NovelToon NovelToon
Istri Terhina Menjadi Ibu Susu Bayi CEO

Istri Terhina Menjadi Ibu Susu Bayi CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Ibu Mertua Kejam / Ibu susu
Popularitas:20.4k
Nilai: 5
Nama Author: Rere ernie

Arsyi seorang wanita sederhana, menjalani pernikahan penuh hinaan dari suami dan keluarga suaminya. Puncak penderitaannya terjadi ketika anaknya meninggal dunia, dan ia disalahkan sepenuhnya. Kehilangan itu memicu keberaniannya untuk meninggalkan rumah, meski statusnya masih sebagai istri sah.

Hidup di tengah kesulitan membuatnya tak sengaja menjadi ibu susu bagi Aidan, bayi seorang miliarder dingin bernama Rendra. Hubungan mereka perlahan terjalin lewat kasih sayang untuk Aidan, namun status pernikahan masing-masing menjadi tembok besar di antara mereka. Saat rahasia pernikahan Rendra terungkap, semuanya berubah... membuka peluang untuk cinta yang sebelumnya mustahil.

Apakah akhirnya Arsyi bisa bercerai dan membalas perbuatan suami serta kejahatan keluarga suaminya, lalu hidup bahagia dengan lelaki baru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter - 18.

Aula megah hotel bintang lima dipenuhi cahaya lampu kristal, tamu undangan berdandan anggun dan berwibawa. Semua mata tertuju pada Rendra, ketika ia masuk bersama seorang wanita cantik di sisinya.

Arsyi.

Wanita itu tampil menawan dengan gaun tertutup sederhana namun elegan, jauh dari kesan seorang ibu rumah tangga yang dulu hanya pasrah diinjak-injak harga dirinya. Tangan Rendra menggenggam erat tangan Arsyi yang menggandeng lengannya, seakan berkata pada semua orang jika Arsyi adalah wanita miliknya.

Bisik-bisik langsung beredar di antara tamu, apalagi ketika Fajar dan istrinya melihat ke arah Arsyi. Fajar sontak terdiam begitu melihat Arsyi berdiri anggun di samping Rendra. Ada keterkejutan dalam matanya, tak sadar dia melangkah mendekati mantan istrinya.

“Arsyi…” panggil Fajar lirih.

Namun Arsyi hanya menatap Fajar seperti tak mengenal pria itu, bibirnya tersenyum tenang. Senyum itu... seakan menjadi tamparan yang lebih keras daripada kata-kata.

Rendra sendiri tidak membuang kesempatan, dengan nada tegas namun penuh kebanggaan ia memperkenalkan Arsyi pada para kolega yang hadir. “Ini Arsyi, wanita yang akan segera menemani hidup saya mulai sekarang. Dia calon istri saya... sebentar lagi pengumuman pernikahan kami akan segera diumumkan. Pastinya, kalian semua akan saya undang dalam pesta pernikahan kami.“

Tidak ada yang berani mempertanyakan lebih jauh, Aura kepemimpinan Rendra membuat semua orang cukup mengangguk dengan hormat.

Sementara itu, Fajar hanya mengikuti setiap langkah Arsyi. Dan untuk pertama kalinya, Arsyi merasakan kemenangan kecil. Bukan untuk membalas dendam, tapi untuk menunjukkan bahwa dirinya pantas bahagia.

Rendra masih dikelilingi para bawahannya dari cabang perusahaan, ketika Arsyi berbisik pelan di sisinya.

“Tuan, saya__”

Rendra langsung menoleh, menatapnya lembut. “Kita sudah sepakat, panggil aku Abang. Jangan lagi bicara formal begitu...”

Wajah Arsyi merona, kilau gaun yang membalut tubuhnya semakin menegaskan pesona malam itu. “Bang… kamu ngobrol saja dulu. Aku mau ke meja makanan, kamu mau aku bawain sesuatu?”

Rendra mengikuti arah pandang Arsyi ke meja prasmanan panjang dengan deretan makanan dan minuman mewah, ia mengangguk singkat. “Aku tak ingin apapun, kamu pergilah. Tetap hati-hati...”

Dengan langkah gugup, Arsyi melepaskan pelukan tangannya dari lengan Rendra. Ia berjalan perlahan ke arah meja hidangan, punggung mungilnya seakan menarik perhatian setiap mata yang memandang.

