NovelToon NovelToon
Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu / Action / Cinta Terlarang / Mafia / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:100
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

"Tujuh tahun aku hidup di neraka jalanan, menjadi pembunuh, hanya untuk satu tujuan: membunuh Adipati Guntur yang membantai keluargaku. Aku berhasil. Lalu aku bertaubat, ganti identitas, mencoba hidup normal.
Takdir mempertemukanku dengan Chelsea—wanita yang mengajariku arti cinta setelah 7 tahun kegelapan.
Tapi tepat sebelum pernikahan kami, kebenaran terungkap:
Chelsea adalah putri kandung pria yang aku bunuh.
Aku adalah pembunuh ayahnya.
Cinta kami dibangun di atas darah.
Dan sekarang... kami harus memilih: melupakan atau menghancurkan satu sama lain."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35: MENJADI SEPASANG KEKASIH

Keesokan paginya.

Lucian bangun dengan perasaan berbeda—ringan, hangat, seperti beban di dadanya sedikit terangkat.

Kami bersama sekarang. Chelsea dan aku... bersama.

Ia tersenyum—senyum kecil yang tulus.

Tapi bersamaan dengan kebahagiaan itu—datang rasa bersalah yang menusuk.

Aku tidak memberitahunya kebenaran. Aku membiarkannya mencintaiku tanpa tahu siapa aku sebenarnya.

Lucian turun ke lantai satu—dan melihat Chelsea sudah di dapur, memasak sarapan sambil bersenandung.

Dia bersenandung. Kapan terakhir kali aku mendengarnya bersenandung?

Chelsea menoleh—melihat Lucian, wajahnya langsung berseri.

"Selamat pagi!" sapanya dengan senyum lebar—senyum yang membuat hati Lucian mencair.

"Selamat pagi," jawab Lucian—masih canggung, belum terbiasa dengan status baru mereka.

Chelsea menghampiri—langsung memeluk Lucian dari depan, menenggelamkan wajahnya di dada Lucian.

"Aku pikir semalam itu mimpi," bisiknya. "Tapi ini nyata. Kita nyata."

Lucian memeluknya—erat, seperti takut ia akan hilang.

"Ini nyata," bisiknya di rambut Chelsea.

Mereka berdiri di sana—berpelukan di dapur, sinar matahari pagi menerangi mereka.

Seperti pasangan normal yang bahagia.

Tapi Lucian tahu—mereka tidak normal.

Karena hubungan ini dibangun di atas rahasia yang akan menghancurkan segalanya.

Hari-hari berikutnya adalah hari-hari terindah dalam hidup Lucian.

Mereka sarapan bersama—tapi sekarang Chelsea duduk di sampingnya, bukan di seberang.

Mereka menonton film bersama—Chelsea bersandar di bahu Lucian, tangan bertautan.

Mereka ke panti asuhan bersama—dan anak-anak mulai bertanya "Tante Chelsea sama Kak Lucian pacaran ya?"

Chelsea tertawa—malu tapi bahagia. "Iya. Kami pacaran."

Anak-anak bersorak—senang melihat Tante Chelsea bahagia.

Lucian tersenyum melihat itu—melihat Chelsea dikelilingi anak-anak, tertawa lepas, bahagia.

Dia diciptakan untuk jadi ibu. Dia akan jadi ibu yang luar biasa suatu hari nanti.

Pikiran itu membuat dadanya sesak—bahagia dan sedih bersamaan.

Apa aku pantas jadi ayah dari anak-anaknya? Dengan tangan yang penuh darah ini?

"Lucian?" Chelsea memanggil—melihat Lucian melamun. "Kamu baik-baik saja?"

Lucian tersenyum—memaksakan. "Ya. Aku baik-baik saja."

Chelsea mendekat—menggenggam tangannya. "Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, cerita ya. Kita pasangan sekarang. Aku ingin tahu semuanya."

Semuanya. Tapi aku tidak bisa cerita semuanya.

"Aku tahu," jawab Lucian sambil mengecup kening Chelsea. "Terima kasih."

Malam-malam adalah saat terberatnya.

Setiap malam, setelah Chelsea tidur, Lucian duduk di tepi kasurnya—menatap tangannya.

Tangan yang pernah membunuh 47 orang.

Tangan yang menembak kepala Adipati Guntur.

Tangan yang sekarang memegang tangan Chelsea dengan lembut.

Bagaimana aku bisa memegang tangannya dengan tangan yang penuh darah?

