Mata elang Layla mengamati pria yang akan menjadi suaminya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tindikan di telinga, tato di lengan, dan aura berbahaya yang terpancar, adalah definisi seorang badboy. Layla mendesah dalam hati. Menikahi pria ini sepertinya akan menjadi misi yang sangat sulit sepanjang karir Layla menjadi agen mata-mata.
Tapi untuk menemukan batu permata yang sangat langka dan telah lama mereka cari, Layla butuh akses untuk memasuki keluarga Bagaskara. Dan satu-satunya cara adalah melalui pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Di kamar ini banyak barang berharga." kata-kata Mom Anzela yang satu itu, terus berputar-putar di kepala Layla meskipun orangnya sudah ada di dalam kamar.
Rasa penasaran semakin menyelimuti hati Layla. Ia sesemakin yakin kalau batu permata yang selama ini ia cari ada di dalam kamar besar tersebut, tersembunyi di antara barang-barang mewah milik sang mertua. "Tapi, bagaimana caranya aku bisa masuk kembali ke kamar itu tanpa menimbulkan kecurigaan dari siapapun." gumam Layla.
Layla menatap pintu kamar mom Anzela penuh dengan tekad. Layla tahu, setiap langkah yang akan ia ambil selanjutnya harus penuh dengan kehati-hatian. Layla akan mencari celah untuk bisa masuk ke dalam kamar mom Anzela tanpa dicurigai oleh siapapun lagi.
Batu permata itu bukan hanya sekadar batu permata biasa, tapi kunci untuk masa depan karir Layla sebagai seorang agen mata-mata.
Layla mengerutkan kening, otaknya terus berputar mencari jawaban tentang di mana sebenarnya batu permata langka itu berada.
Tiba-tiba, suara gaduh memecah konsentrasinya. Dari arah luar, terdengar keributan yang semakin lama semakin menjadi.
"Tidak sopan! Kami ini tamu! Kenapa kalian memperlakukan kami seperti ini?!" Suara melengking mama Mita, ibu tiri Layla, terdengar jelas hingga ke tempat Layla berdiri.
Rupanya, Mita tidak terima karena para pelayan menghalangi dirinya dan Nadin untuk masuk ke dalam kediaman keluarga Bagaskara.
Para pelayan yang bekerja di rumah besar nan mewah tersebut, belum pernah melihat Mita dan Nadin sebelumnya, jadi mereka meminta pada Mita dan Nadin untuk menunggu di teras, sementara mereka akan memberitahu nyonya Anzela atau nyonya Laiya akan kedatangan mereka berdua. Namun, Mita merasa tersinggung dan tidak dihargai akan sikap para pelayan yang menghalanginya untuk masuk.
"Mama Mita, kenapa dia datang ke rumah ini?" gumam Layla. Mendengar teriakan mama Mita, Layla bergegas turun dari lantai dua, kemudian menemui ibu dan adik tirinya.
"Biarkan mereka masuk, mereka adalah ibu dan adikku," kata Layla pada para pelayan.
"Benarkah? Jadi wanita galak ini benar-benar ibu anda nyonya?" Para pelayan terkejut. Layla menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Maafkan atas kelancangan dan ketidaktahuan kami nyonya, silahkan masuk." ucap para pelayan itu sungkan, kemudian mereka mempersilakan Mita dan Nadin untuk masuk.
"Sudah aku bilang kalau aku ibu dari Layla, tapi kalian tidak percaya! Awas saja aku akan meminta pada Layla untuk memecat kalian semua!" ancam Mita dengan netra menyalak tajam. Mendengar ancaman Mita, para pelayan hanya bisa menelan saliva dalam-dalam.
"Sudahlah mah, jangan marah-marah lagi. Mereka tidak tahu kalau mama adalah ibuku, jadi tolong maafkan mereka." Layla mencoba menenangkan.
"Jadi kamu lebih membela para pelayan itu dari pada mamamu sendiri? Kamu sungguh keterlaluan Layla!" umpat mama Mita tidak terima.
"Bukan itu maksudku mah," tepis Layla seraya memberi isyarat pada para pelayan untuk kembali masuk ke dalam rumah dan kembali mengerjakan tugas mereka masing-masing.
"Aneh sekali, ya? Anaknya baik hati dan lembut, tapi ibunya kasar dan tidak berperasaan." Bisik-bisik mulai terdengar di antara para pelayan.