Di kejauhan, Fajar memperhatikan. Napasnya memburu, pikirannya kalut. Kesempatan itu terasa terlalu dekat untuk dilewatkan.

“Aku pergi sebentar,” katanya pada Venita, istri barunya.

Venita langsung mencengkeram lengan Fajar, suara lirih namun sarat kecemasan. “Mas, jangan macam-macam. Katamu, Tuan Rendra adalah pemilik utama semua perusahaan. Mantan istrimu, kini bersama dia. Kalau kau buat masalah, habislah kita!”

Namun amarah Fajar sudah menguasai. Rahangnya mengeras, matanya berkilat penuh dendam. “Diam! Aku hanya ingin tahu sejak kapan Arsyi mengenal Tuan Rendra. Pantas saja... Tuan Rendra seperti mengincarku saat kami bertemu! Rupanya, Arsyi berhasil memikat pria sebesar itu. Dasar perempuan murahan! Baru kehilangan anak, sudah melompat ke pelukan pria lain. Aku tak akan biarkan dia hidup tenang!”

Venita mencoba menahan, namun Fajar menepis tangannya kasar. Dengan langkah penuh amarah, ia mendekati Arsyi yang tengah memilih minuman.

“Arsyi…” suara Fajar terdengar tajam.

Arsyi menoleh perlahan pada sang mantan, matanya menusuk sedingin es.

“Beraninya kau muncul di sini, licik sekali kau bisa mendekati Tuan Rendra! Apa kau naik ke ranjangnya saat masih menjadi istriku?! Baru saja kita sah bercerai, dan kau sudah menggandeng pria lain! Kau seharusnya masih menangis, masih hancur menderita karena kehilangan anakmu! Bukan berdiri di sini dengan senyum sok bahagia! Kau... seharusnya tak bisa hidup tanpa aku! " Ucap Fajar masih dengan nada meremehkan dan penuh hinaan seperti dulu.

Arsyi terseyum tipis.

“Menderita, aku? Oh, mungkin itu dulu… ketika aku masih bersamamu. Sekarang? Hidupku jauh lebih ringan setelah terlepas dari semua belenggu, lepas darimu dan keluarga kriminal mu.”

Fajar tertegun, wajahnya menegang. “Berhati-hatilah bicara, Arsyi! Jangan sampai kau mempermalukan dirimu sendiri... dengan menyebar fitnah tentang keluargaku!“

Arsyi melangkah setapak lebih dekat. Tatapannya menusuk, suaranya ditekan rendah agar hanya Fajar yang mendengar. Dia tak ingin mempermalukan Rendra, jika ucapannya didengar oleh orang-orang yang hadir.

“Untuk apa aku malu? Yang paling memalukan dalam hidupku sudah kulalui... saat menjadi istrimu. Apa lagi yang bisa lebih hina dari itu? Hidup bersama lelaki yang tak pernah menganggapku istri, hanya bisa merendahkan... tanpa pernah menghargai.”

Fajar menatap tajam.

“Tenang saja, Tuan Fajar. Aku tidak akan membuka aibmu di hadapan banyak orang… karena aku tak ingin berurusan dengan orang tidak penting sepertimu di acara calon suamiku. Tapi, jangan pernah mengira aku wanita yang sama seperti dulu! Tunggulah sebentar lagi... kau dan keluargamu akan habis ditanganku, seperti sumpahku saat aku pergi dari rumah kalian!”

Fajar tak mampu membalas, rahangnya mengeras bahkan genggaman gelas di tangannya sampai bergetar. Sedangkan Arsyi melangkah pergi dengan anggun, meninggalkan jejak wibawa dan rasa malu yang tak bisa ditepis dari wajah mantan suaminya.

Wanita itu kembali menggandeng lengan Rendra, sementara Rendra tersenyum lembut saat Arsyi kembali padanya.

Pesta berakhir larut malam, Rendra menggandeng Arsyi pulang dengan hati yang bahagia.

Namun, Sinta menunggu dengan wajah gelisah. Arsyi sudah menyiapkan banyak stok A S I melalui pumping, jadi dia merasa heran melihat Sinta terlihat ketakutan.

“Mbak, apa terjadi sesuatu pada Aidan?" tanya Arsyi langsung.

"Bukan, Mbak. Eh Nyonya... s-saya, harus bicara pada Tuan."

