Dendam dua jiwa.
Jiwa seorang mafia cantik berhati dingin, memiliki kehebatan dan kecerdasan yang tak tertandingi, namun akhirnya hancur dan berakhir dengan mengenaskan karena pengkhianatan kekasih dan sahabatnya.
Jiwa yang satu adalah jiwa seorang gadis lugu yang lemah, yang rapuh, yang berlumur kesedihan dan penderitaan.
Hingga akhirnya juga mati dalam kesedihan dan keputus asaan dan rasa kecewa yang mendalam. Dia mati akibat kelicikan dan penindasan yang dilakukan oleh adik angkatnya.
Hingga akhirnya dua jiwa itu menyatu dalam satu tubuh lemah; jiwa yang penuh amarah dan kecewa, dan jiwa yang penuh kesedihan dan putus asa, sehingga melahirkan dendam membara. Dendam dua jiwa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18. Kehebohan di Kantin Sekolah part. 2
Sungguh apa yang terjadi barusan di depan hidung mereka lebih mengerikan dan lebih menegangkan lagi dari yang sudah-sudah. Membuat beberapa siswa putri sempat menjerit kaget dan ngeri.
Dengan ringannya dan mudahnya Annabella membanting kepala Vanka dan Stella di atas meja tanpa kesulitan sama sekali.
Membuat geng Rangga maupun geng Reinald terpaku diam di tempat mereka masing-masing. Sungguh mereka seakan belum bisa percaya kalau aksi itu dilakukan oleh seorang Annabella, cewek yang dulunya cupu, lemah, dan penakut.
Sedangkan Nikita sudah menyalangkan sepasang mata indahnya lebar-lebar, seakan belum percaya dengan apa yang dia lihat, tidak percaya kalau Annabella berani melakukan aksi itu di depan Rangga maupun Reinald.
Sungguh Annabella tampaknya sama sekali tidak takut. Malah dia yang merasa takut dan ngeri melihat adegan itu. Sampai-sampai dia lupa membersihkan air jus yang masih belepotan di wajahnya yang kini sudah pucat.
Sementara nasib Vanka dan Stella sungguh malang di tangan Annabella.
Tampak tubuh mereka begitu kaku, nyaris tak bisa digerakkan. Cengkeraman jari-jari lentik Annabella begitu kuat laksana capitan besi. Kedua tangan mereka hanya bisa memegang cengkeraman itu. Mereka seakan tak punya daya untuk melepaskan.
Wajah cantik mereka sudah memerah bagai kepiting rebus karena menahan rasa sakit. Sedangkan napas mereka sudah megap-megap. Suara mereka nyaris hilang, tercekat di tenggorokan.
"Jika kalian nggak mau bicara baik-baik, nasib kalian seperti kedua cewek tolol ini!"
Seketika terdengar suara Annabella di tengah suasana yang tercekik oleh kebisuan, terendam oleh kesunyian, bernada dingin yang membekukan. Seakan melontarkan kalimat pesan yang penuh ancaman.
Suasana masih menegangkan dan masih horor untuk menanggapi ucapan mengerikan itu. Sedangkan baik Rangga maupun Reinald masih terpaku diam di tempat masing-masing dan masih terdiam membisu.
Tampaknya mereka masih shock karena masih belum percaya dengan apa yang mereka lihat.
Di tengah suasana menegangkan itu Annabella seketika menatap Nikita yang masih menatap nanar pada nasib sial kedua sahabatnya.
Annabella mengunci wujud Nikita dalam tatapan tajam yang menusuk, begitu dingin seakan hendak membekukan seluruh wujud Nikita.
"Nikita..., aku peringatkan padamu," kata Annabella bernada dingin, tapi sikapnya tetap tenang, "jika kau berani lagi berkata yang nggak-nggak tentang aku..., aku pastikan nasibmu lebih buruk dari kedua teman tololmu ini."
Nikita hanya bisa tercekat diam mendengar ucapan Annabella yang sarat akan ancaman itu. Wajahnya makin pucat. Tanpa sadar dia memegang lehernya. Sepasang matanya menatap takut dan ngeri pada Annabella. Tapi di kedalaman mata licik itu masih terpendam rasa benci dan dendam.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Annabella segera mengangkat Vanka dan Stella yang masih tidak berkutik dengan ringan seakan tanpa beban. Lalu menghempaskan mereka begitu saja ke samping kiri kanannya dengan cukup kuat.
Membuat kedua gadis malang itu terhempas oleng ke samping nyaris hilang keseimbangan. Untung saja salah seorang anggota geng Reinald dan geng Rangga cepat menangkap keduanya, sehingga mereka tidak jatuh ke lantai kantin.
