NovelToon NovelToon
Dijual Paman, Dibeli Mafia Arogan

Dijual Paman, Dibeli Mafia Arogan

Status: tamat
Genre:Pernikahan Kilat / Beda Usia / Roman-Angst Mafia / Dijodohkan Orang Tua / Tamat
Popularitas:73.7k
Nilai: 5
Nama Author: Senja

Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.

Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.

Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.

Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18

Malam itu, Ara benar-benar tidak bisa tidur. Rasa sakit di kakinya kembali menyerang, membuatnya meringis sambil memeluk lutut. Nyeri itu terasa menusuk, menjalar hingga ke pinggang, membuat tubuhnya gemetar menahan perih.

Napasnya tersengal-sengal, dan setiap kali ia mencoba menggerakkan kaki, rasa sakit itu seperti disambar listrik.

Ia menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak terdengar menangis. Edward belum pulang, dan Ara tak ingin pria itu tahu. Ia tahu betul, Edward benci jika sesuatu merepotkannya.

Bahkan sekadar mengeluh sedikit pun Ara takut dianggap manja. Jadi, ia hanya bisa berbaring diam di ranjang, menahan air mata yang jatuh tanpa suara.

"Sedikit lagi... aku pasti bisa tahan," bisiknya denga suara serak dan nyaris tak terdengar.

Tapi waktu terasa berjalan lambat malam itu. Jam di dinding menunjukkan lewat tengah malam, sementara rasa sakit di kakinya tak juga berkurang. Hingga akhirnya, menjelang subuh, tubuh Ara benar-benar lelah. Ia tertidur dalam posisi meringkuk, dengan pipi masih basah oleh air mata.

Pagi harinya, Ara memaksakan diri bangun lebih awal. Walau tubuhnya terasa lemas, ia tetap turun ke dapur. Ia menyiapkan sarapan seperti biasa, roti panggang, omelet, dan segelas jus jeruk.

Semua ia lakukan dengan pelan dan hati-hati, karena kakinya masih terasa nyeri setiap kali ia menapak.

Martha memperhatikan gerak-gerik Ara dengan tatapan iba.

“Apa Tuan Edward memang sering tidak pulang?” tanya Ara.

Martha berhenti mengaduk kopi sejenak, lalu tersenyum tipis.

“Ya, Nyonya. Biasanya tuan pulang seminggu sekali. Katanya urusan bisnis.”

Ara mengangguk. Ia menatap ke arah meja makan besar yang kini terisi penuh makanan. Semuanya sudah tertata rapi, tapi tanpa siapa pun yang akan menikmatinya.

"Kalau begitu, sebaiknya Nyonya istirahat saja. Saya bisa bereskan semuanya di sini," ujar Martha dengan sopan.

Ara menggeleng pelan. "Tidak apa. Aku hanya… ingin menunggu. Siapa tahu hari ini dia pulang lebih cepat."

Namun, dalam hati kecilnya, Ara tahu itu hanyalah harapan kosong. Edward jarang menepati janji, apalagi yang tak pernah diucapkannya.

Ketika Martha pergi melanjutkan pekerjaannya, keheningan kembali menyelimuti ruangan itu. Ara duduk diam menatap makanan yang mulai dingin. Ia mencoba menggerakkan kakinya sedikit, namun rasa nyeri yang tajam membuatnya meringis.

“Ah...” desahnya lirih sambil menggenggam betisnya. Rasa sakit itu kini lebih parah daripada semalam. Seolah ada jarum-jarum kecil yang menembus tulangnya.

Ia mencoba berdiri, tapi hampir terjatuh. Dengan napas tersengal, ia menatap ke arah pintu.

“Sepertinya aku harus ke dokter,” gumamnya. “Tapi... kalau Edward pulang dan tidak menemukan aku di rumah, apa dia akan marah?”

Keraguan itu membuatnya terpaku beberapa saat. Selalu begitu, antara keinginan untuk menjaga dirinya sendiri dan ketakutan akan kemarahan Edward.

Ara masih ingat bagaimana tatapan tajam pria itu bisa membuatnya kehilangan kata-kata, bahkan untuk menjelaskan hal kecil sekalipun.

Tapi, kali ini rasa sakitnya sudah tak bisa ditahan. Setelah menunggu hingga siang dan tetap tidak ada kabar dari Edward, Ara akhirnya menyerah. Ia mengganti bajunya, mengambil tas kecil, lalu keluar dengan langkah pincang.

Martha yang melihatnya segera menghampiri. “Nyonya, mau ke mana? Wajah Anda pucat sekali!”

Ara tersenyum lemah. “Ke rumah sakit sebentar. Jangan khawatir, aku akan segera kembali.”

Martha tampak ragu, tapi tidak bisa menahan Ara. Ia hanya membantu membukakan pintu dan memperhatikan bagaimana nyonya mudanya berjalan pelan menuju gerbang, lalu masuk ke dalam taksi yang baru berhenti di depan rumah.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Ara bersandar di kursi sambil menatap ke luar jendela. Langit pagi itu tampak mendung, seolah mencerminkan hatinya.

“Semoga aku tidak dimarahi,” bisiknya lirih, mencoba menenangkan diri. “Aku hanya ingin sembuh, meksipun itu tidak mungkin.”