Lucian berlutut di samping kasur—seperti berdoa.

"Tuhan," bisiknya—untuk pertama kali dalam delapan tahun ia berdoa, "kumohon jangan biarkan dia tahu kebenaran."

Air matanya jatuh—menetes ke tangan yang terlipat.

"Aku tahu aku tidak pantas. Aku tahu aku seharusnya tidak bersamanya. Tapi aku... aku mencintainya. Sangat mencintai."

Suaranya pecah.

"Kumohon biarkan aku bahagia sebentar saja. Biarkan aku merasakan cinta ini sebentar saja sebelum semuanya runtuh. Kumohon."

Ia menangis dalam diam—berdoa pada Tuhan yang mungkin tidak mendengarkannya lagi setelah semua dosa yang ia lakukan.

"Dan kalau suatu hari nanti kebenaran harus terungkap... kumohon jangan biarkan dia terlalu terluka. Biarkan aku yang menderita. Bukan dia. Kumohon."

Lucian tidak tahu apakah doanya didengar.

Tapi ia terus berdoa—setiap malam.

Berdoa agar kebahagiaan rapuh ini bertahan sedikit lebih lama.

Berdoa agar Chelsea tidak terluka terlalu dalam nanti.

Berdoa agar... entah apa yang ia harapkan.

Tiga bulan kemudian.

Hubungan mereka semakin dalam—semakin kuat.

Chelsea tidak pernah sebahagia ini.

Setiap pagi bangun dengan senyum.

Setiap hari menunggu pulang untuk bertemu Lucian.

Setiap malam tertidur di pelukan Lucian.

"Aku tidak pernah berpikir aku bisa sebahagia ini," bisiknya suatu malam—kepala di dada Lucian, mendengar detak jantungnya.

Lucian mengusap rambutnya—lembut, penuh cinta.

"Aku juga," bisiknya—jujur.

Aku juga tidak pernah berpikir aku bisa bahagia lagi setelah delapan tahun kegelapan. Tapi kamu membuat aku bahagia, Chelsea. Kamu membuat aku merasa... hidup.

"Lucian," panggil Chelsea—suaranya mengantuk.

"Hmm?"

"Jangan pernah tinggalkan aku ya."

Dada Lucian sesak mendengar itu.

Aku tidak akan meninggalkanmu. Kamu yang akan meninggalkanku nanti. Ketika kamu tahu siapa aku.

"Aku tidak akan kemana-mana," bisiknya—bohong yang ia ucapkan dengan tulus.

Chelsea tersenyum—puas dengan jawaban itu, tertidur di pelukan Lucian.

Lucian menatap wajah Chelsea yang tidur—damai, bahagia, cantik.

Maafkan aku, Chelsea. Maafkan aku karena mencintaimu dengan penuh kebohongan.

Maafkan aku karena tidak cukup berani memberitahumu kebenaran.

Maafkan aku karena... karena aku egois yang ingin merasakan kebahagiaan ini meski aku tidak pantas.

Ia mengecup dahi Chelsea—lembut, penuh cinta dan penyesalan.

"Aku mencintaimu," bisiknya—sangat pelan agar tidak membangunkan Chelsea. "Lebih dari apapun di dunia ini. Dan itu... itu dosa terbesarku."

Karena Lucian tahu—cinta ini dibangun di atas kebohongan.

Cinta ini akan hancur suatu hari nanti.

Dan ketika itu terjadi—mereka berdua akan menderita.

Tapi untuk sekarang—untuk malam ini—Lucian memeluk Chelsea erat.

Merasakan kehangatan tubuhnya.

Mendengar napasnya yang teratur.

Merasakan... bahagia.

Bahagia yang rapuh.

Bahagia yang ia tahu tidak akan bertahan selamanya.

Tapi bahagia yang nyata di momen ini.

Dan untuk sekarang—itu sudah cukup.

Meski badai sudah mendekat.

Meski kebenaran sudah menunggu untuk menghancurkan segalanya.

Tapi malam ini—mereka bahagia.

Dan Lucian akan menjaga kebahagiaan ini selama ia bisa.

Bahkan jika itu berarti ia harus terus berbohong.

Bahkan jika itu berarti ia akan menderita lebih banyak nanti.

Karena melihat Chelsea bahagia—adalah satu-satunya hal yang membuat semua rasa sakit ini worth it.

Dan Lucian akan melakukan apapun untuk menjaga senyum itu.

Apapun.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!