Kemudian, setelah menguasai perasaan dan diri mereka, dengan sikap dan ekspresi masih takut dan ngeri, Vanka dan Stella kembali ke sisi Nikita. Untuk beberapa saat lamanya mereka belum berani menengok Annabella.
Sedangkan Annabella, seakan tidak menghiraukan lagi dengan keadaan sekitarnya, dia segera meraih tas dan buku bacaan yang masih tergeletak di meja, hendak meninggalkan tempat ini, lagaknya.
★☆★☆
Tapi....
"Tunggu! Urusan kita belum selesai!" seketika Reinald terbangun dari keterperangahannya, dan langsung mencegah kepergian Annabella. Nada suaranya begitu datar dan dingin.
Sama sekali tidak ada rasa takut padanya dengan apa yang dipertunjukkan oleh Annabella. Dia seorang ahli bela diri. Gengsi lah jika cuma adegan kayak gitu dia langsung ciut.
Sedangkan Annabella, seketika menghentikan gerakannya. Lalu menatap Reinald dengan datar, dingin, dan... berani. Satu perbuatan yang belum pernah dia lakukan semenjak mengenal seorang Reinald. Membuat wajah angkuh Reinald sedikit terkejut.
Tapi Annabella seperti merespon cegatan Reinald itu. Dia cuma memasukkan buku bacaannya ke dalam tas. Lalu meletakkan kembali tasnya di atas meja. Terus dia duduk dengan tenang di kursinya kembali.
Sementara sikap dan pembawaannya kembali seperti semula; kembali menampakkan wajah cantik yang manis, anggun mempesona, kalem, tenang, santai.
Melihat perubahan itu, membuat Rangga semakin tidak mengerti dengan keadaan dan perubahan gadis itu yang sekarang ini.
"Sebaiknya kamu tinggalkan tempat ini, Niki!" Reinald beralih memandang Nikita yang masih belepotan air jus. "Bersihkan dirimu dulu sebelum masuk kelas!"
Nikita seperti belum merespon perintah Reinald, dia masih linglung dengan apa yang terjadi. Tapi Vanka dan Stella yang masih ketakutan langsung menarik Nikita, dan segera capcus dari kantin.
"Sepertinya Tuan-tuan ini ada urusan dengan aku," kata Annabella bernada kalem dan tenang sambil sedikit tersenyum. "Kalau boleh tahu urusan apa?"
Reinald menelan salivanya sebentar melihat keberanian yang berbalut ketenangan Annabella saat ini. Sedangkan wajah dingin Rangga semakin beku menyaksikan sikap gadis menawan itu yang seakan menantang sekaligus meremehkan mereka semua.
Meremehkan kelelakian dan harga diri mereka.
"Aku tanya sekali lagi, motor sport biru di pojok parkiran belakang sebelah kanan, apa itu motormu, Bell?" tanya Reinald akhirnya bernada dingin berbalut amarah.
"Nikita melihatnya kamu membawa motor itu ke rumahmu," kata Donnie, salah satu teman Reinald, bernada dingin menambahkan.
"Motor yang mana?" ucap Annabella masih berlagak pilon. "Aku merasa nggak punya motor tuh...."
"Apa kamu pikir omongan Nikita dusta, gitu, Bella?" berang Armand, salah satu anggota geng Rangga sudah tersulut emosi.
Adegan memukau yang ditunjukkan Annabella tadi tidak membuatnya takut. Malah dia berpikir kalau adegan itu cuma kebetulan saja Annabella bisa melakukan.
Dan apa yang dipikirkan Armand itu sama juga yang dipikirkan oleh semua teman Reinald maupun Rangga. Mereka jelas-jelas masih meremehkan Annabella yang cuma menggertak itu.
"Aku nggak tahu apa yang ular betina itu katakan kepada kalian semua," tanggap Annabella tetap kalem dan tenang. "Yang jelas... aku nggak punya motor."
Dengan cepat Reinald meraih handphone-nya. Mengutak-atik sebentar, lalu menunjukkan sebuah foto motor sport biru di depan Annabella sambil berkata bernada geram.
"Lalu... ini motor siapa kalau bukan motormu hah?"
Annabella cuma melihat sekilas motor sport biru milik Fiorella itu, cuma satu detik. Setelah itu Reinald menarik kembali HP-nya dari hadapannya.
"Itu bukan motorku," sahut Annabella tetap kalem dan tenang. Dan dia memang berkata jujur. Dia hanya menjawab sesuai pertanyaan.
"Kenapa kamu ini bertele-tele sekali, Bella?" berang Ronny, anggota geng Reinald, sudah emosi. "Tinggal bilang itu adalah motormu, apa repotnya sih?"
