Aluna ditinggal mati suaminya dalam sebuah kecelakaan. Meninggalkan dia dengan bayi yang masih berada dalam kandungan. Dunianya hancur, di dunia ini dia hanya sebatang kara.
Demi menjaga warisan sang suami, ibu mertuanya memaksa adik iparnya, Adam, menikahi Aluna, padahal Adam memiliki kekasih yang bernama Laras.
Akankah Aluna dan Adam bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hare Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
“Iya, itu untuk kamu. Apa tidak sesuai dengan seleramu?” tanya Adam yang tampak sedikit panik.
Dia terbiasa mendapat kritikan dari Laras, jika pemberiannya tidak sesuai wanita itu akan marah dan merajuk. Tidak jarang, mereka harus menukar kembali ke toko dan tentu saja pilihan Laras nantinya berubah ke yang lebih mahal.
“Bukan itu, Mas.”
“Terus?’
“Ini terlalu mewah untukku. Aku kan hanya di rumah saja, kenapa kamu malah belikan yang mahal begini,” jawab Aluna.
Adam menatap istrinya lekat-lekat, sungguh respon diluar dugaan Adam. Hanya dibelikan kalung, Aluna mengatakan itu terlalu mewah untuknya. Berbeda cerita kalau diberikan kepada Laras? Mungkin kotaknya akan melayang.
“Di rumah juga gapapa terlihat cantik, karena kamu memang cantik,” jawab Adam.
“Tapi, ini terlalu mahal,” gumam Aluna.
Adam menggeleng dan mendekat. “Ini gak mahal, Aluna.”
Kemudian, Adam meraih kalung itu dan membantu Aluna mengenakan di lehernya. Terlihat begitu cantik dan pas. Kalung emas putih berlapis berlian dengan aksen mata-mata kecil desain penuh, begitu cantik dan gemerlap. Saat dipakai oleh Aluna, terlihat sempurna dengan kecantikannya.
Harganya tidak setinggi permintaan Laras, tapi Aluna merasa itu sudah terlalu mahal untuknya.
“Terima kasih, Mas.”
“Cantik,” puji Adam sambil mengangguk.
Wajah Aluna memerah mendapat pujian dari sang suami, meskipun masih merasa aneh melihat Adam dengan perlakuan yang sangat lembut itu.
“Ayo kita makan,” ujar Adam.
“Iya, Mas.”
Adam juga mengeluarkan satu kotak beludru kecil. “Ini untuk Kiya. Semoga pas di tangannya.”
Dia memberikan juga sebuah cincin yang cantik untuk putrinya.
Aluna membukanya. “Kiya masih kecil, Mas. Ini terlalu mahal, kalau hilang kan rugi.”
Adam tersenyum. “Biar anak kita cantik. Kalau hilang artinya belum rezeki.”
Dia sengaja membelikan cincin untuk Kiya, karena kemarin saat acara pernikahannya dengan Laras, tanpa sengaja dia melihat seorang anak perempuan kecil yang mungkin seumuran dengan Kiya mengenakan cincin. Terlihat begitu lucu dan cantik. Dan Adam sadar kalau Kiya tidak memakai perhiasan apapun, padahal Kiya adalah anak orang kaya.
Perhatian Adam tidak hanya sampai disitu, bahkan ke hal-hal yang kecil sekalipun. Saat Aluna sedikit belepotan ketika makan, Adam menyodorkan tisu, bahkan dia yang sibuk menyelimuti Kiya, memastikan anaknya nyaman dan tidak kedinginan.
Saat sebelum tidur pun, Adam menjaga Aluna terlebih dahulu, barulah dia tidur memeluk Aluna dari belakang.
Ada rasa senang di hati Aluna mendapat perlakuan seperti itu dari Adam, tapi dia belum terbiasa. Dia masih merasa aneh dan canggung.
Kring! Kring!
Pagi-pagi sekali, masih jam enam pagi ponsel Aluna sudah meraung-raung. Entah siapa yang menelponnya.
Aluna yang baru saja memandikan Kiya segera meraih ponselnya di atas nakas, dan ternyata panggilan dari ibu mertua.
“Halo, Ma.”
“Kau dimana, Aluna? Pagi-pagi sudah tidak ada di rumah, bahkan kata tetangga sejak semalam gak pulang. Mentang-mentang tidak ada suami di rumah kau mau pergi seenaknya?” tanya Ratna tanpa basa basi memberondong Aluna dengan pertanyaan yang tajam.
Saat ini, Adam sedang berada di kamar mandi.
“Kami di kota kabupaten, Ma. Pergi sejak kemarin dan menginap,” jawab Aluna jujur.
