Rio seorang master chef yang menyukai seorang wanita penyuka sesama jenis
bagaimana perjuangan Rio akankah berhasil mengejar wanita yang Rio cintai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayunda nadhifa akmal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
Aku menuju apartemen,aku mulai memakai cincin silver yang Rey berikan padaku, setiap hari aku juga memakai topi hitam yang aku simpan milik Rey.
Aku yakin suatu saat aku bisa bertemu dengan Rey, gadis tomboy yang selalu memenuhi relung hatiku.
Aku memulai pekerjaanku di dapur,kini hanya aroma bawang dan aroma masakan yang selalu menemaniku.
Aku selalu rutin mengecek aplikasi hijau milikku, barang kali ada pesan masuk untukku dari Rey tapi semuanya hanya mimpi belaka.
aku tersenyum memandangi cincin silver yang terpasang di jariku, semangatku langsung naik saat aku melihat cincin silver yang Rey berikan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Saat hendak berjalan menuju parkiran mobil,aku melihat Alana yang sedang bersandar di mobilku.
Aku tak memperdulikannya.
"Rio"ujarnya dengan nada tinggi.
"apalagi,bisa nggak kamu tidak mengganggu hidupku lagi"ujarku dengan nada tinggi
"aku nggak mau putus Rio"
aku menariknya dengan kasar dan menjauhkannya dari pintu mobilku,Alana tampak kesakitan karena lututnya beradu dengan aspal.
Tanpa memperdulikannya aku segera pergi meninggalkan Alana yang tampak meringis kesakitan.
POV ALANA
Aku menunggu Rio sambil bersandar di pintu mobilnya. Sudah kubayangkan ia akan datang, lelah lalu luluh—seperti dulu. Apalagi setelah aku berhasil menyingkirkan Rey, seharusnya tidak ada lagi yang menghalangi kami.
Saat Rio muncul, wajahnya tampak kelelahan. Aku tersenyum, siap menyambutnya… tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Ia bahkan tidak melihatku sebagai seseorang yang penting. Tatapannya penuh dingin. Saat aku mencoba bicara, ia mendorong tubuhku begitu kasar hingga aku terjatuh. Lututku menghantam aspal, perih, berdarah—tapi yang lebih sakit adalah sikapnya.
Rio benar-benar tidak mempedulikanku lagi.
Padahal aku sudah melakukan semuanya untuk membuat Rey pergi. Untuk membuatnya kembali padaku.
Tapi tetap saja… baginya aku tidak lebih dari bayangan yang ingin ia hapus dari hidupnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
POV REY
Aku memulai hidup baruku di kota ini,aku membuka kedai kopi ku,aku menamai kedai kopi ku dengan nama kedai R.
Kedai hari ini lumayan sepi,mungkin saja karena baru hari pertama buka,tapi dengan keahlian ku dalam membuat kopi dan cake aku yakin suatu saat nanti kedai kopi ku akan ramai.
"selamat datang kak,mau pesan apa"ujarku ramah
Gadis itu menunjukkan beberapa menu makanan dan kopi dingin,dengan segera aku menyiapkannya.
"silahkan kak"ujarku sambil menatap beberapa makanan di mejanya.
Ada pelanggan dan beberapa keluarga hari ini, mereka sepertinya keluarga harmonis,
aku membayangkan bagaimana nanti aku dan Rio akan menikah dan mempunyai anak dan bahagia.
Tapi itu semua hanya akan sia sia,karena Rio lebih percaya pada rumor itu, daripada percaya padaku.
sore harinya aku memutuskan untuk menutup kedai kopi ku,aku ingin berbelanja bahan makanan dan minuman yang mulai berkurang.
Aku menatap pintu kedai begitu lama hingga aku teringat ucapan Rio yang ingin resign dan membuka kedai bersama aku saat menikah nanti.
Aku tersenyum miris mengingat kata kata Rio,begitu manis terdengar tapi pahit pada kenyataannya.
Aku menyusuri beberapa pertokoan,saat aku melihat sebuah arloji hitam yang nampak cocok dengan Rio,aku memutuskan untuk membelinya.
Aku mencari sebuah jasa pengiriman untuk mengirimkan arloji ini pada Rio,aku ingin jika suatu saat bertemu dengannya ia memakai arloji yang aku berikan.