Ucapan para pelayan itu terdengar sampai ke telinga Mita, membuat wanita paruh baya itu semakin murka. Mita menatap tajam ke arah para pelayan, seakan bersiap untuk melampiaskan amarahnya lagi. Layla hanya bisa menghela napas, merasa pusing dengan drama yang selalu menyertai keluarganya.
"Eh, tunggu. Jangan pergi dulu! Aku belum memberi perhitungan pada kalian semua." Mita mencoba menahan langkah para pelayan tersebut, namun Layla menenangkannya.
"Sudah mah, jangan marah-marah lagi. Lebih baik kita masuk." ajak Layla.
"Baiklah, kali ini mama akan memaafkan para pelayan tidak tahu diri itu. Tapi ingat, jangan sampai terulang lagi, mereka akan habis di tangan mama kalau hal ini sampai terjadi lagi!" ucap Mita dengan wajah masam, berusaha meredam amarahnya.
Tanpa menunggu jawaban dari Layla, Mita menarik tangan Nadin, melenggang masuk ke dalam rumah keluarga Bagaskara. Bahkan tanpa meminta izin terlebih dahulu pada Layla sang pemilik rumah.
Layla hanya bisa menghela napas panjang, menyaksikan tingkah laku ibu tirinya. Ia sudah terbiasa dengan sikap Mita yang selalu ingin menang sendiri.
Begitu masuk ke dalam rumah, Mita dan Nadin tak bisa menyembunyikan kekaguman mereka. Rumah besar dan mewah itu membuat mata mereka berbinar-binar.
"Mah, seandainya aku yang menikah dengan Adrian. Akulah yang akan menjadi nyonya di rumah mewah ini sekarang, bukan Layla!" Nadin merasa iri dengan keberuntungan Layla yang telah menikah dengan keluarga kaya.
"Ingat Nadin, semua kebahagiaan ini adalah semu. Jangan lupa nasib malang yang menimpa Layla yang telah ditinggalkan Adrian di malam pengantinnya, sungguh memalukan." bisik mama Mita sembari terkekeh.
"Ya, mama benar juga." cicit Nadin, mendengar ucapan mama Mita, rasa iri Nadin sedikit demi sedikit menghilang. Berganti dengan rasa puas atas nasib buruk yang telah menimpa kakak tirinya. Nadin tersenyum sinis dalam hati, membayangkan betapa hancurnya Layla saat ditinggalkan oleh suaminya di malam pengantin mereka.
***
Di ruang tamu yang mewah, Layla duduk di sofa sambil menyesap teh hangat dan menyantap cemilan yang disajikan para pelayan. Tatapannya tajam menatap Mita dan Nadin yang duduk di seberangnya.
"Sekarang katakan, apa tujuan Mama datang ke rumah ini?" tanya Layla tanpa basa-basi, suaranya tegas dan penuh wibawa.
"Apa maksud dari ucapanmu, Layla? Memangnya tidak boleh Mama berkunjung ke tempat tinggalmu?" Mita tersenyum polos, matanya menyiratkan ketidakpastian.
Padahal, kedatangan mereka sebenarnya bukan tanpa maksud. Mereka ingin menyaksikan sendiri bagaimana hidup Layla setelah menikah, berharap melihat kekurangan dan kesedihan yang selama ini mereka bayangkan. Tapi, yang mereka lihat justru berbeda dari harapan. Layla tampak lebih bersinar, bahagia, dan penuh kepercayaan diri. Keadaan itu membuat mereka merasa kecewa dan bahkan sedikit iri.
Layla menghela napas. Ia sudah merasa cukup basa-basinya.
"Maaf, ma, aku sedang sibuk. Kalau tidak ada hal penting yang ingin dibicarakan, aku permisi dulu," ucap Layla seraya beranjak dari duduknya.
"Tunggu dulu, Layla. Ada yang ingin mama bicarakan." Namun, Mita dengan cepat menahan langkah Layla. Mita kemudian menjelaskan maksud kedatangannya ke rumah ini untuk menemui Layla.
"Nadin akan melanjutkan S2nya di luar negeri, dan tentu saja hal itu membutuhkan banyak biaya. Mama harap kamu bisa membantu membiayai kuliah Nadin sebagai balas jasa. Ingat, berkat Nadin menolak dijodohkan dengan Adrian, kamu yang akhirnya menjadi menantu keluarga kaya ini." ucap mama Mita.
Layla terdiam sejenak, menatap Mita dan Nadin bergantian. Kemudian, dengan tegas Layla menggelengkan kepala. "Maaf, ma, aku tidak bisa membantu membiayai kuliah Nadin."
Bersambung.