Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Kehamilan Siti sudah terlihat menonjol walau mungkin tidak akan jelas terlihat orang lain karena perut itu selalu tertutup gamis dan hijabnya.
Terakhir kali ke Dokter, kehamilannya baik, tidak ada masalah. Siti tidak merasakan morning sickness. Apalagi sekarang masa-masa itu sudah terlewat. Mengidam sesuatu atau makanan
yang aneh-aneh pun tidak, dia bisa memakan apa saja yang ditemuinya di pasar.
Hanya, batinnya tidak pernah bisa jauh dari sedikitpun dari Gio. Nama dan kenangan tentang Gio sudah seperti napasnya. Walau sakit, tapi entah kenapa jutsru dia bisa menikmatinya. Selalu kuat hanya dengan membawa nama Gio.
Menghabiskan rasa penasarannya, Siti sempat bertanya pada Dokter terkait tes DNA. Itu bisa dilakukannya dan dianjurkan Dokter setelah bayi lahir. Karena sudah tidak ada resiko.
Meski selama ini dia meyakini itu adalahnya Gio tapi dia juga tidak bisa menutup mata dari peristiwa yang pernah terjadi antara dirinya dan Teo. Tidak ada salahnya juga dia mengetahui prosedur tes DNA jika memang nanti diperlukannya.
Jika hidup sebelumnya tenang tanpa Teo, sekarang pria itu muncul di hadapan Siti.
"Aku mau bicara," wajahnya tidak sesegar biasanya. Terlihat layu dan kuyu.
"Mau bicara apa?," Siti melihat perubahan juga pada tubuh Teo yang jauh lebih kurus dari sebelumnya.
"Kita bisa duduk di sana."
Siti mengikuti telunjuk Teo yang mengarah pada tempat makan siap saji.
Mereka pun duduk berhadapan. Tidak ada makanan apapun yang mereka pesan.
"Menikahlah denganku!."
Siti hanya diam.
"Aku tahu kamu dan bayi kita butuh perlindungan. Gio sudah tidak ada. Jadi aku mohon, biarkan aku bertanggung jawab kalian."
Siti masih diam.
"Aku mau kamu dan anak kita hidup dengan layak, tidak tinggal di kontrakan sepetak itu. Aku memiliki rumah, apartemen yang bisa kamu tempati."
"Terima kasih, tapi aku tidak membutuhkan semua yang kamu tawarkan. Aku sudah sangat bersyukur hidup tenang tanpa dirimu." Sekalinya Siti bicara cukup pedas.
Teo tersenyum samar. "Mungkin sebentar lagi aku tidak akan ada di hadapanmu."
"Itu akan jauh lebih baik untukku."
Kini Teo terdiam.
"Tidak ada yang dibicarakan lagi 'kan? Aku pamit." Kemudian Siti bangkit.
"Kamu tidak mau menikah denganku?."
"Tidak!."
"Kalau itu anakku dia membutuhkan nama Ayahnya."
"Tenang saja, aku sanggup mengurus semuanya." Siti sudah berbalik tapi dia teringat sesuatu tentang Asih, dia pun berbalik lagi menatap Teo.
"Kamu tahu Asih di mana?."
Teo menggeleng. "Setelah malam itu dia tidak pernah muncul lagi di kantor atau sekedar menghubungiku."
Sebuah kejujuran pun diceritakan Teo kepada Siti. Dia mengakui jika dirinya lah yang meminta Asih untuk membawanya ke hotel hingga mereka menghabiskan malam bersama.
Siti pun sudah bisa menerimanya walau masih sangat menyesakkan dadanya. Kemudian dia balik badan dan pergi dari hadapan Teo.
Ternyata Asih yang membantu Teo, orang yang dianggapnya baik tapi justru menikamnya dari belakang. Tapi itu sudah merupakan bagian dari perjalanan hidupnya.
*
Keadaan Teo memburuk sampai harus dilarikan ke rumah sakit. Leo dan Jun yang merupakan sahabat menyempatkan datang menjenguk Teo.
Sudah lama mereka tidak ada komunikasi dengan Teo. Karena sejujurnya Leo dan Jun sudah malas berhubungan lagi dengan Teo yang diketahuinya semakin menyebalkan. Mereka menutup akses komunikasi.
Tapi sekalinya Teo bisa menghubungi mereka, kabar buruk yang mereka dengar tentangnya.
