jari-jari mereka. "Awalnya aku takut. Tapi setelah melihatmu bertarung dengan pipa besi tadi, aku sadar satu hal. Kekuatan kita bukan berasal dari piringan hitam itu. Kekuatan kita adalah keinginan kita untuk saling melindungi."

Sunghoon menatap wajah Wonyoung yang diterpa cahaya senja. Tanpa sadar, ia mendekat. Wonyoung tidak menjauh. Di titik tertinggi bianglala, di bawah langit yang mulai berubah menjadi ungu, mereka berbagi ciuman pertama mereka sebagai manusia sejati.

Tidak ada ledakan energi, tidak ada pilar cahaya, tidak ada getaran kosmik. Hanya ada rasa hangat, detak jantung yang sinkron, dan janji bisu yang terukir di jiwa mereka.

"Kencan normal ini..." bisik Wonyoung saat mereka melepaskan tautan bibir mereka. "Aku menyukainya. Sangat menyukainya."

"Aku juga," jawab Sunghoon.

Saat mereka turun dari bianglala, ponsel Wonyoung bergetar. Sebuah pesan dari Han:

"Koper sudah di dalam pesawat. Tiket kalian sudah siap. Paris menunggu. Dan ingat, piringan perak itu baru saja mencatat memori paling berharga malam ini. Itu akan menjadi sumber kekuatan baru kalian."

Wonyoung dan Sunghoon berjalan keluar dari Lotte World, bergandengan tangan di bawah sorotan lampu jalan. Esok hari, mereka akan kembali menjadi idola papan atas yang akan mengguncang Paris. Tapi malam ini, mereka hanyalah Wonyoung dan Sunghoon, dua manusia yang baru saja menyadari bahwa keajaiban yang paling besar bukanlah abadi, melainkan kemampuan untuk mencintai dalam kefanaan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!