Aku memasukkan arloji hitam itu ke dalam kotak kecil berbalut beludru. Entah kenapa dadaku terasa sesak saat menutupnya. Ada bagian dalam diriku yang berharap Rio akan tersenyum ketika membukanya… meski aku tahu, mungkin hadiah ini tak akan berarti apa-apa baginya sekarang.
Setelah mengurus pengiriman, aku berjalan pulang sambil memeluk diriku sendiri. Angin sore kota ini terasa sedikit lebih dingin, atau mungkin perasaanku saja.
Sesampainya di depan kedai, aku menatap papan nama kecil bertuliskan Kedai R. Huruf R itu awalnya kupilih untuk “Rey”, tapi kini aku tak yakin. Apakah itu berarti Rio juga? Atau kenangan yang seharusnya kutinggalkan di belakang?
POV Rio
Beberapa hari berlalu begitu saja,hari hari yang ku lalui terasa begitu hampa, rutinitas ku begitu saja,tidur,makan, bekerja lalu pulang.
Andai saja Rey ada di sini,aku bisa memeluknya,bercanda dengannya,ku usap bibirku masih terasa ciuman Rey saat ini.
Sesampainya di pintu lobi apartemen,seorang security memanggilku.
"bang Rio"ucapnya padaku
"ya,ada apa pak"
"ini ada paket,tadi siang baru datang"
"terima kasih pak"
Aku berlalu pergi di barengi dengan anggukan pak security itu,aku memandangi paket ini dari siapa,karena dalam hidupku tak pernah aku belanja online.
Aku bergegas duduk di ruang tamu,ku buka bungkus paket yang tadi aku pandangi,ada kotak kecil beludru saat ku buka kotak itu terdapat sebuah arloji hitam.
Aku tahu siapa yang memberikan arloji ini,
Rey..
Aku yakin ini pasti Rey...
aku memandangi arloji yang memang aku ingat hari itu ingin membeli arloji yang sama dengan Rey.
aku mengambil kertas paket yang ada,ku bolak balikan.
Nihil....
Tak terdapat alamat Rey di sana, ataupun nomor teleponnya.
Hufff...
Aku menarik nafas dalam-dalam,ada kekecewaan yang mendalam.
aku memakai arloji itu dan aku tersenyum melihat arloji yang cocok untuk ku,aku seperti remaja yang baru mengenal cinta,begitu bucin nya.
aku bercermin di kaca yang besar, aku memakai topi hitam milik Rey,dan jam tangan yang Rey berikan.
aku yakin kamu makin cinta padaku Rey,jika kamu melihat aku begitu bahagia memakai apa yang kamu berikan.
Aku ingin Rey kembali padaku seperti yang dulu,jika waktu bisa di putar,aku akan mempercayai Rey dari siapapun,aku akan menahan Rey agar tidak pergi.
Entah di mana sekarang ia sekarang,meski waktu mungkin bisa aku putar,akankah Rey akan menerima aku kembali.
Malam itu, aku tidak bisa tidur.
Setiap kali memejamkan mata, bayangan Rey muncul—senyumnya, suaranya, caranya menatapku saat sedang kesal atau saat mencoba menyembunyikan rasa sayangnya.
Aku menatap arloji di pergelangan tangan.
Jarumnya berdetak pelan, tapi justru suara itulah yang membuat dadaku semakin sesak.
“Apa kamu juga merindukanku, Rey?” gumamku pelan.
semakin aku berusaha untuk memejamkan mataku, semakin sulit untuk aku tidur.
Setahun.
Sudah satu tahun penuh aku menjalani hari-hariku tanpa kehadiran Rey. Waktu memang terus berjalan, tapi rasanya hatiku tertinggal di momen terakhir saat aku melihatnya pergi tanpa pernah kembali.
Rutinitasku masih sama—bangun, kerja, pulang—tapi kini semuanya terasa seperti warna yang memudar. Bahkan dapur hotel yang dulu jadi tempat aku merasa hidup, sekarang hanya terdengar seperti gema kosong.
Cincin silver yang pernah ia berikan masih kusimpan di saku seragamku. Kadang saat aku menyalakan kompor, tanpa sadar aku memegangnya, seolah benda kecil itu bisa membawaku kembali pada tawa Rey, tatapan jenakanya, atau ciuman singkat yang masih membekas sampai hari ini.
Orang-orang bilang waktu bisa menyembuhkan, tapi waktu justru membuatku semakin sadar betapa dalam aku merindukannya.