Dokter bilang kalau kaki Ara bisa sembuh asalkan Ara melakukan therap rutin. Hanya saja, Ara tak pernah melakukan saran dokter karena biaya therapinya sangat mahal, sementara Ara tak memiliki uang sebanyak itu.

**

Edward duduk di ruang kerjanya yang penuh dengan tumpukan berkas dan layar monitor menampilkan data transaksi bisnisnya. Namun pikirannya sama sekali tidak fokus.

Sesekali, matanya melirik ke arah ponsel di meja, menunggu notifikasi yang tak kunjung muncul. Ara sama sekali tidak menghubunginya.

Biasanya, wanita itu akan sekadar menanyakan apakah ia sudah makan atau belum. Tapi kali ini, hening.

Edward mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, merasa gelisah tanpa alasan yang jelas.

“Tuan, apakah Anda butuh sesuatu?” tanya Bobby, yang baru masuk sambil membawa map berisi laporan pengiriman barang.

Edward mengangkat kepalanya, tatapannya tajam namun kosong.

“Periksa CCTV mansion,” ucapnya datar. “Aku ingin tahu apa yang istriku lakukan.”

Bobby terdiam sejenak, hampir tidak percaya dengan kata yang baru saja keluar dari mulut bosnya.

“Istri?” Bobby tersenyum lebar, mencoba menyembunyikan rasa terkejutnya. “Akhirnya Tuan Edward mengakuinya juga.”

Tatapan Edward menajam. “Jangan banyak bicara. Lakukan saja.”

Bobby terkekeh kecil, namun segera menuruti perintah itu. Ia mengetik cepat di laptop, mengakses sistem keamanan rumah Edward.

Tak butuh waktu lama hingga wajah Ara muncul di layar berjalan dengan langkah pelan menuju gerbang rumah sambil menahan sakit di kakinya.

“Tuan… Nyonya pergi sendirian,” lapor Bobby dengan hati-hati.

Darah Edward mendidih seketika. Rahangnya mengeras, jemarinya mengepal di atas meja.

“Martha juga baru saja mengirim pesan, atanya Nyonya ingin ke rumah sakit,” lanjut Bobby.

“Kenapa dia tidak memberitahuku?” gumamnya pelan menahan emosi.

Bobby hanya diam, tak berani menimpali. Ia tahu, di balik ketenangan Edward yang menakutkan itu, ada sesuatu yang baru tumbuh, rasa cemas yang hanya muncul karena satu wanita bernama Ara.

1
Opi Sofiyanti
kok "paman"????hrsnya kaka BKN sih?Edward sepupu bpa nya Alex kan???
Leny Wijaya
akhirnya tamat nih cerita ara dan edward🤣💪💪💪semngt thor cerita lain
Senjakala: Heheh siapp kakak🙏
total 1 replies
partini
ini gadis kecil smart Banggt yah
Arfano Mauza
semangaat Ara.. ntar si ed ed itu tau lho yg ditabrak bakal nangis dia💪
partini
i stil don't like theme Thor 🤣🤣🤣
Senjakala: Wkwk pie mak? mentok ideku🤣
total 1 replies
partini
i don't like theme
Kinara Widya
aku suka ceritanya
partini
hemmmm main" ni orang yah ,belum tau dia kalau ada bocil kematian yg tidak suka keluarga Frederik di sentuh
Ariany Sudjana
ada lagi pelakor ga tahu diri
Ariany Sudjana
Alex masih kecil, tapi lebih wise. Edward mafia tapi bodoh, Ara juga sama bodohnya, dia perempuan yang egois. semoga alana bisa sembuh setelah ketemu Daniel
Agunk Setyawan
Edward egois ya
Ariany Sudjana
Edward ini keputusan paling bodoh, Ara juga bodoh, meskipun Edward suami kamu, tapi kamu harusnya jangan setuju begitu saja, cobalah ber empati sama Alana. yang dibutuhkan Alana itu Daniel, papa kandung Ivy, untuk melewati masa sulit, bukannya masuk ke rehabilitasi
(╭☞•́⍛•̀)╭☞
sumpah al deg2an.. 😭
Ariany Sudjana
Edward sebaiknya tidak egois, meskipun Daniel bersalah, tapi dengan membuang Daniel ke Colombia, itu adalah kesalahan terbesar. Alana tidak butuh masuk rehabilitasi, Alana hanya butuh Daniel sebagai papa kandung Ivy, dan sebaiknya kamu turunkan egois kamu, sebelum semua terlambat dan kamu akan menyesal
(╭☞•́⍛•̀)╭☞
al lagi salapan.. seketika berhenti ngunyah 😶
Ariany Sudjana
sebaiknya Edward segera mengampuni Daniel, kasihan Alana harus berjuang sendiri pasca melahirkan, bagaimanapun kehadiran seorang suami bagi ibu pasca melahirkan itu sangat dibutuhkan
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
pdhl si alana ini cinta sendirian kan y, tapi msh bisa y dia seeffoet itu pengen ketemu ama si Daniel
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
audrey atau ivy?
Senjakala: Ivy kak ada typo nnti aku benerin🙏😊
total 1 replies
partini
kumu patut di kasih Shok terapi biar waras,, dulu aja ga mua bertanggungjawab dasar kamfreeetooo ihhhh gumuss akuhh
si babang Edward do something buat mereka berdua biar happy
Kinara Widya
kasian Alana....edwart maafkanlah Danil...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!