Rendra melangkah maju, "Ada apa?"

"Nyonya Raisa menitipkan saya sebuah amplop putih dan juga sebuah map berisi dokumen. Katanya, dokumen ini Nyonya Raisa dapatkan dari meja kerja Anda, Tuan.“

Rendra segera meraihnya dengan hati berdebar, tangannya bergetar ketika melihat isi map itu. Itu adalah surat cerai yang memang sudah ia siapkan untuk ditandatangani Raisa, karena dia sendiri sudah membubuhkan tandatangan.

Arsyi ikut terdiam, hatinya ikut tercekat.

Rendra buru-buru membuka amplop kecil, yang ternyata berisi sepucuk surat. Tulisan tangan Raisa begitu rapi, namun tiap kata terasa menusuk.

Rendra.

Aku tahu sejak awal, tempatku di hatimu hanyalah bayangan masa lalu. Kau mencoba menebus semua rasa bersalahmu, dengan menjadikanku istrimu. Sekarang... aku melihat kebahagiaanmu ada pada Arsyi. Dia polos, tulus dan mampu memberimu kedamaian yang tidak bisa kuberikan. Biarkan dia menempati posisi di sampingmu, tapi dia bukan sebagai penggantiku... namun sebagai pilihan hatimu.

Anakku... Aidan, akan selalu punya ibu dan ayah. Kini dia sudah mempunyai keluarga yang utuh, aku percaya kalian berdua akan menjaga anakku dengan baik.

Aku pamit, Rendra. Jangan cari aku... anggap saja kepergianku adalah caraku menebus masa lalu kita, karena aku pernah memberimu luka setelah aku memilih Rio.

Selamat tinggal.

– Raisa

Surat itu terjatuh dari tangan Rendra, ia terdiam.

“Raisa…” bisiknya lirih.

Arsyi yang sejak tadi ikut membaca, tak kuasa menahan air mata. Ia bisa merasakan betapa berat keputusan Raisa untuk pergi.

Rendra tak mengucapkan sepatah kata pun. Dengan langkah tergesa dan napas memburu, ia menyeret kakinya ke ruang kerja dengan dokumen cerai masih tergenggam erat. Begitu laci meja terbuka, wajahnya pucat seketika.

“Tidak…! Dimana pistolku?!" teriaknya panik.

Ia berteriak memanggil kepala pelayan dan para penjaga.

“Kenapa Raisa bisa keluar dari rumah?! Siapa yang mengizinkan?!”

Salah satu penjaga melangkah maju, tubuhnya gemetar hebat. “T-Tuan… Nyonya sendiri yang meminta. Katanya hendak menyusul ke pesta. Beliau mengenakan gaun malam… kami hanya mengantarkan sampai hotel. Nyonya juga bilang… jangan menghubungi Anda, agar acara tak terganggu. Kami melihat sendiri, Nyonya masuk ke dalam hotel.”

Rendra mengepalkan tangannya sekuat tenaga di atas meja, urat di pelipisnya menegang. Dadanya terasa sesak, pikirannya diliputi bayangan buruk yang kian menyesakkan. Ia meraih ponsel dengan tangan bergetar, baru saja hendak menekan nomor ketika suara dering masuk lebih dulu.

_____

Di rumah besar keluarga Rio yang temaram, langkah Raisa berderap pelan menyatu dengan gelapnya malam. Balutan pakaian pelayan dan masker menutupi wajahnya, membuatnya nyaris tak dikenali.

Di balik penyamarannya, hanya satu tujuan yang bergejolak di dadanya... balas dendam, lalu mati menyusul Rio.

Di kamar sempit para pelayan, Sri menatap Raisa dengan wajah basah air mata. Ia tahu persis luka-luka yang selama ini menggerogoti hati Raisa, luka yang tak pernah sembuh sejak Rio tiada.

“Nyonya, hati-hati…“ bisiknya terbata.

Raisa menggenggam bahu Sri, senyumnya lembut namun getir. “Bantuanmu cukup sampai di sini, jangan ikut terbawa dalam dosaku. Terima kasih, Sri.”

Sri tak kuasa menahan tangis, dialah yang dulu pernah diam-diam mengabari Rendra tentang penderitaan Raisa hingga nyawa wanita itu terselamatkan. Kini, lagi-lagi ia hanya bisa menyaksikan Raisa memilih jalan paling gelap. Pelukan singkat menjadi perpisahan terakhir mereka.

