NovelToon NovelToon
Keluarga Langit

Keluarga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Cinta setelah menikah / Keluarga
Popularitas:867
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tahun 2032, keluarga Wiratama mengikuti program wisata luar angkasa perdana ke Mars—simbol harapan manusia akan masa depan antarplanet. Namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk, ketika sebuah entitas kosmik raksasa bernama Galactara menabrak jalur pesawat mereka.

Semua penumpang tewas.
Semua… kecuali mereka berempat.

Dikubur dalam reruntuhan logam di orbit Mars, keluarga ini tersentuh oleh sisa kekuatan bintang purba yang ditinggalkan Galactara—pecahan cahaya dari era pertama semesta. Saat kembali ke Bumi, mereka tak lagi sama.

Rohim, sang Suami, mampu mengendalikan cahaya dan panas matahari—melindungi dengan tangan api.

Fitriani, sang Istri, membentuk ilusi bulan dan mengendalikan emosi jiwa.

Shalih anak pertama, bocah penuh rasa ingin tahu, bisa melontarkan energi bintang dan menciptakan gravitasi mikro.

Humairah anak kedua, si kecil yang lembut, menyimpan kekuatan galaksi dalam tubuh mungilnya.

Bagaimana kisah sebuah keluarga ini ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ledakan Energi Bintang

Angin pagi yang dingin berembus di atas lapangan terbuka, namun sensasi itu tidak menghentikan keringat yang mengalir di pelipis Rohim. Ia berdiri di tengah kepungan, ratusan moncong senjata mengarah padanya, larasnya memantulkan cahaya matahari terbit. Suara helikopter militer yang melayang rendah memekakkan telinga, baling-balingnya menciptakan angin kencang yang mengibas-ngibaskan pakaian pasien mereka. Rohim menggendong Shalih, sementara Fitriani memeluk Humairah, tubuh mereka gemetar.

​"Tuan Wiratama, ini kesempatan terakhir Anda. Menyerah sekarang, atau kami akan menggunakan kekuatan paksa," sebuah suara menggelegar dari megafon, nadanya penuh peringatan.

​Rohim tidak menjawab. Ia hanya menatap moncong-moncong senjata itu. Pikirannya melayang pada ide gila di lautan tadi, ide untuk terbang. Namun, sebelum ia sempat mencoba, sebuah suara yang jauh lebih mematikan memecah keheningan.

​DOR! DOR! DOR!

​Suara tembakan melesat, peluru-peluru berdesing di udara, meninggalkan jejak panas yang terlihat samar. Mereka tidak menembak Rohim, tetapi ke arah tanah di dekatnya, sebuah peringatan yang brutal.

​Refleks, Fitriani menjerit, memejamkan mata. Namun, dalam kepanikan itu, sesuatu terjadi. Dari tubuhnya, sebuah perisai cahaya bulan berwarna perak kebiruan terpancar keluar, membentuk kubah pelindung yang terang. Peluru-peluru itu menghantam perisai, memercikkan bunga api kecil, lalu jatuh tak berdaya ke tanah. Cahaya perak itu memantulkan wajah-wajah terkejut para militer di sekeliling mereka.

​Rohim terkesiap, hatinya dipenuhi rasa kagum dan syukur. Ia menoleh ke Fitriani yang masih memejamkan mata, keningnya berkerut, seolah mencoba mengendalikan kekuatan itu. "Ibu... terima kasih, Ibu!" bisik Rohim, suaranya tercekat. Ia meraih tangan Fitriani, meremasnya lembut. Fitriani membuka mata, melihat perisai cahaya di sekeliling mereka, air matanya mengalir. "Aku tidak tahu bagaimana... itu terjadi begitu saja," bisiknya, suaranya parau.

​Para militer di sekeliling mereka terdiam sejenak. Mereka tidak menyangka. Mereka hanya mengira Rohim yang berbahaya, bukan seluruh keluarganya. Suara radio diantara mereka terdengar berisik. "Target memiliki perisai energi! Ulangi, target memiliki perisai energi!"

​Namun, di tengah semua kekacauan ini, sesuatu yang lain terjadi.

​Shalih, yang tadinya diam di gendongan Rohim, kini mulai bergerak. Tubuhnya terasa semakin panas. Bukan panas yang menyengat seperti yang dipancarkan Rohim, tapi panas yang berbeda, seperti inti bintang yang sedang mengumpulkan energi. Ia mulai menggeliat gelisah.

​"Ayah... badanku panas," bisik Shalih, suaranya penuh ketakutan. Ia mendongak, menatap Rohim dengan mata yang membulat. Sebuah cahaya samar berkedip-kedip dari telapak tangannya yang menggenggam baju Rohim.

​Rohim melihat putranya, hatinya mencelos. "Tenang, Nak... Ayah di sini. Kamu akan baik-baik saja," Rohim mencoba menenangkan, namun ia tahu itu bohong. Ia bisa merasakan energi yang memancar dari Shalih, tak terkendali.

​Para militer CIA di sekeliling mereka, yang sudah waspada, melihat anomali di tubuh Shalih. Gerakan mereka menjadi lebih hati-hati, laras senjata mereka kini bergetar, siap menembak. Seorang komandan dengan suara tegas berteriak, "Jangan bergerak! Apapun yang kalian miliki, jangan lepaskan!"

​Shalih, tidak bisa mengendalikan energi itu, memejamkan matanya, air mata mengalir dari pelupuknya. "Ayah... aku takut..." isaknya.

​"Sstt... Nak... tidak apa-apa..." Rohim memeluknya lebih erat, mencoba menyalurkan kehangatan yang menenangkan, namun yang ia rasakan hanyalah energi Shalih yang semakin membara.

​Kemudian, terjadi lah ledakan.

​BUM!

​Bukan ledakan yang memekakkan telinga, tapi ledakan energi yang brutal dan tanpa suara. Dari tubuh Shalih, sebuah gelombang kejut energi bintang menyembur ke segala arah. Gelombang itu tidak hanya mendorong, tetapi juga membakar.

​Para pasukan militer yang berada di dekat mereka, langsung terpental mundur. Beberapa dari mereka berteriak, pakaian mereka berasap, kulit mereka melepuh. Senjata-senjata mereka jatuh ke tanah, berdentum. Gelombang itu begitu kuat, bahkan helikopter-helikopter di atas mereka pun terhuyung-huyung, nyaris jatuh. Perisai cahaya bulan Fitriani bergetar hebat, nyaris pecah, namun ia berhasil menahannya.

​Saat gelombang itu mereda, pemandangan di sekitar mereka begitu brutal. Ratusan pasukan militer tergeletak di tanah, tubuh mereka terbakar, wajah mereka penuh luka bakar. Sebagian dari mereka masih merangkak, mengerang kesakitan, sisa-sisa armor mereka hancur. Tanah di sekeliling mereka menghitam, seolah baru saja disambar petir.

​Rohim, Fitriani, Shalih, dan Humairah, berdiri di tengah kehancuran itu, tanpa luka sedikit pun. Perisai Fitriani telah melindungi mereka. Shalih membuka matanya, menatap pemandangan mengerikan itu dengan syok. Wajahnya pucat pasi, matanya membulat. Ia melihat api kecil yang masih menyala di seragam beberapa militer, dan erangan kesakitan mereka. Ia telah melakukan ini. Ia telah melukai mereka.

​"Ayah... aku... aku yang melakukannya?" bisik Shalih, suaranya bergetar, dipenuhi rasa bersalah. Air matanya mengalir deras.

​Rohim memeluk putranya erat-erat, matanya dipenuhi air mata. Ia tidak bisa menjawab. Itu adalah harga dari kebebasan mereka.

​Tepat saat itu, Miss Armstrong tiba di lokasi. Ia melihat pemandangan di hadapannya. Mayat-mayat, tubuh yang terluka, dan di tengah-tengahnya, keluarga Wiratama berdiri, utuh, tanpa cacat. Matanya membelalak, dipenuhi oleh kengerian dan amarah yang luar biasa. Ia melihat Shalih, anak kecil yang baru saja menjadi senjata pemusnah masal. Ia melihat mereka bukan lagi sebagai korban, melainkan sebagai ancaman nyata, manifestasi terburuk dari ketakutannya.

​Rohim melihat wajah Miss Armstrong. Ia tahu, di mata wanita itu, mereka adalah monster. Tidak ada lagi negosiasi. Tidak ada lagi kesempatan.

​Dengan adrenalin yang memuncak, dan sebuah tekad baru, Rohim menatap Fitriani, dan kemudian ke langit. Ini saatnya. Mereka harus pergi.

​Rohim memejamkan mata, memanggil seluruh energi yang ia rasakan dari dalam dirinya. Dengan Shalih yang masih ada di gendongannya, ia memfokuskan seluruh kekuatannya, panas yang membara di tubuhnya, ke bawah kakinya. Dengan dorongan yang luar biasa, ia dan Shalih melesat ke udara.

​Fitriani, yang melihat suaminya terbang, langsung mengerti. Ia memejamkan mata, konsentrasi, dan dengan dorongan energi yang berasal dari dirinya, ia pun mengangkat tubuhnya, membawa Humairah yang masih dalam pelukannya, melayang di udara.

​Mereka melayang, bukan dengan anggun, tapi dengan canggung. Gerakan mereka masih kaku dan tak terkendali. Namun, mereka terbang. Menjauhi bumi, menjauhi kekacauan di bawah sana.

​Miss Armstrong, yang menyaksikan pemandangan itu, berteriak marah. "KEJAR MEREKA! JANGAN BIARKAN MEREKA LOLOS! PEMERINTAH! LAPORKAN KE PENANGGULANGAN KASUS INI! INI BUKAN LAGI TENTANG TEKNOLOGI! INI ADALAH TENTANG KEMAMPUAN SUPER! MEREKA ADALAH ANCAMAN BAGI DUNIA!" Suaranya terdengar histeris di tengah kepanikan dan erangan kesakitan di sekelilingnya.

​Rohim dan Fitriani tidak mendengarnya. Mereka sudah jauh, melayang di udara, membawa harapan, keputusasaan, dan kekuatan yang tidak bisa mereka pahami. Mereka berhasil lolos. Untuk sekarang.

Melayang tinggi di atas awan, Rohim dan Fitriani hanya bisa saling pandang, rasa lega bercampur ketakutan menyelimuti mereka. Mereka berhasil, tetapi mereka tidak tahu harus ke mana. Mereka adalah pengungsi, bukan lagi di Bumi, tetapi di udara. Miss Armstrong kini memiliki amunisi yang lebih kuat. Ia telah melihat mereka terbang. Dan ia tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan mereka. Akankah mereka berhasil menemukan tempat yang aman? Dan bagaimana mereka bisa pulang ke Indonesia, jika sekarang seluruh dunia memburu mereka?

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!