“Menginap di luar saat suami pergi? Kau pasti janjian dengan lelaki! Kau pasti berselingkuh, kan? Murahan sekali!” teriak Ratna.
Karena sedang memasang pakaian untuk Kiya dan menyisir rambutnya, panggilan itu Aluna loudspeaker. Mendengar makian dari sang ibu mertua, Aluna terkejut bukan main, dengan cepat dia mematikan loudspeakernya dan menempelkan ponsel itu di telinganya. Dia tidak mau Kiya mendengar hal yang buruk, meskipun Kiya belum mengerti apa-apa.
Tanpa Aluna sadari, Adam baru saja keluar dari kamar mandi. Dia bisa mendengar ibunya memaki Aluna dengan kata-kata yang sangat kasar dan tidak pantas.
“Ma, aku bersama Mas Adam,” jawab Aluna lembut.
“Adam?”
“Iya, Ma.”
“Kalau berbohong pintar sedikit, Adam itu sedang di kota XXX dia menikah dengan pacarnya. Tidak mungkin dia pulang secepat ini, yang dia nikahi itu kekasih yang dicintainya, Aluna. Jadi, tidak mungkin dia akan pulang secepat itu!” bentak Ratna.
“Kemarin malam, Mas Adam pulang, Ma.”
“Halah jangan bohong! Tidak mungkin Adam pulang secepat itu.”
Adam memegang pundak Aluna dan meraih ponsel di tangan Aluna lalu mengambil alih. Aluna terkejut, wajahnya memucat saat melihat Adam, dia takut kalau Ada mendengar apa yang Ratna katakan. Dia tidak ingin hubungan ibu dan anak itu bersitegang hanya karena dirinya.
Bagi Aluna, apa yang Ratna katakan itu biasa saja, tidak lagi diambil hati olehnya. Dia sudah terbiasa, bahkan sejak pertama kali dikenalkan Arman kepada keluarganya.
“Apa yang kau miliki hingga berani dekat dengan anakku?” tanya Ratna kala itu kepada Aluna.
“Tidak ada,” jawab Aluna.
“Kalau tidak punya apa-apa, jangan mimpi menikah dengan Arman!”
Kata-kata itu tidak pernah Aluna lupakan. Jadi, jika sekarang dia mendengar Ratna menghina, membentak dan menghardiknya, itu sudah biasa. Justru yang aneh kalau ratna bersikap baik.
“Adam tidak mungkin pulang cepat, dia sudah izin satu minggu! Mereka juga pasti sedang berbulan madu. Jangan-jangan karena sakit hati Adam menikah lagi kau selingkuh dengan lelaki lain? Ngaku, Aluna!” sambung Ratna.
Aluna ingin mengambil kembali ponselnya, namun Adam malah memegang tangannya. Darah Aluna berdesir, apalagi saat Adam mencium tangannya lembut.
“Aku memang sudah pulang sejak kemarin malam, Ma,” jawab Adam setelah Ratna setelah menuduh dan mengata-ngatai Aluna.
Ratna terkejut bukan main. “A-Adam?”
“Iya, Ma. Ini aku. Aku yang membawa Aluna dan Kiya ke kota kabupaten, aku sedang liburan bersama mereka. Bukan Aluna selingkuh, Ma. Tapi, dia pergi bersama suaminya,” jawab Adam.
Aluna hanya diam dan menunduk, tangannya masih di genggam Adam dengan erat. Matanya berair mendengar Adam begitu tegas membelanya, dan ini adalah pembelaan dari Adam untuk pertama kalinya. Jika dulu, dia mengajak Aluna menjauh dari Ratna jika ibunya itu mulai menghina Aluna. Tapi, kali ini dia bersuara dan membela istrinya.
“Adam, kenapa kau sudah pulang? Bagaimana pernikahanmu?” tanya Ratna mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Aku pulang karena merindukan anak dan istriku, Ma. Apa salah?”
“Bagaimana dengan pernikahanmu dengan Laras?”
“Semua berjalan dengan aman. Tapi, ternyata yang disini tidak aman. Mama sering menyakiti Aluna, dan aku baru tahu kalau Mama sekejam ini.”
“Adam, kamu salah sangka. Mama datang ke rumah kamu untuk bermain dengan Kiya, tapi tidak menemukannya. Jadi, Mama bertanya pada Aluna. Kenapa kamu marah-marah,” ujar Ratna.
Jika mereka saling berhadapan, maka Adam bisa melihat wajah ibunya yang pucat pasi dan gugup karena tertangkap basah sedang menghina istri dan ibu dari anaknya.
“Adam sudah mendengar semuanya, Ma,” jawab Adam.
“Adam, Mama bisa jelaskan. Kamu salah paham dengan Mama, bukan maksudnya begitu kepada Aluna.”