"Apa karena itu motor curian sehingga kamu malu mengakuinya!" lanjutnya sarkas.
"Hati-hati dengan omonganmu, Ronny, jangan asal main tuduh sembarangan!" tanggap Annabella bernada kalem dan tenang sambil meraih gelas kosong di atas meja, lalu memain-mainkannya.
"Jangan sampai aku membuatmu lebih parah dari Vanka dan Stella tadi," lanjutnya jelas melontarkan ancaman.
"Kau pikir dengan permainan murahanmu itu membuat aku...."
★☆★☆
Dengan cepat Annabella bergerak, melemparkan gelas yang ditangannya ke arah mulut Ronny yang berdiri di belakang sebelah kanannya, tanpa menoleh.
Pantat gelas kaca itu meluncur amat cepat, Ronny jelas sempat menyadari dan tidak waspada. Maka pantat gelas yang keras itu langsung menghantam congor busuk Ronny dengan telak, keras, dan presisi.
Membuat ucapan sampahnya langsung terpenggal di udara. Membuat tubuhnya terjajar ke belakang sambil mengerang kesakitan. Tentu saja bibirnya langsung pecah bukan?
Apa yang terjadi selanjutnya?
Tentu saja suasana kembali dibuat heboh. Rasa kaget bercampur kengerian langsung terpelotot di mata orang-orang yang melihat adegan itu.
Tapi....
Di saat semua orang masih tenggelam dalam rasa kaget yang mendebarkan, Annabella kembali bergerak. Secepat dia berdiri secepat itu pula tubuhnya bergerak menyerang.
Dengan amat cepat kaki kanannya melayang dan dengan telak menghantam dada Ronny tanpa ampun. Membuatnya bukan lagi terjajar, tapi langsung terlontar jatuh ke lantai marmer dengan keras, dengan penuh hina.
Sementara itu gelas yang tadi masih melayang di udara kini sudah meluncur jatuh. Namun dengan sigap Annabella berhasil menangkapnya.
Adegan ini bukan adegan kaleng-kaleng bukan?
Tapi belum juga Annabella bisa berdiri tenang, Armand mencoba melakukan penyerangan. Dia bergerak cepat hendak menendang menyamping pinggang Annabella.
Namun satu hal yang tidak diketahui Armand dan semua orang yang ada di situ jika yang dia lawan bukanlah Annabella, melainkan Fiorella, seorang ratu mafia yang geng mafia kelas kakap saja sudah ketar-ketir melawannya.
Sungguh mimpi jika Armand bisa mempecundangi Fiorella --di dalam tubuh Annabella--.
Begitu kaki kanannya sudah menapak di lantai, Annabella langsung melompat dengan ringan ke udara sambil berputar. Sementara kaki kirinya yang ikut melayang siap menyabet kepala Armand.
Kejap berikutnya....
Tendangan menyamping Armand hanya menyabet sasaran kosong, karena tubuh Annabella sudah berada di udara, di atas kakinya. Sedangkan tumit kaki kiri Annabella langsung menghantam samping kepalanya dengan telak dan keras.
Desss!
"Aughk!"
Saking keras dan kuatnya tendangan terputar itu menghantam kepala Armand, membuat tubuhnya langsung limbung. Karena keseimbangannya sudah rapuh, maka tubuhnya seketika jatuh dengan keras ke lantai bersama harga dirinya yang hina.
Sisa anggota geng Rangga maupun geng Reinald yang belum dapat giliran langsung bergerak, hendak menyerang Annabella yang sudah menapakkan kedua kakinya di lantai.
Mereka amat penasaran sekali, kenapa begitu mudahnya Ronny maupun Armand dapat dipecundangi oleh Annabella dengan mudah.
Tapi....
"Tahan....!"
Seketika Rangga berseru cukup keras mencegat tindakan keenam cowok pengecut itu. Saking hebatnya seruan itu membuat mereka semua mengurungkan niat.
Tapi mereka semua menatap Rangga dengan tatapan protes, kenapa dia mencegah mereka bertindak terhadap Annabella.
Sementara Reinald seakan tidak menghiraukan keadaan sekitarnya lagi. Sepasang matanya yang menyorotkan keterkejutan terus menatap Annabella dengan lekat.
Sumpah, adegan yang dipertunjukkan oleh gadis itu, dari awal hingga adegan terakhir tadi, sungguh dia belum bisa habis pikir jika itu dilakukan oleh seorang Annabella.
Seorang gadis yang dulunya begitu lemah, begitu rapuh, begitu penakut. Begitu pasrah saat dibully.
Namun sekarang, kenapa Annabella yang dulu seakan tiba-tiba saja lenyap, seakan berganti dengan Annabella yang berbeda, yang tampil beda.
★☆★☆★