"Aku minta maaf," Teo langsung mengeluarkan kata maaf karena dia tahu sudah banyak melakukan kesalahan kepada kedua sahabatnya.
"Aku tidak bisa memaafkanmu, Teo. Kamu sudah menghancurkan Siti dan Gio sampai mereka berpisah seperti ini. Dan bisa-bisanya kamu meminta bantuan kami untuk menikahi Siti. Dasar sinting, lebih baik kamu mati saja." Leo hanya menyampaikan rasa dihatinya yang sangat kesal, marah sekaligus benci dengan perbuatan Teo.
Marahnya belum ada apa-apanya kalau mau dikeluarkan semuanya. Rasanya mau menghajarnya sampai mati. Menuntaskan apa yang sudah dilakukan Gio sebelumnya.
Mana ada sahabat sebejad Teo, menghamili istri dari sahabatnya sendiri. Sebutan hewan saja lebih baik dari nama Teo Gunawan.
"Coba kamu tidak terbaring di sini, aku yakin tidak akan pernah meminta maaf pada kita." Ketus Leo lagi.
Teo hanya tersenyum, tidak tersinggung dengan kata-kata Leo. Mungkin saja benar apa yang dikatakan Leo, kalau bukan karena vonis Dokter rasanya sangat malas meminta maaf. Dirinya sudah kalah dari kehidupan.
"Gio sudah tahu kamu di sini?," tanya Jun yang bisa lebih bersimpati pada keadaan Teo.
"Aku sudah menghubunginya, mengirim pesan padanya juga tapi belum ada jawaban."
"Mungkin Gio tidak mau memaafkanku, baguslah biar kamu mati penasaran." Sahut Leo lagi ketus tapi mengundang gelak tawa Jun dan Teo beberapa menit.
"Masalah Siti aku tidak bisa membantu, apalagi itu urusan hati." Jun juga menolak membantu Teo.
"Tidak apa-apa."
Di tempat lain, Siti baru keluar dari pasar. Dia berjalan menuju sebuah apotik, membeli vitamin untuk kehamilannya.
Hal tak terduga ditemui Siti, saat dia mau membayar vitamin dia bertemu Asih yang datang membawa beberapa obat di tangannya. Tapi ada yang lebih mengejutkannya, kening Siti pun berkerut. Perut Asih terlihat menonjol. Lebih jelas terlihat karena wanita itu menggunakan daster. Apa mungkin Asih sudah menikah? makanya dia sedang hamil. Pikir Siti.
Bukan hanya Siti yang terkejut, tapi Asih juga yang tak kalah lebih terkejut. Dia tidak menyangka bertemu Siti di sini, padahal dia keluar rumah sangat berhati-hati supaya tidak bertemu Siti. Tapi justru di tempat ini mereka bertemu.
"Hai, Asih," sambil menghampiri Asih.
"Hai Siti," Asih sangat gugup. Terus saja dia memegangi perutnya. Menutupinya supaya Siti tidak mengetahuinya.
"Setelah kamu menghancurkan aku, pernikahanku dan Mas Gio, kamu pergi ke mana?. Bersembunyi?."
Asih diam.
"Aku tidak menyangka wanita yang begitu baik sepertimu, bisa berbuat jahat juga. Mungkin kalau terhadap orang lain tidak masalah, karena kamu tidak mengenalnya. Tapi ini, aku!. Kamu tahu aku sudah menikah, masih saja menyodorkan aku pada Teo."
"Maaf," ucap singkat.
Siti menangkap lain dari matanya Asih, ada kesedihan yang tersimpan di dalam sana.
"Kamu tahu dari perbuatanmu, aku dan Gio sama-sama tersiksa, terluka berada di dekat satu sama lain." Cerocos Siti lagi, seaka menumpahkan semua rasa sesak yang selama ini di dalam hatinya karena ulah Asih.
Asih masih setia diam, menerima kemarahan Siti yang tidak terlalu membuatnya sakit hati. Karena sebelum ini sudah ada hal lain yang pernah berat dilaluinya bahkan sedang dilaluinya.
"Kamu mungkin tahu siapa Ayah dari anak yang kamu kandung. Sementara aku tidak tahu, ini anak siapa?." Puncaknya air mata Siti tumpah. Memegang perutnya.
"Kalau pun kamu tidak tahu siapa Ayahnya tapi setidaknya kamu memiliki orang-orang yang mau bertanggung jawab. Tidak sepertiku, tidak ada yang menginginkan aku dan anakku." Asih pun menangis.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti