Menantu Pewaris Kaya

“Ada apa ini?” gumam Nyonya Victoria, menatap ke arah Caroline dan Duke.

Lalu dia menoleh pada suaminya, yang tampak khawatir saat melihat cucunya berbincang dengan gembira bersama empat ketua besar di lingkaran bisnis.

“Kau pikir mereka sedang membicarakan apa?” tanya Albert dengan dahi berkerut.

“Kita tidak akan tahu sampai kita menemui mereka. Ayo kesana.” kata Tuan Moreno sambil meletakkan gelas anggurnya di meja.

Kegembiraan adalah satu-satunya perasaan yang dirasakan Caroline saat dia menatap wajah para ketua yang bersemangat, mengetahui bahwa potensinya akhirnya mendapat sorotan yang pantas.

Selama bertahun-tahun, dia telah berjuang keras untuk menunjukkan bakatnya, namun selalu berakhir berantakan tanpa alasan yang jelas.

Namun kini, saat dia berdiri di tengah orang-orang elit di dalam dunia bisnis, dia yakin bahwa kesalahan masa lalunya bukanlah karena dirinya.

“Jordan, Steve, George, Drake, apa yang cucuku katakan sampai membuat kalian semua begitu memperhatikan?” tanya Tuan Moreno saat menghampiri kelompok itu.

“Oh, kami sedang membahas beberapa idenya untuk proyek kami,” gumam Drake tanpa menoleh.

“Empat proyek itu?”

“Ya. Dia mendapatkan keempat kontrak tersebut. Dia memiliki bakat yang luar biasa."

Banyak hal terjadi malam ini yang membuat keluarga Moreno terkejut, namun tidak ada yang mengejutkan seperti kabar bahwa Caroline berhasil mendapatkan empat kontrak bernilai jutaan dolar hanya dalam hitungan hari.

“Apa katamu?” tanya Albert, menatap Drake dengan mata terbelalak, tetapi yang dia dapat hanyalah tatapan kosong sebagai jawaban.

Menatap para ketua dengan tidak percaya, Ramon mengernyit dan berkata, “Itu tidak mungkin. Caroline hanyalah seorang anak kecil. Bagaimana kalian bisa mempercayakan proyek-proyek besar itu padanya?”

“Karena dia pantas mendapatkannya, tidak seperti putramu yang mencoba menyodorkan proposal membosankan kepadaku,” kata Jordan, menatapnya dengan tajam.

Saat itu juga, pandangan Ramon bertemu dengan mata Mario yang gelisah, membuatnya semakin geram, mengetahui bahwa putranya baru saja membuat kesalahan besar.

Amarah memenuhi hati Tuan Moreno saat menatap cucunya, namun dia tetap menjaga ekspresi tenang dan fokus pada para ketua.

“Jadi, yang kudengar adalah ‘Visionary TeamWorks’ mendapatkan keempat akun itu?” tanya Tuan Moreno dengan nada ragu.

“Ya, semua berkat kemampuan bisnis luar biasa cucumu,” kata Steve sambil tersenyum pada Caroline.

Tidak tahan lagi mendengar orang memuji sepupunya, Mario beranjak pergi dan bergabung dengan Agnes, Glen, dan Roger.

“Bagaimana rasanya mencuri sesuatu yang bukan milikmu?” tanya Glen dengan wajah masam pada sepupunya.

“Simpan kata-kata itu untuk Caroline,” gumam Mario, berdiri di samping Roger.

“Apa maksudmu?”

“Dia secara ajaib mendapatkan keempat akun perusahaan tersebut."

“Hah?”

“Yah, tidak ajaib. Dia mempresentasikan proposal yang sempurna dan berhasil membuat keempat ketua perusahaan itu terkesan hingga memberinya kontrak.”

Suasana hening sejenak di antara para sepupu. Lalu Roger menatap yang lain dan berkata, “Inilah yang kita semua takutkan akan terjadi. Tidak bisa dipungkiri bahwa Caroline adalah yang paling berbakat di antara kita, itulah sebabnya kita bersekongkol untuk menjatuhkannya.”

“Tapi sekarang, tampaknya takdir telah berbalik, memberinya kesempatan untuk bersinar. Sialan, aku benci ini! Seharusnya kita yang ada di sana!” kata Glen sambil mengepalkan tangannya.

Tanpa berkata apa-apa, Agnes berjalan pergi, mengambil segelas anggur dari nampan pelayan, lalu menghampiri Caroline.

Saat beberapa langkah darinya, dia pura-pura tersandung, membuat anggur merah tumpah ke arah Duke karena dia melindungi Caroline dengan tubuhnya.

Ketakutan jelas terlihat di mata para ketua saat menatap jas Duke yang ternoda, namun ekspresinya tetap tenang.

Mata para tamu tertuju padanya, tetapi Duke tampak tidak peduli. Sebaliknya, dia membuat dirinya terlihat lebih menyedihkan dan rendah hati.

“Cara yang bagus untuk menggali kuburmu sendiri, Nona Agnes Moreno.” pikir Jordan, mengangkat alisnya sambil menyesap anggurnya dengan santai.

Dengan dahi berkerut, Steve menghela napas dan berpikir, “Tuan William pasti tidak akan senang kau mempermalukan putranya, apalagi di pesta ulang tahunnya.”

Kesedihan melintas di wajah Caroline saat menatap Duke dan bergumam, “Apakah kau baik-baik saja?”

“Ya, istriku. Aku merasa sedih karena jas mahal yang kau belikan telah kotor.” gumam Duke dengan senyum sambil membiarkan Caroline membersihkan jasnya dengan serbet.

Mengalihkan pandangan dari pasangan itu, George menyeringai dan berpikir, “Pria ini benar-benar aktor yang hebat.”

“Aku harus mengingatkan diriku untuk tidak main-main dengan Duke William. Dia terlihat seperti orang yang bisa tersenyum sambil menusukkan pisau ke jantungmu.” pikir Drake sambil mengalihkan pandangan dari wajah menyedihkan Duke.

Sebuah senyuman tipis muncul di bibir Agnes saat dia menatap ekspresi malu Caroline. Namun senyum itu perlahan memudar ketika dia melihat kakeknya, dengan amarah jelas di matanya.

“Apa yang terjadi di sini?” tanya Tuan William, berjalan kearah Duke.

Lalu sebuah kerutan muncul di wajahnya saat melihat pakaian putranya yang ternoda, tetapi Duke sedikit menggelengkan kepalanya, mengetahui apa yang dipikirkan ayahnya.

“Tuan Moreno, tolong bawa pulang cucu perempuanmu yang tidak sopan itu. Apa yang dia lakukan barusan sangat tidak menghormati aku. Duke adalah tamuku seperti semua orang di sini, meskipun dia menantumu yang tidak berguna.” kata Tuan William dengan ekspresi tenang.

“Aku minta maaf atas nama cucuku.” gumam Tuan Moreno dengan kepala tertunduk.

“Aku tidak peduli apa yang terjadi di rumahmu, tapi apa yang dilakukan cucu perempuanmu barusan tidak bisa diterima! Ajari dia sopan santun, atau kalau tidak, aku yang akan melakukannya…”

“Aku minta maaf sekali lagi.”

Tanpa menatap putranya, Tuan William berjalan pergi, berusaha mengendalikan amarahnya.

“Kita sebaiknya pulang. Aku rasa nama keluarga kita sudah cukup tercoreng malam ini.” gumam Nyonya Victoria, menatap suaminya.

Tak lama kemudian, keluarga Moreno meninggalkan pesta, naik ke mobil masing-masing, dan pergi.

“Istriku sangat keren,” gumam Duke sambil menatap Caroline dengan penuh kasih.

Lalu Caroline menoleh dari jendela mobil, menatap matanya, tersenyum lembut, dan berkata, “Terima kasih sudah ada di sisiku malam ini.”

“Tentu saja, kau adalah istriku,” gumam Duke sambil membelai pipinya.

Sesaat, mereka saling menatap dalam. Lalu Caroline buru-buru mengalihkan pandangan, merasa wajahnya memerah.

“Jangan khawatir. Ini baru permulaan. Aku akan membuat mereka semua bertekuk lutut di hadapanmu.” pikir Duke, kehilangan senyum cerianya.