Dengan tatapan tajam, Raisa melangkah. Pistol dalam genggamannya terasa dingin, tapi hatinya membara. Setiap lorong rumah itu ia hafal luar kepala, tempat di mana ia dulu diperlakukan bukan sebagai manusia. Malam ini, lorong itu akan menjadi saksi darah.

Kakinya berhenti di depan kamar Jerry, pintu kayu terbuka dengan lirih. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Di ranjangnya Jerry terkapar dalam mabuk, wajahnya memuakkan bahkan dalam tidurnya.

Raisa melangkah masuk, moncong pistolnya terangkat mengarah lurus ke pelipis pria itu. Suaranya dingin, penuh bara dendam.

“Bangun, bajingan! Kalau aku merenggut nyawamu, kau harus melihat wajah benciku untuk terakhir kalinya!”

Jerry tergeragap, matanya terbuka lebar. Tubuhnya kaku melihat Raisa berdiri tegak di depannya, pistol teracung tanpa ragu.

“Raisa… kau gila! Kau akan mati di sini! Kau pikir para penjaga tidak akan mendengar?”

Raisa terkekeh, tawa yang lebih mirip tangisan jiwa. “Aku memang akan mati! Aku tidak peduli! Tapi sebelum itu… aku akan pastikan kau membayar semua perbuatanmu. Nyawa Rio… harga diriku yang kau injak-injak! Semua akan kau bayar malam ini!”

“Tu__“

Dor!

Peluru menembus kepala Jerry.

Darah memercik, tubuh pria terhempas tanpa daya. Untuk pertama kalinya, Raisa merasa lega meski hanya sekejap.

Tangannya gemetar, tapi senyumnya merekah tipis. Dengan perlahan, ia mengangkat pistol itu ke pelipisnya sendiri.

“Mungkin… sekarang aku bisa bersamamu lagi, Rio.”

Matanya basah, namun ada kilau kebahagiaan getir di sana. Jarinya menyentuh pelatuk. Dunia di sekelilingnya terasa hening, seolah hanya ada dirinya… dan bayangan Rio yang menunggu di ujung jalan.

Apa Raisa benar-benar mengakhiri hidupnya?

.

.

.

TBC.

1
Tiara Bella
ada aja penghianat nya.....Daniel jangan mati dl Thor.....
Siti Zaid
Pasti seseorang akan menyelamat mereka...Danial dan Raisa😢
Zeni Supriyadi
😭😭 Daniel jgn meninggal dulu siapa yg akan melindungi, menjaga, dan mencintai Raisa ... kasian amat sih mereka, Rendra anak buahnya kurang banyak apa sampai Daniel kalah😭
Aditya hp/ bunda Lia: bener
total 1 replies
Dian Rahmawati
jangan sampe daniel mati
Rohmi Yatun
jgn dibikin mati si Daniel Thor... 🙏
Zainab Ddi
author makasih Uda update ditunggu selalu kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
waduh trnyata uang bikin orang berkhianat
Nureliya Yajid
lanjut thor
Nie
kok Daniel mati trus Raisa bagaimana..
Zainab Ddi
author makasih Uda update ditunggu selalu kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
seru banget ya ceritanya dan bikin tegang bacanya
Dian Rahmawati
rendra semangat menjaga aidan,arsyi,raisya
Siti Zaid
Author..terus..semangat lagi💪💪💪
Nureliya Yajid
lanjut thor
Aditya hp/ bunda Lia
kenapa luka?
Ulla Hullasoh
seru Thor....trims ya
Ma Em
Semoga Arsyi selalu bahagia bersama Rendra cukup hdp Arsyi tersiksa saat menikah dgn Fajar , Thor jgn sampai Arsyi atau Rendra celaka karena dendam Maya mantan pembantu Rendra yg dipecat begitu juga Raisa semoga Daniel bisa melindungi nya dari tuan Erlan papanya Jery.
Zainab Ddi
author makasih Uda update ditunggu selalu kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😍
Zainab Ddi
semoga Raisa dan ARSYI bahagia tapi harus dimusnahkanndulu keluarga Jerry
Siti Zaid
Semoga bahagia milik Arsyi dan Raisa...mereka berhak hidup tenang dan damai..dan Rendra pasti akan melindungi mereka berdua...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!