Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.
Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permaisuri memainkan Kecapi
Setelah keteganhan dengan Zhu Lang, jamuan antar kerajaan berlangsung, namun udara tetap tegang. Setiap tatapan dan senyum menyimpan perhitungan tersendiri.
Setelah beberapa kata diplomatis dari Kaisar Wei Liang dan Raja Langya, suasana perlahan mengarah ke inti malam ini yaitu pembicaraan pembangunan bersama. Raja Langya menunduk sejenak, menimbang kata-kata Kaisar.
Raja Langya menatap Kaisar Wei Liang dengan tatapan tajam. Setiap gerak Kaisar seakan diperiksa dengan seksama. “Rencana pembangunan ini terlalu berpihak pada Wei,” katanya pelan tapi terdengar ke seluruh meja utama. “Beberapa wilayah Langya akan kehilangan kontrol, dan budaya kami akan terancam jika proyek ini diterapkan tanpa penyesuaian. Kami tidak bisa begitu saja menerima hal itu.”
Kaisar Wei Liang mencondongkan tubuh ke depan, suaranya rendah namun tegas, memotong ketegangan dengan presisi. “Langya harus memahami, beberapa langkah perlu diterapkan secara seragam agar pembangunan berjalan efektif. Jika kita melemahkan aturan, proyek ini akan kehilangan arah dan kegunaannya.”
Para pejabat menahan napas, menyadari ketegangan malam itu bisa memengaruhi hubungan antar kerajaan untuk bertahun-tahun ke depan. Zhu Lang menunduk di antara pelayan, jemarinya gemetar di atas nampan, wajahnya pucat. Kesunyian seakan melingkupi aula, hanya terdengar bunyi sendok yang tersenggol gelas dan gemerisik kain sutra dari langkah dayang.
Xian Rong duduk dengan anggun, menatap kedua penguasa. Ia memahami bahwa jika kata-katanya salah, seluruh jamuan bisa menjadi perang diplomasi. Namun ia tidak hanya akan diam.
Permaisuri Xian Rong berdiri perlahan, memegang gelas cangkir dengan tangan halusnya. Semua mata tertuju padanya ketika ia berkata, suaranya terdengar jelas di aula yang sunyi:
“Yang Mulia Kaisar, Yang Mulia Raja, saya mengerti kedua pihak memiliki kepentingan yang kuat. Namun kita bisa menemukan jalan yang tidak memaksa salah satu pihak menyerah. Izinkan saya menyarankan kompromi: wilayah Langya dapat mempertahankan beberapa aturan tradisional dan budaya yang penting, sementara proyek pembangunan tetap berjalan di jalur yang disepakati Wei. Agar kedua nya merasa aman dan dihormati, kita dapat membentuk dewan gabungan untuk memantau pelaksanaan proyek, menyelesaikan masalah sebelum berkembang menjadi konflik.”
Raja Langya menegakkan badan, alisnya mengerut. Kata-kata permaisuri masuk akal, tapi ia menahan diri, ingin menguji ketulusan. “Dewan gabungan? Dan siapa yang akan memimpin? Jika posisi itu diisi sepenuhnya oleh Wei, maka Langya tetap kalah dalam pengambilan keputusan.”
Xian Rong mencondongkan tubuh sedikit, matanya menatap langsung Raja Langya, suara lembut tapi penuh wibawa.
“Kepemimpinan dewan akan bergilir, Yang Mulia Raja. Setiap wilayah memiliki wakil yang diakui kedua pihak. Keputusan besar memerlukan persetujuan bersama. Dengan cara ini, baik Wei maupun Langya tidak akan merasa dirugikan, sekaligus memastikan proyek berjalan lancar tanpa hambatan birokrasi atau konflik kepentingan.”
Kaisar Wei Liang menatap istrinya, sebuah senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Kata-kata itu bukan sekadar itu adalah strategi diplomasi yang sempurna. Ia menatap Raja Langya, menunggu reaksi.
Raja Langya menarik napas panjang, menundukkan kepala sejenak, lalu menatap kembali. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Dengan sistem seperti itu, kami bisa menerima. Budaya dan kepentingan Langya tetap terlindungi, dan proyek pembangunan dapat berjalan. Tetapi setiap langkah harus diawasi dengan ketat.”
Kaisar Wei Liang mengangguk, senyum tipis namun penuh arti muncul di wajahnya. “Kesepakatan ini akan memastikan hasil yang hebat. Saya menghargai sikap Raja Langya yang bijak dan tegas.”
Sejenak, semua yang hadir menahan napas. Ketegangan yang menempel di udara seperti kabut perlahan menghilang. Namun bukan karena mereka hanya setuju keduanya sadar bahwa ini adalah hasil perhitungan politik, bukan persahabatan manis. Kedua penguasa menyadari bahwa malam itu, kemenangan sebenarnya ada pada permaisuri yang menengahi dengan solusi konkret.
Xian Rong menundukkan kepala sedikit, menarik napas, dan duduk kembali.
" Yang Mulia Kaisar , Yang Mulia Raja, izinkan saya menampilkan sebuah harmoni indah milik Wei sebagai tanda kerja sama."
Raja Langya tertawa. " Hahaha, Permaisuri Anda benar-benar diluar dugaan." Ia melanjutkan. " Sebuah kehormatan bagi saya untuk melihat Yang Mulia Permaisuri menampilkan harmoni." Celoteh pria tua itu disertai senyuman manis.
Dengan gerakan anggun, Xian mengambil kecapi yang disiapkan pelayan. Jemarinya menari di atas senar, melodi lembut tapi kaya nuansa mengalir di seluruh aula. Nada itu bukan sekadar hiburan—melodi itu menegaskan bahwa strategi permaisuri berhasil, ketegangan politik berhasil dilembutkan, dan kesepakatan dicapai.
Beberapa pejabat yang duduk agak jauh menatap permaisuri dengan kagum.
Melodi kecapi mengalun, meninggalkan efek hangat dan menenangkan. Para tamu yang awalnya menegang kini mulai tersenyum samar, membicarakan rencana pembangunan dengan nada lebih ringan, meskipun tetap penuh perhitungan.
Kaisar Wei Liang menatap istrinya sekilas, bibirnya melengkung tipis.
Dia bisa memainkan alat itu?-. Tapi ini masih tidak cukup untuk membuatku percaya bahwa dia tidak akan merugikan kekaisaran.
Melodi kecapi itu terus mengalun, menandai bahwa ketegangan yang tadi mencekam kini berubah menjadi harmoni yang penuh perhitungan.
Jamuan malam itu berlanjut, namun setiap orang yang hadir menyadari bahwa meski kata-kata Kaisar dan Raja penting, keputusan, strategi, dan kecerdikan sang permaisuri-lah yang menentukan arah malam itu.
Raja Langya pun merasa sangat dihargai dengan alunan kecapi permaisuri.
Apa-apaan tatapan Kaisar itu pada permaisuri! Dia membuat suasana buruk saja! Batin Zhu Lang mengerutkan alis nya.
***
Happy Reading ❤️
Mohon Dukungan untuk :
• Like
• Komen
• Subscribe
• Follow Penulis
Terimakasih❤️