Ibu Alya meninggal karena menyelamatkan anak majikannya yang bernama Bagas, dia adalah tuan muda dari keluarga Danantya.
~
Bagas patah hati karena kepercayaannya dihancurkan oleh calon istrinya Laras, sejak saat itu hatinya beku dan sikapnya berubah dingin.
~
Alya kini jadi yatim piatu, kedua orang tua Bagas yang tidak tega pun memutuskan untuk menjodohkan Bagas dan Alya.
~
Bagas menolak, begitupun Alya namun mereka terpaksa menikah karena terjadi sesuatu yang tidak terduga!
~
Apakah Bagas akan menerima Alya sebagai istrinya? Lalu bagaimana jika Alya ternyata diam-diam mencintai Bagas selama ini?
Mampukah Alya meluluhkan hati Bagas, atau rumah tangga mereka akan hancur?
Ikuti kisahnya hanya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon znfadhila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18.
Acara pernikahan sudah selesai, semua orang sudah bubar dan keluarga Bagas memberikan ruang pada pengantin baru itu untuk berbicara.
Alya mengajak Bagas ke kamarnya untuk berbicara mengenai hubungan mereka, Alya juga ingin tau apakah Bagas memang memiliki bukti untuk membuktikan jika Alya tidak bersalah.
Alya duduk lebih dulu, dia masih memakai kebaya pernikahan yang datang dan dipesan secara mendadak, begitupun Bagas hari ini sangat melelahkan untuk keduanya terutama batin mereka yang cukup terkuras.
Alya tidak langsung berbicara, dia malah diam Bagas sendiri membiarkan Alya siapa tau istrinya itu akan bicara lebih dulu, namun ternyata Alya tetap diam setelah mereka duduk.
"Mau sampai kapan diem Al?" suara Bagas membuat Alya tersentak, dia meringis pelan.
"M-maaf a-aku-"
"Kita ganti baju dulu aja, kamu juga ganti baju dulu bersih-besih habis itu kita ngobrol, apapun yang kamu pikirin bisa langsung kamu utarain ke aku jangan ditutupin." ucap Bagas, dia bisa melihat ekspresi Alya yang menyimpan berbagai macam pertanyaan.
"Iya, kalo gitu aku duluan bersih-bersihnya." Alya mencoba untuk tidak canggung, Bagas mengangguk.
"Iya." Alya segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri, kamar mandinya berada di luar kamar ya karena kan rumah Alya tidak sebesar rumah keluarga Danantya dimana setiap kamar terdapat kamar mandinya.
Setelah istrinya itu membersihkan diri, Bagas segera menghubungi Joshua dan bertanya mengenai bukti yang sudah di kumpulkan oleh anak buahnya.
[Apa semua buktinya udah ada?] tanya Bagas di sambungan telpon, meskipun mereka berada di satu rumah tapi Bagas memilih untuk menelpon saja karena tidak ingin mengganggu Joshua dan Berlian.
Bagas khawatir pasutri itu malah sedang bermesraan dan mengotori pandangannya, lebih tepatnya sih Bagas khawatir jika dia iri dan ingin bermesraan juga dengan Alya eh!
[Udah, nanti dikirim cari bukti disini bukan hal yang sulit, terus sepupunya Alya juga udah diamanin dia berniat kabur.] jawab Joshua santai.
[Jadi dia dalangnya?]
[Hmmm, sebenernya dia yang hamil tapi malah nuduh Alya anehnya mereka semua percaya langsung, gak habis pikir mereka bisa percaya dengan mudah sama hasutan orang lain.] Joshua heran sendiri karena harusnya mereka mencari tau dulu bukan langsung menghakimi bahkan ingin bertindak anarkis.
[Brengsek! apa dia gak liat ibunya di penjara, masih berani juga cari masalah.] Bagas mengumpat kesal.
[Orang kaya mereka gak akan mungkin sadar, dia stress kali.] Joshua malas sekali memikirkan segala kemungkinan.
[Makasih udah bantu, besok aku pasti bakal beresin semuanya dan mereka yang terlibat akan mendapat balasan setimpal.]
[Kalo butuh bantuan langsung kabarin aku, oh iya jangan sampe kamu berniat nyakitin Alya, kalian udah nikah dan yang paling penting Alya sekarang sendiri jangan biarin dia makin hancur.] Joshua hanya sekedar mengingatkan.
[Aku gak sejahat itu, apalagi sampai mempermainkan pernikahan.] kata Bagas tegas, Joshua disebrang sana tersenyum penuh arti.
[Baguslah, oh iya masalah pelaku yang nabrak Ibunya Alya udah ada informasi kita bisa bahas nanti setelah pulang.] ucapan Joshua membuat Bagas sedikit gugup.
[Iya makasih.]
[Sama-sama, aku tutup.]
TUT!
Joshua langsung menutup telponnya, pikiran Bagas kini tertuju pada pelaku yang berusaha untuk mencelakainya, namun gagal karena Ambar lah yang tertabrak.
"Apa ini bukan kecelakaan biasa? atau emang udah direncanain tapi targetnya aku?" Bagas mulai menerka-nerka, jika benar direncanakan maka siapa pelaku yang ingin menyakitinya?
Sedang sibuk memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi, Alya datang setelah selesai membersihkan diri, Alya cukup heran karena Bagas begitu fokus sampai tidak menyadari kehadirannya.
"Bang Bagas." Alya menepuk pundak Bagas secara perlahan, tadi Alya sudah mencoba memanggil tapi Bagas tidak meresponnya.
"Hah iya kenapa?" Bagas tersentak kaget untung dia tidak mengumpat pada Alya.
"Aku udah selesai bersih-bersihnya, sekarang giliran Abang mumpung di kamar mandi masih kosong." ucap Alya yang mulai memberanikan diri.
"Oh iya, aku mandi dulu." Bagas segera beranjak, Alya menatap punggung Bagas yang semakin menjauh itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Sebenernya Bang Bagas kenapa?" gumam Alya penasaran, dia memilih untuk menyiapkan baju Bagas tadi Berlian sudah memindahkan koper milik Bagas ke kamar Alya.
"Apa hari ini kita bakal tidur di satu kamar?" Alya mendadak gugup sendiri, sejujurnya dia belum siap untuk melangkah lebih jauh.
****
Bagas selesai berganti baju, Alya kini kembali masuk kedalam kamarnya suasana diantara keduanya masih canggung, ya bagaikan mimpi saja karena keduanya sudah sah menjadi suami istri.
"Al."
"Bang."
Keduanya kompak memulai pembicaraan, Bagas tersenyum tipis.
"Kamu duluan." ucap Bagas, Alya mengangguk.
"Apa Bang Bagas udah punya bukti soal masalah tadi?" tanya Alya, Bagas terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk.
"Joshua baru dapet buktinya tadi, maaf aku telat buat cari bukti." Bagas sedikit berbohong.
'Maaf Al, tapi dengan cara ini aku bisa tetep lindungin kamu, aku janji akan mencintai kamu sepenuh hati aku, maaf aku bohong sama kamu.' batin Bagas merasa bersalah, entahlah dia tidak ingin melepaskan Alya.
Alya menghela nafas lega, dia merasa lega karena bukti itu akan membungkam semua mulut warga yang menghina dan merendahkannya tadi, tapi yang jadi masalah sekarang Alya sudah jadi istri Bagas.
"Kamu marah?" Bagas kembali bertanya karena Alya tidak memberi respon, Alya menggelengkan kepalanya.
"Aku gak marah, justru aku berterimakasih soalnya bukti itu bisa bikin mereka semua sadar kalo aku sama sekali gak hamil." Alya menarik nafas berat, sejak datang kesini selalu saja ada masalah yang datang.
"Kamu tenang aja besok aku pastikan mereka semua yang terlibat akan dituntut atas pencemaran nama baik, tapi masalah pernikahan bisa kita mulai dari awal?" tatapan Bagas berubah teduh saat menatap Alya.
Jelas jantung Alya mulai berdetak tak karuan, dia sangat gugup apalagi Bagas terlihat sangat tampan.
"T-tapi, apa Bang Bagas gak nyesel nikah sama aku? apalagi ini desakan dari semua orang." Alya menundukkan kepalanya, dia masih insecure pada dirinya sendiri.
Bagas mengerutkan keningnya, kenapa Alya bisa berpikir seperti itu padahal Bagas disini yang langsung setuju padahal Zaki dan Husna sempat memberi solusi lain namun Bagas kukuh ingin menikahi Alya.
"Kenapa harus nyesel? aku gak nyesel sama sekali Al, pernikahan ini memang mendadak tapi aku gak pernah berniat untuk main-main apalagi soal pernikahan." Bagas memberikan jawaban yang tegas.
Bagas kemudian menggenggam tangan Alya yang sedikit terkejut, tapi Alya tidak berusaha melepaskan genggaman tangan Bagas.
"Al aku tau ini gak mudah, tapi aku gak akan maksa kamu buat langsung terima aku, kita mulai pelan-pelan ya? kita sama-sama buka hati."
Alya tanpa sadar menganggukan kepalanya, dia seolah terhipnotis dengan tatapan tulus Bagas padanya.
"I-iya, aku bakal berusaha." Alya sampai terbata, Bagas tersenyum dia mengacak gemas rambut Alya.
"Kalo gitu hari ini aku tidur di kamar tamu, kamu bisa istirahat sambil nenangin diri, masalah besok jangan khawatir aku pasti beresin secepatnya, habis itu kita bisa langsung pulang lagi ke kota."
Alya tentu terkejut dan tidak menyangka jika Bagas memilih mengalah padanya malam ini, padahal tadi Alya berpikir bahwa mereka akan tidur bersama.
"Tapi-"
"Aku ngerti, jangan maksain diri."
CUP!
"Selamat tidur istriku!"
DEG!
'Aihh jantungkuuuuuuuu!'
Bersambung..........